Management Trainee ternyata sama dengan Penjaga Toko!
Begitulah nampaknya isi dari tulisan saudara Pras yang berjudul Sarjana Jaga Toko.
Tulisan ini merupakan tulisan pertama saya di Kompasiana. Maksud tulisan ini tidak lain adalah untuk memberikan pencerahan pada saudara Pras serta pemahaman yang lebih mendalam bagi pembaca tentang Management Trainee. Saya sangat terkejut, bahwa ternyata ada yang beranggapan sarjana di negeri ini sangat tidak dihargai hanya karena sebuah iklan recruitment Indomaret untuk posisi Management Trainee (MT). Sebagai pemilik usaha Management Consultant, hal ini sangat mengusik hati saya.
Iklan tersebut dapat dilihat disini: http://id.jobsdb.com/ID/EN/Job.asp?R=JDBID034454182
Management Trainee (saya singkat MT), pada dasarnya mirip dengan OJT (On Job Training). Program MT ini mempunyai banyak nama. Misalnya, Bank Niaga dengan PPE/EDP (executive development programme) nya, BCA dengan MDP (management development program)nya, Bank Mandiri dgn ODP nya, HSBC dengan management associates programme nya serta citibank dengan citibank management trainee programme nya. Untuk perusahaan lainnya, silahkan tanya Mbah Google.
MT merupakan sebuah program "jalan tol" untuk menapaki jenjang yang lebih tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Umumnya berkisar antara 2-3 tahun. Dalam kurun waktu itu pulalah MT akan sering di rotasi secara periodik pada tiap departemen. Contoh, 2 bulan di dept marketing, kemudian 3 bulan lagi di purchasing, lalu 1 bulan di produksi, dan seterusnya hingga jangka waktu 2 atau 3 tahun tersebut selesai.
Apa sih yang dilakukan oleh MT saat berada di tiap departemen tersebut? Apakah cuman sekedar bantu-bantu, nongkrong, ngerokok? Tentu saja tidak! Pada tiap periode rotasi itu, mereka belajar tentang proses bisnis yang ada. Dan yang paling penting, pada akhir tiap periode MT di wajibkan untuk membuat laporan dan rekomendasi. Laporan tersebut berisi segala sesuatu yang dapat diperbaiki untuk meningkatkan performance departemen terkait. Pandangan para MT ini umumnya netral karena tidak memiliki tendensi apapun terhadap isi rekomendasi dan laporan yang mereka berikan.
Selain memberikan rekomendasi, periodisasi rotasi MT juga bertujuan untuk menilai kinerja MT itu sendiri. Gampangannya, untuk melihat potensi dan habit si MT. Periodisasi juga membuat MT mampu untuk melihat proses bisnis divisi secara keseluruhan. Mulai dari hubungan kinerja antar seksi dibawah departemen, hingga keterkaitan proses bisnis tiap departemen yang nantinya berpengaruh pada performa perusahaan.
Secara normal, seorang staff baru bisa dirotasi setelah bertahun-tahun kerja. Itu pun kalau ada kesempatan. Sedangkan MT dituntut menguasai dan beradaptasi dengan cepat pada pekerjaan yang berbeda. Oleh karena itu, syarat MT umumnya tidak main-main. Mulai dari GPA yang tinggi, usia muda, S1 dari universitas ternama (bahkan ada yang mensyaratkan S2), hingga adanya tes fisik untuk menguji stamina. Btw, tes fisik berbeda dengan tes kesehatan lho..
Nah, persyaratan yang berat tentu saja memiliki keistimewaan-keistimewaan tersendiri. Selain prosesnya yang bagai melaju di "jalan tol", MT umumnya mendapatkan arahan visi langsung dari GM atau bahkan Direktur Utama. Enak tho, dapat akses langsung ke pusat pemerintahan perusahaan.
Selain itu, lulusan MT memiliki pilihan untuk dibajak oleh para headhunter. Tentu saja kalau dibajak, disertai dengan iming-iming gaji lebih besar, jabatan lebih tinggi, dan lain sebagainya. Untuk detail kerjaan headhunter dan iming-imingnya bisa langsung ditanyakan Bung Haryo.
Bilamana MT tersebut menunjukkan kinerja yang sangat memuaskan, akan langsung diganjar dengan posisi middle manajerial (mulai Supervisor hingga Manager). Sekadar gambaran, struktur level jabatan biasanya seperti ini: tenaga kontrak/outsourcing -> staff -> kepala regu -> supervisor -> asissten Manager -> Manager -> General Manager -> Direktur -> Presiden Direktur / Direktur Utama.
Sedikit mirip, bilamana anda mengikuti Akmil (Akademi Militer) dan setelah lulus langsung berpangkat Letda (Letnan Dua). :D
Namun juga harus di ingat, bahwa ada juga yang tidak mampu menyelesaikan program MT-nya. Hal ini biasanya dikarenakan beratnya pekerjaan yang harus dilakukan. Alasan lain yang terbanyak adalah attitude (sikap) yang kurang baik dari MT itu sendiri. Adanya politik kantor juga kadang mempengaruhi karir MT. Khusus untuk Politik Kantor, bagi perusahaan yang telah memiliki KPI hal ini telah dapat ditekan seminimal mungkin.
Beberapa nama terkenal hasil program MT di perbankan adalah Robby Djohan, Arwin Rasyid, Laksamana Sukardi (citibank), Peter B. Stok (ppe bank niaga), Agus Martowardoyo (mt citibank), Rudi Hamdani (map bii), Sigit Pramono (mt ex.bank exim), Krisna Wijaya (lps ex. bri) hingga Burhanuddin Abdullah (pcpm bi). Kalau di dunia Perbankan, MT Citibank adalah "kawah candradimuka" perbankan Indonesia. Sedangkan untuk dunia manufaktur, Astra adalah biangnya.
Nah, semoga tulisan saya dapat memberikan pencerahan dan pemahaman. Bahwa MT sangatlah jaaaaaauuuuuuhhhh berbeda dengan penjaga toko. Sehingga kesimpulan akhirnya, harga sarjana kita tidaklah semurah yang dibayangkan.
Ada yang berminat menjadi MT?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H