Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Seorang anak kampung, lahir dan bertumbuh di Rajawawo, Ende. Pernah dididik di SMP-SMA St Yoh Berchmans, Mataloko (NTT). Belajar filsafat di Driyarkara tapi diwisuda sebagai sarjana ekonomi di Universitas Krisnadwipayana, Jakarta. Terakhir, Magister Akuntansi pada Pascasarjana Universitas Widyatama Bandung. Menulis untuk sekerdar mengumpulkan kisah yang tercecer. Blog lain: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seribu Lilin Tolak Human Trafficking di Hong Kong

22 Agustus 2016   07:44 Diperbarui: 24 Agustus 2016   10:59 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampak Sr Rita, RGS, Pdt Aries Ilu, Rm Heribertus Hadiarto, SVD sebagai tokoh agama. Foto: KKIHK

Ratusan buruh migran menggelar aksi unjuk rasa damai. Sembari menyalakan seribu lilin. Mereka berasal dari gabungan beberapa organisasi, seperti MATA (Migran Anti Trafficking Alliance) yang dipimpin Mbak Ariany dan Joey Loko Day, juga KKIHK (Komunitas Katolik Indonesia Hong Kong). Malam seribu lilin ini dilaksanakan di depan gedung KJRI, Jl Leighton 127-129 Causway Bay, Hong Kong, Minggu (21/8) malam.

Sebagian peserta aksi solidaritas BMI Hong Kong. Foto:KKIHK
Sebagian peserta aksi solidaritas BMI Hong Kong. Foto:KKIHK
Sebagaimana dikatakan Erlin Ermelinda, aksi malam cahaya seribu lilin ini dilakukan sebagai salah satu cara mengungkapkan rasa keprihatinan mendalam sesama buruh migran atas kasus human trafficking yang marak terjadi di tanah air. Mereka menyerukan pentingnya pengawasan dan perlindungan terhadap buruh migran di negara mana pun berada. Sambil menyanyikan yel-yel, para buruh migran menyerukan, Stop Human Trafficking dan Save NTT.

Sebagian peserta aksi solidaritas BMI Hong Kong. Foto:KKIHK
Sebagian peserta aksi solidaritas BMI Hong Kong. Foto:KKIHK
Malam seribu lilin ini terkhusus merenungkan para korban perdagangan manusia yang terjadi di Indonesia Timur. Beberapa buruh migran asal NTT sudah menjadi korban, salah satunya Yulfrida Selan (19).

Seperti diberitakan, Yulfrida Selan meninggalkan kampung halaman tanpa sepengetahuan keluarga sejak September 2015. Pada 13 Juli 2016, petugas BP3TKI Propinsi NTT Jonas Bahan memberitahu keluarga, Yufrinda meninggal gantung diri di dapur rumah majikan tanggal 9 Juli 2016. Ketika jenazah Yulfrida diserahkan, keluarga menemukan kejanggalan; semua identitas korban dipalsukan dan berita acara penyerahan tertanggal 11 Juli padahal jenazah baru diserahkan 14 Juli 2016. Juga keluarga korban sangat menyesalkan akan organ-organ dalam korban yang turut hilang.

Tampak Sr Rita, RGS, Pdt Aries Ilu, Rm Heribertus Hadiarto, SVD sebagai tokoh agama. Foto: KKIHK
Tampak Sr Rita, RGS, Pdt Aries Ilu, Rm Heribertus Hadiarto, SVD sebagai tokoh agama. Foto: KKIHK
Solidaritas atas nama kemanusiaan dengan menyalakan seribu lilin ini diharapkan pemerintah RI lebih peka dan peduli terhadap persoalan memperjual-belikan manusia. Buruh migran menuntut keras agar pemerintah mengupas tuntas masalah ini agar tidak terjadi lagi korban-korban lain. Pula, aksi ini mengajak seluruh masyarakat segera membuka mata, menolak keras tawaran menggiurkan bekerja di luar negeri dengan cara-cara yang tidak bernurani dan berperikemanusiaan.

Selain ratusan buruh migran dari berbagai suku dan agama di Indonesia, hadir pula tokoh dan pemuka agama seperti Romo Heribertus Hadiarto, SVD dan Sr Rita RGS (pendamping KKIHK), serta Pendeta Aris Ilu dari GMKIH.

Sebagian peserta aksi solidaritas BMI Hong Kong. Foto:KKIHK
Sebagian peserta aksi solidaritas BMI Hong Kong. Foto:KKIHK
"Mari kita semua, bersama-sama berjuang menolak dengan tegas, sekali lagi dengan tegas, kita menolak human trafficking. Katakan; Stop Human Trafficking, Save NTT dan Save Indonesia", kata Romo Heribertus Hadiarto, SVD.

Selain menyalakan lilin, aksi solidaris ini membawakan orasi, pusis, nyanyian dan musik gendang. Doa bersama pun didaraskan sebagai bentuk keprihatian sesama buruh migran. Suasana haru dan isak tangis nampak menyelimuti peserta ketika Yuliana membacakan puisi “Perempuan” dan diiringi lagu gugur bunga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun