2. Kumpul Keluarga sebagai Budaya Positif
Kumpul keluarga bisa dilihat sebagai bagian dari menaruh empati terhadap sesama yang membutuhkan topangan. Kumpul keluarga juga bisa dipahami sebagai salah satu persyaratan balas jasa untuk hari depan.Â
Bagaimana caranya? Lihat saja pada acara kumpul keluarga untuk penyelenggaraan acara pernikahan.Â
Keluarga lain yang datang memberi dukungan melalui dana dengan nominal tertentu maka itu akan menjadi tolok ukur untuk nanti keluarga yang saat ini dibantu harus juga bisa membantu dengan nominal yang setara ketika nanti keluarga lain yang membantu itu melaksanakan acara yang sama.Â
Jangan lihat ini sebagai beban melainkan sebagai bagian dari meringankan beban tanggungan yang sesama rasakan. Cara ini yang terus dipelihara dan ini juga menjadi salah satu penyokong dana demi jalannya acara.Â
3. Catatan terhadap Budaya Kumpul Keluarga
Meski kumpul keluarga itu ada sisi baiknya, tetapi izinkan penulis memberi beberapa catatan sebagai upaya memantapkan budaya positif kumpul keluarga di kalangan masyarakat NTT.Â
Pertama, andai saja kumpul keluarga itu tidak terfokus pada  acara pernikahan, melainkan juga pada aspek lain seperti menyokong keluarga yang anaknya akan melanjutkan studi maka ini tentu makin bagus.Â
Ini juga akan menjadi langkah nyata untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia yang lebih berkualitas.Â
Kedua, perlu juga ditegaskan bahwa kumpul keluarga itu jangan dilihat sebagai beban balas jasa. Jika kemudian pikiran ini dipelihara maka ruang bagi masyarakat untuk berhutang terbuka lebar.Â
Ketiga, ada baiknya masyarakat NTT membiasakan diri untuk menabung agar tidak bergantung pada kumpul keluarga dan utang. Dengan begitu, stigma bahwa acara bisa menjadi sumber kemiskinan bisa dibantah.Â