"Kami menulis untuk merasakan kehidupan dua kali, pada saat ini dan dalam retrospeksi." -- Anais Nin
Gagasan di atas menarik untuk disimak. Memang menulis itu adalah bagian dari mendalami konteks dan ide.Â
Orang-orang yang menulis selalu terbenam dalam realitas masa kini dan kenangan masa lalu.Â
Menulis memang selalu ada dalam titik menjembatani kedua dimensi waktu ini-masa lalu dan masa kini. Tetapi juga menghubungkan kita ke masa depan melalui proyeksi.Â
Menulis selalu menantang seorang penulis untuk ada dalam dimensi waktu. Ia juga akan menguji kemapanan dan serentak kekurangannya menganalisa masalah dari waktu ke waktu.Â
Menulis juga adalah bagian dari menafsir. Sumber dari penafsiran itu ada pada materi bacaan dan konteks. Anggap saja materi itu adalah nilai ideal dan konteks adalah realitas.Â
Nilai ideal dan realitas kadang saling tumpang-tindih. Tetapi kadang juga sejalan.Â
Seorang penulis harus bisa menunjukkan tendensi dan titik temu dari kedua hal ini. Dengan demikian, nalar dan ingatan terus dilatih.Â
Nalar itu berkaitan dengan kemampuan menganalisa masalah secara logis dan ilmiah. Sedangkan ingatan itu adalah daya menyimpan apa yang diketahui sebelumnya.Â
Nalar juga adalah upaya meningkatkan daya imajinasi dengan bantuan ingatan. Keduanya adalah paket komplit yang menjadi bekal bagi seseorang untuk mulai menulis.Â
2 bulan bergabung di Kompasiana menjadi seorang bloggers dengan status debutan sejatinya telah memacu diri saya sendiri untuk terus mengabadikan nama dan ilmu yang didapat.Â
Karenanya, saya perlu memberikan apresiasi kepada pencetus Kompasiana. Gebrakannya mendirikan blog ini sesungguhnya bagian dari peningkatan mutu nalar dan ingatan seseorang.Â
Banyak tulisan inspiratif, humor bahkan kritik terhadap banyak isu yang ada di sekitar kita.Â
Kadang kita tergelitik membaca tetapi kadang juga kening mengerut karena mencerna tulisan yang terpublikasikan di Kompasiana.Â
Menulis di Kompasiana juga telah membawa Saya pada suatu tahap penting yakni tidak muluk-muluk menyampaikan gagasan.Â
Apa yang saya tulis sedapat mungkin diupayakan agar dapat dicerna oleh semua kalangan.Â
Apalagi dengan mengusung latar belakang ilmu filsafat dan teologi, saya sadar benar bahwa dua rumpun ilmu ini masih rendah peminatnya. Tetapi ini bukan jadi alasan untuk berhenti menulis.Â
Mau bagaimanapun, ide harus tetap dinarasikan. Ilmu harus tetap dikembangkan. Dengan demikian, jalan menjadi seorang penulis otentik tetap dijaga dalam kolaborasi dengan konteks yang ada dalam masyarakat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H