Mohon tunggu...
Masrokhin
Masrokhin Mohon Tunggu... Dosen - Traveler yang meminati mazhab Geertzian

Memenuhi perintah belajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Surabaya

Pergi, Tujuannya Memang Terminal Bungurasih

5 Januari 2025   09:11 Diperbarui: 5 Januari 2025   09:25 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : Dokumen Pribadi

Public Trans

Ternyata sudah lama banged aku nggak masuk terminal Bungurasih Sidoarjo-Surabaya. Terasa, sudah lama banget. Layout terminal sudah berubah jauh dari kenangan terakhir dulu dolan naik bis ke Bungurasih. Ke Surabaya-ku dulu (tepatnya kami, saya dan seorang kawan) lebih sering untuk tujuan yang nggak jelas-jelas amat (baca: tujuannya jelas banget, ke Bungurasih). Muqaddimahnya sering begini:

"Nang Suroboyo ayo"

"Ape lapo?"

"Kangen lambene arek terminalan"

"Ayo"

Begitulah. Kami ke Surabaya untuk wisata budaya. Dapatnya bisa seperti ini:

"Pak, numpang tanya, ini kalo tempat buang air dimana ya ?"

"Buang air kecil apa besar?"

"Buang air kecil"

"Kalo buang air kecil itu di sana bisa (sambil nunjuk bunyi toilet di ujung bangunan). Kalo buang air besar jangan di sini, kono nang kali, sing adoh, nek nang kene nggarai banjir ngko (sana ke sungai, yang jauh, kalau di sini bisa menyebabkan banjir)". Air kecil -- air besar dimaknai sebagai jumlah air, bukan istilah untuk kencing dan berak.

Kami kemudian tertawa ngakak (dan itulah destinasi wisata kami) sementara si penanya tadi bingung nggak paham si bapak, yang sepertinya, ahlul-terminal (bisa petugas terminal, calo tiket, kondektur, copet, atau apa lah) itu ngomong apa.

Di Bungur, turun dari bis, langsung ke masjid. Sholat ? Tidak dong. Di situ biasanya sekitar jam 10 pagi. Di samping masjid ada warung makan dimana kalo aku yang pesen menu dengan kosakata bahasa Madura selalu dijawabi dengan bahasa Jawa, dan kalo kawanku yang request dalam bahasa Jawa Solo justru dijawabi Meduroan. Iya, mother tongue-ku asli Jawa Sragen, dan mother tongue kawanku itu Madura kabupaten Gresik

Pulang dari Surabaya, selepas wisata budaya di Bungurasih dan seringkali sambung ke TP (Tunjungan Plasa), JMP (Jembatan Merah Plaza), atau tempat lain di Surabaya, mesti selepas Ashar. Itu, hanya untuk ngepasno bisa ikut bis bumel Ak*s dengan mesin mersi dan suara seruling rem anginnya yang aduhai. Sekarang bis itu sudah entah kemana. Sudah purnatugas sepertinya.

Kali ini, tidak seperti itu lagi. Pulang ke Jombang, ngebis ikut yang trayek Surabaya - Blitar full tol dengan bis medium. Bagaimanapun, tetep lebih nyaman bis tronton: gede luegaa tanpa goncangan. Ini mbelani ikut yang medium untuk bisa komparasi. Karena, ini yang pertama kali. Eh nggak ding. Karena trayek yang medium itu lewat depan rumah dan full tol. Total 12:35 Bungur dan 13:55 Cukir Jombang. Sekali naik, nggak pindah moda angkutan, sampe di tujuan

Di tol, lihat angka stabil di 80 kpj sadja. Jan rasane, ihhh...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Surabaya Selengkapnya
Lihat Surabaya Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun