Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Seorang anak kampung, lahir dan bertumbuh di Rajawawo, Ende. Pernah dididik di SMP-SMA St Yoh Berchmans, Mataloko (NTT). Belajar filsafat di Driyarkara tapi diwisuda sebagai sarjana ekonomi di Universitas Krisnadwipayana, Jakarta. Terakhir, Magister Akuntansi pada Pascasarjana Universitas Widyatama Bandung. Menulis untuk sekerdar mengumpulkan kisah yang tercecer. Blog lain: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Covid-19, Paham Keynesian, dan "The New Lifestyle"

18 Mei 2020   13:32 Diperbarui: 20 Mei 2020   08:00 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
John Maynard Keynes, Ekonom Inggris

These disputes belong to yesterday. The future is for others. - David Howell (2020)

Virus Corona (SARS-CoV-2) yang menyebabkan penyakit Covid-19 telah menjadi pandemi. Umat manusia di 216 negara merenggang nyawa hingga 307.537 (data per 17/05) akibat virus berbahaya ini. Di tanah air, 1.148 meninggal dunia. Kabar bahagia 4.129 dinyatakan sembuh dari penyakit ini.

Meski demikian, dampak kehidupan sosial dan ekonomi tak bisa terhindarkan. Kehidupan sosial, misalnya, sekedar berkunjung ke rumah tetangga dan keluarga saja, kita sudah tersandung cap 'jangan-jangan' membawa penyakit Covid-19. Tidak ada lagi arisan keluarga. Kegiatan beribadah berhenti. Rencana pertemuan dan hajatan diparkir dulu untuk sementara.

Di bidang ekonomi, aktivitas ekonomi pun dibatasi. Toko dan rumah makan dibuka dengan limit jam. Beberapa perusahan menyuruh karyawan bekerja dari rumah (work from home). Ada kantor swasta yang masih bekerja namun dengan sistem seminggu tiga hari masuk. Beberapa menggunakan sistem sift. Dan banyak perusahan terpaksa tutup, mem-PHK-kan karyawan dengan pesangon maupun tanpa pesangon.

Kondisi ini, memaksa kita dan pemerintah bekerja kreatif dan efektif. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan -- kebijakan stumulan agar ekonomi tidak porak-poranda. Beberapa skema pemberian bantuan dikembangkan pemerintah guna meringankan beban warga yang berdampak langsung pandemi ini.

Selain menyediakan sarana dan prasarana kesehatan, pemerintah mengaktifkan program keluarga harapan (PKH). Terhitung hingga April 2020, 10 juta rumah tangga sudah menerima dana ini. Program kartu sembako pun digencarkan bagi mereka yang terkena dampak PHK. Target bantuan pangan non tunai ini ditargetkan hingga 20 juta rumah tangga. Pemerintah pun memperbaiki skema kartu pra kerja sehingga, minimal, bisa membantu warga terdampak PHK hingga tiga sampai empat bulan ke depan. Sementara itu, bantuan langsung tunai (BLT) dikucurkan dengan target 9 juta KK.

Ada pun untuk mengurangi beban konsumsi masyarakat sebagai dampak covid-19 ini, pemerintah juga memberikan keringanan tarif listrik. Keringanan listrik dilakukan sejak bulan April, terutama untuk rumah tangga pelanggan 450Va, dan 900 WA.

Pada titik ini, kita sebenarnya disadarkan bahwa para ekonom dengan garis pemikiran mereka tidak pernah mati. Adam Smith telah melakukan revolusi intelektual 200 tahun yang lalu, meyakinkan orang -- orang di zamannya untuk menaruh kepercayaan pada cara kerja pasar yang tidak teratur. Seabad kemudian, muncul revolusi kaum marginal, dengan Karl Marx sebagai pahlawannya, agar orang-orang tidak terjerembab pada penindasan berbasis kelas sosial dan menaruh hormat pada nilai kerja dan distribusi kerja yang alokatif. Dan 80-an tahun lalu, John Maynard Keynes (1936) melakukan revolusi keynesian yang akhirnya mendapat 'tepukan-tangan'sebagian besar ekonom Barat.

Saya menduga apa yang dilakukan pemerintah ini mendapat 'resep'dari teori Keynes. Terlepas dari atas nama kemanusia dan program pro rakyat sebab rakyak sangat membutuhkan di tengah pandemi ini, pernyataan ekonom besar Inggris itu ada benarnya.  

Seakan pemerintah direkomendasikan kembali oleh Keynes agar  pemerintah membelanjakan, membelanjakan dan membelanjakannya demi  mengatasi jatuhnya permintaan, supaya ekonomi Indonesia tidak terseret di atas tumpukan pengangguran dan PHK.

Kaum Keynesian pasti bertepuk tangan dan bersorak gembira, karena konon, teori ini dulu mendapat perlawanan (debat) sengit. Virus corona telah membuka kran-kran pengeluaran publik. 

Pemerintah mencurahkan sumber daya yang besar. Hal ini tentu saja menyenangkan masyarakat yang merindukan kembalinya sentuhan pemerintah yang lebih nyata.

Namun terhadap tepuk tangan dan sorak sorai kaum Keynesian ini, kita sejenak berbisik, sampai kapan negara 'jor-jor'-an mengucurkan dana. Penyelamatan ekonomi dengan pengeluaran publik (belanja negara) tidak lebih dari sekedar mempertahankan tatanan sosial ekonomi yang bersifat sementara. Teori Keynes pun mendapat kritikan tajam juga saat itu.

Mestinya kini, pemerintah dan kita berusaha mempersiapkan 'gaya hidup baru' (the new lifestyle). Kita berusaha beradaptasi saja dengan perjuangan panjang menghadapi Covid-19 ini. WHO pun sudah mengatakan virus ini akan bersama kita dalam waktu yang lama (Detik 23/4). 

Mungkinkan, ke depan kita akan merasa penyakit ini seperti flu biasa, (seperti kata Wagub NTT, saat awal ketika virus ini muncul di China), dengan begitu ekonomi kita sedikit demi sedikit pulih dan membaik. Kehidupan sosial ekonomi kita mulai tertata dengan 'gaya hidup baru'masyarakatnya.

Konkretnya, saat -- saat ini kita sudah diperkenankan 'gaya hidup baru itu', secara sadar atau tidak. Membiasakan cuci tangan hingga kerja dari rumah. 

Ke depan, sekolah tanpa gedung, kampus tanpa ruangan kuliah, kantor hanya di atas tombol-tombol laptop, dan mau makan dan belanja hanya geser -- geser layar hp. Rumah ibadah pun di layar kaca saja. 

Bisa jadi, ke depan negara sebesar genggaman tangan. Urusan administasi kependudukan tidak seribet sekarang, kita mungkin tidak perlu RW, desa, kecamatan, kabupaten dan propinsi. Kita terpusat. Kita tidak ada lagi sekat -- sekat dan kluster berdasarkan wilayah, yang ada hanya Indonesia.

Toh, semuanya bisa jadi demikian karena 'isi periuk'kita tidak ditanggung pemerintah seterusnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun