Hari ini, di GMIT secara serentak membacakan teks Lukas 1:46-56 sebagai bagian dari memaknai masa raya adven, khusus di Minggu yang keempat atau yang terakhir.
Nyanyian Maria sebagaimana yang tertera dalam Lukas 1:46-56 ini kerap dikenal dengan istilah Magnificat Maria.Â
Nyanyian ini adalah nyanyian kemuliaan atas apa yang Allah lakukan dalam kehidupannya.
Maria kini mendapatkan suatu anugerah atau karya istimewa. Dari rahimnya, akan lahir seorang penebus, yakni Mesias.
Tentu nyanyian syukur yang Maria daraskan ini adalah bentuk kesediaan tulus Maria menerima ketetapan Allah atas dirinya.
Nyanyian ini juga adalah bentuk perubahan sikap yang radikal dari Maria setelah dilanda keragu-raguan karena ia belum bersuami (Lukas 1:34).
Kendati berita itu membuat Maria kaget, tapi Maria akhirnya menerima sepenuhnya apa yang akan Allah lakukan kepada dirinya.Â
Kata Maria, Â "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu", (Luk. 1:38).
Nyanyian Maria ini, bagi penulis juga adalah nyanyian kaum pinggiran setelah kehidupannya dilihat oleh Allah.Â
Tentu apa yang tergambar dari nyanyian ini juga adalah bagian dari representasi Kristologi dari Bawah.
Kehadiran Yesus dan seluruh rangkaian pelayanan yang dilakukan olehNya selalu tak luput dari perhatianNya atas orang-orang yang terpinggirkan.Â
Kali ini, Maria yang adalah seorang perempuan muda mendapatkan kesempatan itu.
Nyanyian syukur yang Maria panjatkan ini juga mengindikasikan bahwa Maria telah siap sepenuhnya menerima banyak berita miring yang akan beredar di tengah masyarakat akan status perkawinannya.
Maria sudah berdamai dengan konsekuensi terburuk yang akan ia dapatkan. Ini menarik!Â
Di banyak kejadian hamil di luar nikah, banyak perempuan disudutkan. Bahkan mereka kerap dipandang tak pantas ada dalam persekutuan.
Bertepatan dengan peringatan Hari Ibu, 22 Desember maka melalui kisah Maria ini kita belajar tentang ketangguhan diri seorang Ibu.
Kisahnya juga merepresentasikan banyak kaum perempuan marginal karena kasus hamil di luar nikah, untuk kemudian membuktikan bahwa mereka bisa mandiri sebagai ibu.
Di pihak lain, melalui nyanyian syukur Maria ini, kita belajar tentang sikap syukur para perempuan mendapatkan anugerah seorang anak.Â
Dari rahim perempuan, keturunan itu ada.
Peristiwa ini juga menjawab janji Allah atas Abraham bahwa keturunannya akan seperti bintang di langit dan pasir di laut.Â
Ini hanya bisa terjadi melalui kehadiran seorang perempuan. Maria dan para perempuan yang diberi kesempatan mengasuh anak-anak adalah perempuan tangguh.Â
Seluruh kasih mereka curahkan untuk anak-anak mereka. Penderitaan mereka selama sembilan bulan mengandung itu pun tak berakhir.Â
Mereka masih harus berkorban tenaga, waktu, perhatian untuk anak terkasih. Selamat Hari Ibu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H