Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara lahir dan tumbuh sebagai anak kampung di Rajawawo, Kec.Nangapanda, Ende-Flores, NTT. Kini, menetap di kampung sebagai seorang petani, sambil menganggit kisah-kisah yang tercecer. Kunjungi juga, floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Cerdas Berinvestasi Menuju Insan Bermartabat

7 Agustus 2020   12:11 Diperbarui: 27 Agustus 2020   07:52 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: woccu.org

Kemarin, Kamis (6/8), saya mengikuti webinar yang diselenggarakan oleh sebuah lembaga keuangan berplat merah-di bawah naungan BUMN, dengan topik 'Merdeka financial, di Era New Normal'. Barangkali sekaligus memaknai HUT Kemerdekaan RI ke-75, sekiranya anak-anak bangsa juga merdeka secara finansial. Terdengar elegan namun sulit juga mewujudkan, terutama saya sendiri.

Inti dari webinar begini, dalam hidup ini kita mesti berinvestasi. Investasi memiliki tiga tipe. Pertama, investasi diri. Investasi jenis ini sangat berkaitan dengan hobi. Kuliah dan mengikuti webinar adalah salah satu investasi diri. Misal lainnya, membaca buku, atau traveling. Saya sering menyebutnya dengan 'menghadiahkan diri' untuk hal-hal yang membahagiakan bagi diri sendiri, dan membawa berkat bagi orang lain.

Saya hobi membaca buku. Saya berusaha agar setiap bulan dari pendapatan, saya sisihkan untuk membeli satu buku, tentu yang saya suka. Saya bahagia bukan main, mendapat buku baru. Dan di saat yang sama saya membawa berkat bagi orang lain. Penulis buku tahu apa yang menjadi haknya setelah bukunya diterbitkan. Beginilah arti menghadiahkan diri bagi saya.

Investasi pribadi yang cerdas itu belajar yang rajin. Kuliah sampai selesai. Mengisi waktu luang dengan membaca dan kurangi menggosip.

Kedua, investasi relasi. Kita membutuhkan sesama yang lain. Seacuh-acuhnya, saya membutuhkan orang lain. Misalnya, saya membutuhkan dokter/perawat saat sakit, saya membutuhkan tim, agar pekerjaan-pekerjaan bisa terselesaikan dengan baik. 

Saya membutuhkan teman dan sahabat, agar bisa berbagi cerita-cerita hidup yang inspiratif. Dan saya membutuhkan seorang pasangan hidup untuk membagi cinta yang sejati.

Orang seusia saya sering berkisah, untuk mendapatkan pekerjaan zaman-zaman itu, ijazah tidak penting, yang paling penting adalah relasi. Makanya, perbanyak relasi, agar bisa terkoneksi dengan orang-orang lebih hebat, lebih kaya dan lebih berpengaruh pada 'kekuasaan-kekuasaan' tertentu. Entah hingga sekarang ini, saya belum menggali lebih jauh hipotesis itu.

Hemat saya, investasi relasi bukan hanya untuk politisi, untuk meraup suara pada pemilihan kepala daerah, tapi untuk semua orang, sebab setiap orang adalah sesama bagi yang lain. Sesama adalah sahabat. Dan sahabat itu seperti bra, kata Mencius (372-289 SM)-seorang filsuf China, 'dekat di hatimu, dan selalu ada untuk memberi dukungan'.

Investasi relasi yang cerdas adalah membangun relasi tanpa syarat, bergaul tanpa iming-iming, bertamu bukan untuk dijamu, memilih sahabat yang saling mendukung. Termasuk mempunyai pasangan hidup yang saling setia.

Ketiga, investasi aset. Ini terdengar tampan, tapi sulit dilakukan. Sebelum menginvestasi aset, perlu mengetahui berapa aset kita, baik aset netto maupun bruto. Ini yang saya bilang agak sulit. Minimal, dalam keluarga ada buku kas harian. Catat pengeluaran dan pemasukan. 

Selanjutnya, adakah keluarga kita memiliki neraca keuangan keluarga, beserta arus kasnya? Gelar saya sarjana ekonomi. Mata kuliah akuntansi termasuk di dalamnya. Malu dengan diri kalau saya tidak mengaplikasikan ilmu itu dalam hidup saya, bukankah saya dulu sudah bersusah-susah kuliah dan 'setengah mati' membiayainya.

Kembali ke soal investasi aset. Setelah mengetahui berapa aset, mana aset bersih, berapa aset yang berkualitas, dan mana aset yang memungkinkan bisa menghasilkan pendapatan.

Poin yang bisa saya ambil dari investasi aset, yakni: a) Jangan pegang uang terlalu banyak di tangan. Selain alasan keamanan, itu aset tidak menghasilkan. Uang 'nganggur'. Investasi uang itu ke lembaga keuangan, di Koperasi Kredit, misalnya. Berinvestasi uang tunai (aset) yang cerdas itu di lembaga keuangan yang terpercaya dan profesional pengelolaannya.

b) Jika punya lahan kosong, atau bangunan kosong, sewakan kepada orang lain. Sebab itu aset tetap yang tidak menghasilkan. Selebihnya dijual saja, jika likuiditas kita agak berat. 

Atau di atas tanah, ditanam pohon kayu yang 10-20 tahun bisa ditebang. Perawatan aset tetap butuh biaya pula. Dan selanjutnya kita tidak 'kepala pusing' kebiasaan buruk membuang sampah di sembarang tempat, sebab di negeri ini, tanah (lahan) kosong adalah tempat sampah yang ramah.

c)  Pastikan hutang kita adalah hutang yang produktif. Hutang yang menghasilkan pendapatan baru. Misalnya, pinjam uang di Koperasi Kredit untuk membeli sepeda motor. Sepeda motor itu digunakan untuk ojek. Penghasilan sebagai ojek bisa mencicil pinjaman di Koperasi Kredit. Dan pinjaman kita tidak dikategorikan macet/lalai. Juga, hutang untuk anak sekolah adalah hutang produktif. Kita menginvestasikan masa depan anak-anak kita dengan pendidikan yang lebih bermutu.

d) Ini yang terakhir, pastikan jika memiliki aset berupa warisan (hibah) orang tua: bersyukurlah! Sekali lagi, bersyukurlah! Bukan karena orangtua kita kaya, tetapi mereka tahu yang terbaik buat anak-anaknya.

Akhirnya, dengan cerdas berinvestasi, sesungguhnya menjadi manusia yang 'merdeka'. Kita tidak merasa terbelenggu dengan segala kemajuan dunia luar jika sungguh cerdas menginvestasikan diri. Investasi diri secara cerdas melahirkan kreativitas dan inovasi, terutama di tengah pandemi Covid-19 ini.

Berinvestasi relasi yang cerdas memupuk persahabatan yang bermutu. Kita tahu sahabat yang sejati. Relasi yang cerdas tidak mempunyai lawan yang abadi. Hidup berdamai dalam keberagaman hanya muncul dalam pola investasi relasi ini.

Sementara investasi aset yang cerdas membuahkan kemerdekaan secara finansial. Kemerdekaan financial menobatkan kita sebagai insan bermartabat. Bermartabat berarti tidak menjadi pengemis di negeri sendiri. Mulai dari sekarang, jangan terlambat. Sebab "vestigia, nulla retrorsum" (Latin: jejak kaki tidak ada yang berjalan mundur).

Dirgahayu RI ke-75.

(Tulisan ini adalah refleksi pribadi menyambut HUT RI ke-75)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun