Sembari mengutuk hari langkah ini terus berlari, menuju barat dahi mentari.
Aku benci kalian kawan, yang selalu berharap menginjak awan, tidak kah kau lihat dirimu laksana hewan, menyiakan ibumu sebagai anugerah indah tuhan.
Sembari mengutuk hari langkah ini terus berlari, menuju barat dahi mentari.
Kalian tahu rasa asin air mata? Atau kalian tidak tahu rasa Kehilangan Sebongkah cinta?
Ketika kalian rindu ibu, dia di sampingmu,Â
Kalian tumbuh dewasa, di rawatnya lah tanpa putus asa.
Kalian lupa makan, di suaplah satu suap dua suapan, tanpa di sadari jatah dia pun sudah kalian habiskan.
Sembari mengutuk hari langkah ini terus berlari, menuju barat dahi mentari.
Jika lah kalian sakit panas, maka ibu adalah Orang pertama yang merasakan cemas,Â
Ya tuhan dia bagaikan emas.
Rasakan saat ibu memijat kalian dengan lembut dan halus, ada rasa kasih sayang yang tulus.
Kalian pernah terbangun di tengah malam, ibumu tengah menangis dalam doa yan membuat dirinya terus tenggelam, mendoakanmu agar selalu kuat hidup di dunia kejam.
Sembari mengutuk hari langkah ini terus berlari, menuju barat dahi mentari.
Ibu,kamu dimana,Â
Aku rindu hadiahmu tempo hari, kau mengelus rambutku, anakmu yang tidak tahu diri,
Ibu, senyummu selalu berseri, samar-samar ku lihat di dahi mentari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H