Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara adalah nama pena. Tinggal di Kepi, Desa Rapowawo, Kec. Nangapanda, Ende Flores NTT. Mengenyam pendidikan dasar di SDK Kekandere 2 (1995). SMP-SMA di Seminari St. Yoh. Berchmans, Mataloko, Ngada (2001). Pernah menghidu aroma filsafat di STF Driyarkara Jakarta (2005). Lalu meneguk ilmu ekonomi di Universitas Krisnadwipayana-Jakarta (2010), mengecap pendidikan profesi guru pada Universitas Kristen Indonesia (2011). Meraih Magister Akuntansi pada Universitas Widyatama-Bandung (2023). Pernah meraih Juara II Lomba National Blog Competition oleh Kemendikristek RI 2020. Kanal pribadi: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Inspirasi dari Puusambi, Merawat Ketahanan Pangan Keluarga

17 Oktober 2020   10:13 Diperbarui: 17 Oktober 2020   10:22 863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu-ibu Dawis Puusambi bersama Kepala Desa Nanganesa Ishak Ismail. Foto: Dokumentasi Dawis

Sebelumnya, bisa seminggu tiga kali, saya ke pasar. Kangkung, bayam, selada dan sawi adalah langganan. Pilihan lain adalah sayur paku, kesukaan saya.

Namun lebih dari dua bulan ini, saya belum pernah ke pasar untuk membeli sayur. Lantaran, pekarangan rumah kami yang tidak terlalu luas itu sudah dimanfaatkan oleh istri, untuk menanam beberapa jenis sayur. Ada bayam, kangkung, sawi dan beberapa pohon kacang panjang. Turut serta, lombok/cabe ditanam dalam polibag, yang diberi pupuk kandang.

Aktivitas sang istri tidak terlepas dari kemauan dan kebersamaan ibu-ibu sekomplek di Puusambi, Desa Nanganesa, Kecamatan Ndona, Ende, NTT. Atas inisiatif bersama dan didukung oleh Pemerintah Desa Nanganesa, mereka membentuk Dasa Wisma.

Dasa Wisma, berasal dari kata Sansekerta, kata "dasa" berarti sepuluh, dan kata "wisma" berarti rumah. Dasa wisma (Dawis) adalah kelompok ibu-ibu yang terdiri dari 10 KK bertetangga untuk menjalankan berbagai program bersama. Dalam prakteknya, kelompok Dawis tidak selalu 10 orang, bisa lebih tergantung jumlah ibu-ibu dalam satu RT. Dawis adalah salah satu wadah penting untuk melaksanakan kegiatan PKK di tingkat desa.

Selain menjalankan program tanaman dan sayuran organik di pekarangan rumah, ibu-ibu kelompok Dawis Puusambi juga belajar membuat pupuk kompos, menata bedeng yang benar dan meracik pestisida organik. Ke depan, sedang mengusahakan budidaya ikan air tawar dan lele dalam wadah gentong atau drum bekas.

Kegiatan Dawis Puusambi mengemban misi mulia, sebagai kebun nutrisi keluarga dan solusi mengadapi new normal Covid-19.

Sebagian anggota Dawis sedang menanam dan menyiram. Foto: Dokumentasi Dawis
Sebagian anggota Dawis sedang menanam dan menyiram. Foto: Dokumentasi Dawis
Di tengah pandemi Covid-19 yang berdampak menuju resesi ekonomi, membentuk dan mengaktifkan kembali kelompok-kelompok Dawis, seperti di Puusambi, sebagai contoh dan cara terbaik. Sebab kita kian disadarkan, kerentanan sistem pangan kita masih tergantung impor. Terakhir, bawang putih kita masih mengimpor sebesar 48.704 ton.

Saatnya kita didorong untuk memaksimalkan pekarangan rumah untuk menanam sayur, cabe dan tomat. Tak lupa, menanam beberapa batang ketela pohon/ubi kayu/singkong (manihot utilissima) sebagai pengganti beras. Selain mengurangi biaya beli sayur dan beras, juga mengoptimalkan sumber pangan lokal.

Dulu, ubi kayu adalah makan pokok masyarakat NTT. Dan kenikmatan terbesar kami anak kampung adalah makan ubi kayu bakar ditemani lombok campur tomat. Nikmat itu terasa sampai hari ini.

Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) telah memperingatkan ancaman kelaparan yang dipicu pandemi Covid-19 ini. Kemungkinan sebanyak 132 juta orang akan mengalami kelaparan pada 2020 akibat resesi ekonomi yang dipicu pandemi. (KOMPAS, 17/10).

Sebagaimana dipublikasikan KOMPAS, posisi Indonesia dalam Indeks Ketahanan Pangan Global dan Indeks Kelaparan Global menempati pada level menengah ke bawah. Kita tidak lebih baik dari Thailand, Malaysia dan Singapura. Namun kita masih berbangga diri di hadapan Philipina, Mynmar dan Laos. Hal ini dilihat tren impor pangan kita yang cenderung meningkat.

Tanaman sayur di pekarangan rumah. Foto: Facebook Elin Manozha Msi Ende
Tanaman sayur di pekarangan rumah. Foto: Facebook Elin Manozha Msi Ende
Berdasarkan Indeks Ketahanan Pangan Propinsi 2019, NTT berada di urutan ketiga dari bawah, bertengger di level 50,69. NTT hanya bisa mengalahkan Papua Barat dan Papua. Kita belum bisa mengejar Bali yang anggun di puncak ketahanan pangan dengan poin 85,15.

Pilihan kita adalah memanfaatkan pekarangan rumah, cukup untuk memapah kebutuhan kecil sekelas cabe/lombok, sayur dan ubi kayu. Selebihnya jika kita memiliki lahan kebun yang luas. Agar kita tidak terpuruk amat di tengah ancaman kelaparan akibat Covid-19.

Akhirnya, aktivitas Dawis Puusambi adalah cerita kecil dan inspirasi dari pojok kota Ende. Kita pun diajak turut berperan sembari mengamalkan tema peringatan Hari Pangan Sedunia, "Tumbuhkan, Pelihara, Lestarikan Bersama. Tindakan Kita adalah Masa Depan Kita". Semoga, ketahanan pangan keluarga kita kuat dan berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun