Sebelumnya, bisa seminggu tiga kali, saya ke pasar. Kangkung, bayam, selada dan sawi adalah langganan. Pilihan lain adalah sayur paku, kesukaan saya.
Namun lebih dari dua bulan ini, saya belum pernah ke pasar untuk membeli sayur. Lantaran, pekarangan rumah kami yang tidak terlalu luas itu sudah dimanfaatkan oleh istri, untuk menanam beberapa jenis sayur. Ada bayam, kangkung, sawi dan beberapa pohon kacang panjang. Turut serta, lombok/cabe ditanam dalam polibag, yang diberi pupuk kandang.
Aktivitas sang istri tidak terlepas dari kemauan dan kebersamaan ibu-ibu sekomplek di Puusambi, Desa Nanganesa, Kecamatan Ndona, Ende, NTT. Atas inisiatif bersama dan didukung oleh Pemerintah Desa Nanganesa, mereka membentuk Dasa Wisma.
Dasa Wisma, berasal dari kata Sansekerta, kata "dasa" berarti sepuluh, dan kata "wisma" berarti rumah. Dasa wisma (Dawis) adalah kelompok ibu-ibu yang terdiri dari 10 KK bertetangga untuk menjalankan berbagai program bersama. Dalam prakteknya, kelompok Dawis tidak selalu 10 orang, bisa lebih tergantung jumlah ibu-ibu dalam satu RT. Dawis adalah salah satu wadah penting untuk melaksanakan kegiatan PKK di tingkat desa.
Selain menjalankan program tanaman dan sayuran organik di pekarangan rumah, ibu-ibu kelompok Dawis Puusambi juga belajar membuat pupuk kompos, menata bedeng yang benar dan meracik pestisida organik. Ke depan, sedang mengusahakan budidaya ikan air tawar dan lele dalam wadah gentong atau drum bekas.
Kegiatan Dawis Puusambi mengemban misi mulia, sebagai kebun nutrisi keluarga dan solusi mengadapi new normal Covid-19.
Saatnya kita didorong untuk memaksimalkan pekarangan rumah untuk menanam sayur, cabe dan tomat. Tak lupa, menanam beberapa batang ketela pohon/ubi kayu/singkong (manihot utilissima) sebagai pengganti beras. Selain mengurangi biaya beli sayur dan beras, juga mengoptimalkan sumber pangan lokal.
Dulu, ubi kayu adalah makan pokok masyarakat NTT. Dan kenikmatan terbesar kami anak kampung adalah makan ubi kayu bakar ditemani lombok campur tomat. Nikmat itu terasa sampai hari ini.
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) telah memperingatkan ancaman kelaparan yang dipicu pandemi Covid-19 ini. Kemungkinan sebanyak 132 juta orang akan mengalami kelaparan pada 2020 akibat resesi ekonomi yang dipicu pandemi. (KOMPAS, 17/10).
Sebagaimana dipublikasikan KOMPAS, posisi Indonesia dalam Indeks Ketahanan Pangan Global dan Indeks Kelaparan Global menempati pada level menengah ke bawah. Kita tidak lebih baik dari Thailand, Malaysia dan Singapura. Namun kita masih berbangga diri di hadapan Philipina, Mynmar dan Laos. Hal ini dilihat tren impor pangan kita yang cenderung meningkat.
Pilihan kita adalah memanfaatkan pekarangan rumah, cukup untuk memapah kebutuhan kecil sekelas cabe/lombok, sayur dan ubi kayu. Selebihnya jika kita memiliki lahan kebun yang luas. Agar kita tidak terpuruk amat di tengah ancaman kelaparan akibat Covid-19.
Akhirnya, aktivitas Dawis Puusambi adalah cerita kecil dan inspirasi dari pojok kota Ende. Kita pun diajak turut berperan sembari mengamalkan tema peringatan Hari Pangan Sedunia, "Tumbuhkan, Pelihara, Lestarikan Bersama. Tindakan Kita adalah Masa Depan Kita". Semoga, ketahanan pangan keluarga kita kuat dan berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H