Mohon tunggu...
Rokhaitul Jannah
Rokhaitul Jannah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sekretaris Umum HMI Komisariat FITK Korkom Walisongo Semarang

Menulis adalah cara kita meninggalkan jejak bahwa kita pernah hidup di dunia ini.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ta'awudz: Wajibkah Dibaca Sebelum Membaca Al-Qur'an?

26 Mei 2024   10:25 Diperbarui: 26 Mei 2024   10:42 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Al-Qur'an adalah kitab suci umat Islam dan ayat Al-Qur'an seringkali menjadi sumber inspirasi dan panduan bagi umat Islam. Namun, tidak jarang ayat-ayat tersebut dipahami secara keliru, sehingga menghasilkan pemahaman yang tidak tepat. Meskipun Al-Qur'an adalah kitab suci yang menjadi panduan utama bagi umat Islam, pemahaman yang keliru dapat mengakibatkan konsekuensi yang serius. Salah satu contohnya adalah ayat An-Nahl 98:

فَاِذَا قَرَأْتَ الْقُرْاٰنَ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطٰنِ الرَّجِيْمِ

Artinya: Apabila engkau hendak membaca Al-Qur'an, mohonlah pelindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.

Ayat ini adalah salah satu dari banyaknya ayat Al-Qur'an yang salah dipahami maknanya dengan tepat. Ayat ini dipahami oleh umat Islam kebanyakan sebagai dalil hukum bahwa umat Islam diwajibkan membaca Ta'awudz sebelum membaca Al-Qur'an. Membaca Ta'awudz sebelum membaca Al-Qur'an diyakini dapat melindungi umat Islam dari godaan syaitan.  Dengan demikian, apakah mengucap Ta'awudz sebelum membaca Al-Qur'an menjadi sebuah kewajiban bagi umat Islam?

Surat An-Nahl ayat 98, yang berbunyi "Apabila engkau hendak membaca Al-Qur'an, mohonlah pelindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk", sejatinya ayat tersebut hanya ditujukan untuk Nabi Muhammad. فَاِذَا قَرَأْتَ, dhomir anta dalam ayat tersebut hanyalah tertuju pada Nabi Muhammad. Ayat yang dijadikan penenang bagi nabi bahwa apa yang di lafadzkan olehnya adalah lafadz jibril bukan lafadz syaitan. Perspektif tersebut muncul karena adanya suatu kejadian.

Pada zaman itu banyak sekali syair-syair indah yang lahir dari para penyair. Syair-syair itu mereka dapatkan dari usaha mereka bersemedi di gua-gua. Saat berada di gua mereka dirasuki oleh jin-jin yang membisikkan kepada mereka syair-syair indah tersebut. Pada dasarnya syair-syair tersebut tidaklah murni lahir dari pemikiran para penyair pada zaman itu, melainkan lahir dari bisikan-bisikan syaitan.

Di tengah hiruk-piruknya mekkah dengan syair-syair, datanglah Muhammad membawa syair dengan bait yang lebih indah. Syair tersebut ia dapatkan setelah kembalinya dari sebuah gua, yaitu Gua Hira. Syair tersebut yng sekarang kita yakini sebagai kitab suci umat Islam, yaitu Al-Qur'an.

Al-Qur'an adalah kitab yang berisi syair-syair indah yang berasal dari Kalam Allah. Karena keindahan Kalam Allah yang dibawa oleh Muhammad, maka hal tersebut menimbulkan fitnah di kalangan umat Mekkah. Mereka mengatakan bahwa kalam tersebut bukanlah datang dari Allah melainkan dari bisikan-bisikan syaitan sebagaimana para penyair yang lain.

Hal tersebut menimbulkan gejolak di hati nabi dan gejolak tersebut semakin bertambah tatkala nabi melafadzkan ayat yang diduga hasil dari bisikan syaitan, yaitu yang terdapat dalam surat An-Namj. Jibril menegaskan bahwa itu bukan ayat yang dia sampaikan, tetapi beberapa sahabat mengaku telah mendengar nabi mengucapkan ayat tersebut.

Para sahabat yang menyaksikan insiden tersebut menyimpulkan bahwa itu mungkin bentuk persetujuan nabi terhadap tawaran orang kafir, yakni perjanjian bahwa mereka akan saling menyembah tuhan satu sama lain.

Ayat yang diduga berasal dari bisikan syaitan tersebut menimbulkan keprihatinan. Selain itu ada satu kejadian penting, yaitu kerja keras nabi untuk segera menerima dan menyampaikan Kalam Allah. Nabi pernah terburu-buru dalam hal tersebut, dan itu menimbulkan turunnya teguran dari Allah, yang terdapat dalam surat Al-Qiyamah ayat 16:

لَا تُحَرِّكْ بِهٖ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهٖۗ

Artinya: Jangan engkau (Nabi Muhammad) gerakkan lidahmu (untuk membaca Al-Qur'an) karena hendak tergesa-gesa (menguasai)-nya.

Kecemasan-kecemasan Nabi seperti itulah yang menjadi sebab turunlah surat An-Nahl ayat 98 ini, sebagai bukti perlindungan nabi kepada Allah dari bisikan para syaitan. Karena jika pada saat itu syaitan merasuki nabi untuk melafadzkan ayat-ayat yang tidak benar seperti yang terdapat dalam surat An-Najm, maka ayat-ayat tersebut akan abadi hingga sekarang. Hal tersebut akan sangat berdambak pada imat Islam saat ini, baik dari segi pemikiran, pemahaman, bahkan hingga dari segi keimanan.

Dengan turunya ayat tersebut menjadi bukti bahwa syair yang disampaikan nabi adalah Kalam Allah yang dibisikkan oleh malaikat Jibril. Kemurnian dan keaslian Al-Qur'an juga ditegaskan kembali dalam surat lain, Al-Haqqah ayat 40-43. Dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa Al-Qur'an bukanlah hasil karya seorang penyair atau tukang tenung namun perkataan utusan yang mulia. Hal ini menguatkan pemahaman bahwa Al-Qur'an adalah wahyu ilahi yang murni.

اِنَّهٗ لَقَوْلُ رَسُوْلٍ كَرِيْمٍۙ وَّمَا هُوَ بِقَوْلِ شَاعِرٍۗ قَلِيْلًا مَّا تُؤْمِنُوْنَ وَلَا بِقَوْلِ كَاهِنٍۗ قَلِيْلًا مَّا تَذَكَّرُوْنَۗ

Artinya: "Sesungguhnya ia (Al-Qur'an) itu benar-benar wahyu yang diturunkan kepada Rasul yang mulia. Dan ia (Al-Qur'an) itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya. Dan Al-Qur'an itu bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengingatnya"

Dengan demikian, surat An-Nahl ayat 98 bukanlah dalil untuk wajibnya membaca Ta'awudz sebelum membaca Al-Qur'an, melainkan merupakan catatan historis dan sosiologis. Untuk menjaga keaslian Al-Qur'an sebagai Kalam Allah dengan ayat ini yang diyakini mampu melindungi nabi ari bisikan para syaitan.

Sedangkan mengenai hukum membaca Ta'awudz sebelum membaca al-Qur'an bagi umat Islam tidaklah wajib. Karena dengan membaca atau tidak membacanya umat Islam sebelum membaca Al-Qur'an tidak akan merubah lafadz Al-Qur'an, karena lafadznya telah tertulis dengan jelas.

Umat Islam seharusnya lebih bisa memahami makna ayat dan cara penggunaannya  melalui kisah Asbabun Nuzulnya. Setelah itu bisa menyambungkan dengan ayat-ayat lain yang ada dalam Al-Qur'an sehingga bisa mendapatkan pemahaman terhadap agama dengan penuh, dalam, dan tepat. Agar pada akhirnya tidak terjadi lagi kesalahan dalam memfungsikan ayat Al-qur'an.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun