"Hm, baiklah, tapi saya harap tak sampai bikin kegaduhan yang tidak semestinya."
Â
LMBdKM mencoba membuka katup sisi kemanusiaan lain seperti kerinduan dan cinta. Melalui tokoh "aku" yang melantunkan lagu-lagu berlatar tentang desa, sawah, bukit, gunung, laut, petani, pedati, kereta api akan memantik kerinduan bagi siapa saja yang masa kecilnya dihabiskan di desa. Tema lagu yang dipilihnya akan mengundang imajinasi bagi para siswanya. Hal tersebut dilakukan tokoh "aku" dengan tidak memandang siapa pun mereka, dengan latar sosial apa pun. Para siswanya suatu saat nanti akan merasakan kerinduan cerita-cerita masa lalunya, Â mengingat budaya yang membesarkannya, dan latar yang dipijaknya. Rentetan romantisme cerita masa lalu membuat suasana kehidupan termasuk di kelas menjadi tenteram. Rasa ingin kembali ke kampung halaman menjadi nilai mahal bagi manusia-manusia urban yang telah hidup di belantara kota.
Selalu hanya kupilih lagu kanak-kanak yang mengalun tenang. Lagu kanak-kanak masa kecilku yang bersenandung tentang desa, sawah, laut, petani, pedati, kereta api, dan dunia yang bermain yang tenteram.
Dalam LMBdKM juga bercerita persoalan cinta, hal esensi kehidupan manusia. Cinta manusia yang satu dengan yang lain dihidupi terus menerus oleh tokoh "aku", tokoh "Rien", dan tokoh "Vindia". Atensi sebagai manifestasi cinta terus berkembang subur dan dihidupi oleh ketiga tokoh tersebut. Tokoh "aku" yang menggesek biola pada saat pembelajaran matematika yang diampunya adalah bentuk perwujudan cinta. Ia dengan tulus mencoba mengurai ketegangan para siswa saat belajar matematika. Pada saat yang sama, tokoh "aku" merindukan tokoh "Rien" yang absen masuk sekolah sebab kesehatannya terganggu. Kerinduan hadirnya seseorang adalah bentuk adanya sebuah harapan dan cinta yang dialamai tokoh "aku". Di sisi lain, cinta juga tumbuh subur antara tokoh "aku" dengan tokoh "Vindia". Ikatan cinta kedua tokoh tersebut tergambar pada gestur keduanya.
Suatu hari Rien absen. Bangkunya kosong. Saat itulah aku sadar bahwa ada harapan
tersembunyi di hatiku untuk selalu melihat kehadirannya, terutama ketika aku menggesek biola seraya melihat gerumbul semak berbunga ungu di luar jendela kelas.
Sementara itu, Vindia hanya memandangku, dan mana kala tatapanku terarah ke wajahnya, dia memandang dengan senyum.
Ia genggam tanganku dengan tatapan dalam. Senyumannya trenyuh. Guru sejarah ini memilik paras laksana laut yang tenang dan teduh. Riak ombak yang ramah selalu tampak di matanya.
Cinta senatiasa menggerakkan siapa pun untuk menyapa pada apa yang dicintainya dengan sapaan yang utuh. Sapaan utuh itulah yang menggambarkan kebesaran nilai cinta seseorang kepada yang dicintainya. Aktualisasi cinta seseorang kepada orang yang dicintainya sama sekali tidak dapat ditimbang dengan apa pun. Cinta melangkah sebagai mana adanya dengan naluri murni antarmanusia.
Jangkaplah kehadiran "Lima Menit Biola di Kelas Matematika" mampu membesut nilai-nilai kehidupan melalui kehadiran para tokohnya yang apik. Nilai-nilai kehidupan universal  yang tak memandang sekat apa-apa. Semuanya hadir hendak memperhalus akal budi manusia.