Pendahuluan
Belakangan di wilayah Nusa Tenggara Timur, masyarakat dibuat gempar oleh pengakuan salah seorang guru honorer di salah satu Sekolah Menengah Kejuaran, Kota Ende yang diberi gaji Rp. 250.000, per bulan.
Pengakuan ini mendapatkan banyak reaksi, baik positif maupun negatif. Reaksi negatif salah satunya diwakili oleh seorang pejabat di Kota Ende yang mengatakan bahwa pengakuan guru itu melanggar norma dan etika.
Reaksi positif datang dari banyak masyarakat yang menganggap bahwa pengakuan itu sudah tepat dan harusnya menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah untuk lebih serius menangani masalah ini.
Penulis tidak akan langsung menjawab dimana posisi pasti penulis terhadap reaksi ini.Â
Pembaca silakan memberi tafsiran atas posisi penulis melalui uraian singkat di bawah ini terkait masalah yang disorot.Â
Besaran Gaji Honorer : Masalah Lama yang Belum Tuntas
Harus diakui bahwa problem pembayaran gaji seorang pegawai honorer di instansi kedinasan yang kerap tertunda dan rendahnya besaran dananya merupakan masalah lama yang hingga kini belum tuntas diselesaikan.
Bahkan, jika mau jujur, gaji mereka berada jauh di bawah UMP. Â Memang pegawai honorer kerap dianaktirikan.Â
Padahal mereka pun memiliki tupoksi tugas yang hampir sama dengan seorang aparatur sipil negara. Gaji yang rendah, tidak sebanding dengan beban kerja yang mereka kerjakan.Â
Karl Marx mungkin benar ketika menjabarkan tentang konsep kapitalisme yang secara struktur itu dipegang oleh mereka yang berstatus lebih tinggi dan terpandang dalam suatu instansi.