Mohon tunggu...
rokhayah ok
rokhayah ok Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menyukai konten tentang kebersahajaan kehidupan kampung.

Selanjutnya

Tutup

Kkn

Masih Menunggumu

30 Juni 2024   20:16 Diperbarui: 30 Juni 2024   20:21 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku diam tak menyahut sambil membuang muka ke pemandangan luar jendela. Suasana berganti dengan deretan pohon bambu dari kejauhan. Kenapa pohon bambu itu dibiarkan berderet sepanjang itu, tanyaku dalam hati. 

" Apakah bambu itu sengaja ditanam atau dibiarkan tumbuh berderet seperti itu?" tanya seorang teman lelaki yang duduk di pintu angkot. Sungguh mewakili rasa penasaranku. Namun kupendam saja pertanyaan tadi dalam hati.

" Iya, dik. Itu Paga Nagari.  Sengaja dibiarkan tumbuh di sepanjang aliran sungai sebagai pagar kampung. Begitulah kami menjaga lingkungan kampung kami, sehingga jika angin badai menerpa perkampungan kami maka pohon bambu akan menjadi tamengnya." si supir angkot menjelaskan. Aku dan teman-temanku ber-oh....  panjang berbarengan. Lalu kami mengamati deretan pohon bambu itu dalam diam. Aku menggeleng-geleng kagum dengan filosofi masyarakat kampung yang kami tuju ini. Sungguh luar biasa mereka menjaga lingkungan dengan filosofi dan kearifan lokal masyarakatnya. 

Tetiba kami sudah memasuki perkampungan saja, angkot bergerak pelan menyusuri jalan kampung yang berliku-liku dan sempit. Di sepanjang kiri dan kanan jalan perumahan penduduk rapat dan tidak teratur sama sekali karena mengikuti kontur dan permukaan tanah pegunungan. Di sepanjang tepi jalan terdapat aliran air yang kuduga berasal dari atas pegunungan. Bunga-bunga tumbuh subur dan warna-warni di halaman rumah penduduk. Dari atas angkot ini kami bisa melihat ke atas rumah penduduk yang memang terletak di atas jalan. Sungguh indah dan unik sekali alam perkampungan di daerah pegunungan. Warga sibuk memerhatikan kami yang terasa asing bagi mereka, sebagian lagi bersorak kecil. Tampaknya mereka sudah tahu akan kedatangan kami ke kampung mereka. Tanpa sengaja senyum kecil tersungging di bibirku. Semoga ini pertanda baik. 

Supir angkot mengantar kami ke kantor desa atau kantor wali nagari setempat. Di sana Pak Wali nagari dan perangkatnya menyambut kami dengan senyum bersahabat. Meski hari sudah menunjukkan gelap menjelang magrib, mereka masih semangat menunggu. 

" Iko nyo ha, nan kito tunggu-tunggu lah tibo. (Ini dia,  yang kita tunggu-tungu sudah datang)" Pak Wali mengangsurkan tangan duluan untuk menyalami kami. Ketua segera menjabat tangan pak wali. Aku bergumam di dalam hati, waduh seberapa hebat kami sampai ditunggu begini. Bisa malu ini kalau tidak bisa berbuat lebih untuk kampung ini. 

" Maaf, Pak. Sampai malam menunggu kami, " ucap ketua.

" Tidak apa-apa. Kami paham perjalanan yang ditempuh cukup jauh. Sebaiknya kita segera ke rumah tempat adik-adik akan menginap soalnya sudah menjelang malam."

Pak Wali dan beberapa warganya sibuk membantu mengangkut barang-barang kami ke rumah salah seorang warga yang memang ditunjuk untuk kami tinggali selama kami melaksanakan program KKN di kampungnya ini. Rumah tersebut kosong karena pemiliknya pergi merantau ke Jakarta dan pemiliknya sudah memberi izin untuk kami tempati. 

" Jaga rumah ini selama adik-adik tempati, silakan gunakan perabotan yang ada asal tidak merusaknya. Demikian pesan pemilik rumah ini." terang pak Wali. Kami serempak mengiyakan.  

Lebih lanjut pak Wali menjelaskan jika anggota KKN yang laki-laki tidak akan tidur di rumah ini di malam hari melainkan di rumah salah satu warga yang ditunjuk yang tidak lain adalah bibi pak Wali sendiri. Pada pagi hari teman-teman laki-laki kami akan kembali ke rumah ini untuk sarapan dan aktifitas kelompok lainnya, namun di malam hari mereka harus segera beranjak ke rumah Amak, bibi Pak Wali untuk numpang tidur karena kebetulan ada anak Amak laki-laki sepantaran kami. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kkn Selengkapnya
Lihat Kkn Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun