Mohon tunggu...
roiyatulain
roiyatulain Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

seorang mahasiswa ilmu komunikasi :)

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Bahasa Sebagai Cermin Gender Pada Series Anne With An E Season 2 (2018)

16 Desember 2024   10:53 Diperbarui: 16 Desember 2024   10:58 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Anne dan Diana yang kesal karena tidak jadi pergi ke pesta  (Sumber: Netfilx. Anne With An E, 2018)

Komunikasi global telah dipermudah oleh kemajuan teknologi dan berbagai media yang mendukung setiap prosesnya. Film atau acara televisi (serial) merupakan salah satu media yang sangat unik dalam cara mengkomunikasikan ide dan pesannya. Salah satu topik yang banyak diangkat pada film dan serial adalah gender, yang juga telah menjadi topik penting dalam studi komunikasi. Sebagai contoh, Serial Anne with an E yang merupakan adaptasi dari novel klasik Anne of Green Gables, yang ditayangkan di layanan streming Netflix pada 2017-2019 ini menyajikan pandangan baru tentang gender melalui perspektif karakter utama yakni Anne Shirley, dan beberapa karakter pendukung lainnya. Serial ini melalui komunikasi bahasa dan visualisasi mampu menyajikan representasi gender yang kompleks, menyoroti bias gender yang tercermin dalam bahasa, konteks, gambar, dialog dan adegan yang digambarkan.

Bahasa Sebagai Alat Representasi

Perubahan dan perkembangan sosial masyarakat tercermin dalam bahasa yang digunakan di media. Pada serial Anne with an E season 2 tahun 2018, bahasa digunakan sebagai alat untuk mencerminkan bahkan membentuk identitas gender setiap karakter. Pilihan kata dan bahasa misalnya, yang sering kali digunakan untuk memperkuat stereotip gender. Dialog yang mendukung kesetaraan gender, karakter progresif yang mengkritik norma tradisional, hingga penggunaan bahasa inklusif juga menunjukkan perubahan persepsi terhadap isu gender. Selain itu, melalui dialog atau monolog yang mendalam, bahasa juga berfungsi sebagai alat komunikasi sekaligus cara untuk menciptakan, mendiskusikan, dan memperdebatkan isu-isu gender dalam masyarakat.

Tokoh utama Anne Shirley, melalui dialog verbalnya secara konsisten menantang stereotip gender yang kaku pada zamannya seperti mempertanyakan gagasan bahwa perempuan hanya cocok untuk tugas-tugas domestik, dia juga menunjukkan perlawanan terhadap norma-norma gender tradisional melalui tindakan non verbal dalam keberaniannya menghadapi orang dewasa yang meremehkannya. Berfokus pada serial Anne with an E season 2 tahun 2018 pada episode 7 dan 8 dan didukung dengan beberapa teori yang cukup membantu penggambaran bahasa dalam cermin gender, kita bisa melihat banyak hal melalui dialog yang disampaikan Anne dan karakter lainnya.

Perfomativitas Dan Dominasi Bahasa

Pada episode 7 terdapat adegan Anne dan Diana ingin menghadiri pesta bibi Josephine namun terhalang berangkat dikarenakan ayah Diana sakit dan tidak bisa mengantarnya, Anne berkata pada Diana "tak masuk akal wanita dilarang berpergian tanpa teman pria". Setelah berfikir, Anne dan Diana akhirnya mendapatkan ide untuk pergi ke pesta dengan meminta Cole untuk pergi bersamanya, akhirnya kedua orang tua Anne dan Diana menyetujui kepergian mereka.

Adegan ini mencerminkan teori perfomativitas dari Judith Buttler, dimana stereotip bias gender ditunjukkan begitu kuat. Pada dialognya, Anne sadar ada ketidakadilan tentang aturan khusus yang melarang perempuan bepergian sendiri tanpa pendamping laki-laki, ini menunjukkan bagaimana norma sosial memandang perempuan sebagai makhluk yang lemah dan membutuhkan perlindungan laki-laki, dan tentunya akan membatasi kebebasan mereka. Disini, perempuan ditempatkan pada posisi subordinasi dan bergantung pada laki-laki. Kehadiran Cole sendiri merupakan tindakan yang mendukung kinerja gender tersebut, dia menjadi objek "alat" yang hanya diperlukan untuk memenuhi norma sosial. Aturan ini juga mengungkapkan bagaimana norma sosial lebih ketat mengatur perilaku perempuan dibandingkan laki-laki.

Bias gender dan patriaki juga diperlihatkan pada episode 8, dimana terdapat adegan Prissy mendatangi Mr. Philips yang merupakan guru sekaligus kekasih yang telah melamarnya. Ia mengatakan "aku berjanji mencari cara menyeimbangkan kuliah dan pernikahan. Kau tak akan terabaikan" sambil mengenggam tangan Mr. Philips meyakinkan. Melihat itu Mr. Philips menyuruh Prissy duduk dan mengatakan "Prissy sayang, aku sudah memikirkannya selama dua bulan. Setelah menikah, aku butuh baktimu sebagai istriku. Status kita sulit naik jika kau sibuk bersekolah" Prissy yang terkejut menarik tangannya, namun Mr. Philips dengan cepat menariknya kembali dan mengenggam lebih erat, suaranya menekan dia kembali berkata "itu tugas istri. Bukan begitu?" Prissy tampak ketakukan dan terbata-bata menjawab perkataan Mr. Philips "tentu saja". Dan tanpa diduga, dihari pernikahannya Prissy meninggalkan altar dihadapan semua orang.

Gambar 2. Mr. Philips mengenggengam erat tangan Prissy (Sumber: Netflix. Anne With An E, 2018)
Gambar 2. Mr. Philips mengenggengam erat tangan Prissy (Sumber: Netflix. Anne With An E, 2018)

Dinamika gender, kontrol patriarki, dan kekuatan dominasi antara Mr. Philips dan Prissy digambarkan dengan baik dalam momen ini. Bahasa yang digunakan Mr. Philips dalam dialognya, seperti "Setelah menikah, aku butuh baktimu sebagai istriku" dan dialog "itu tugas istri. Bukan begitu?", menunjukkan kekuatanya sebagai laki-laki dan perannya sebagai orang yang berwibawa (guru dan calon suami), yang menempatkan perempuan pada subordinasi, tunduk dan melayani pada suami. Selain itu, pada dialog "status kita sulit naik jika kau sibuk bersekolah" menunjukan bahwa perempuan yang melanjutkan pendidikan akan menurunkan status sosial pasangannya, dialog ini juga digunakan untuk mengontrol keputusan Prissy yaitu mengorbankan kepentingan pribadinya.

Dale Spender dalam bukunya "Man Made Language" juga mengatakan bahwa bahasa telah dimanfaatkan oleh kelompok yang dominan (biasanya laki-laki) untuk menekan kaum perempuan. Ini menggambarkan bahwa bahasa laki-laki dan perempuan tidak lepas dari kontruksi sosial, dimana masyarakat membudayakan hubungan sosial laki-laki dan perempuan tercermin dalam bahasa yang mereka pergunakan sehari-hari. Dalam teori dominasi, pada adegan ini terlihat jelas Mr. Philips yang mempertahankan dominasi fisik dan emosinya dengan menggunakan kontrol verbal dan non verbal seperti penggunaan bahasa manipulatif dan tindakan fisik mengencangkan cengkeramannya pada tangan Prissy, untuk memberikan tekanan atau paksaan. Prissy merasa terjebak dalam norma yang tertanam kuat akan tanggung jawab seorang istri, seperti yang terlihat dari responnya yang terbata-bata dan tertekan. Namun, pada adegan selanjutnya yang memperlihatkan pemberontakan Prissy sangatlah berkaitan dengan teori performatif juga, yang mana dia memilih untuk meninggalkan altar pada hari pernikahannya merupakan perlawanannya terhadap norma gender dan kontrol patriarki.

Gambar 3. Prissy meninggalkan altar di hari pernikahannya (Sumber: Netflix. Anne With An E, 2018)
Gambar 3. Prissy meninggalkan altar di hari pernikahannya (Sumber: Netflix. Anne With An E, 2018)

Masih di episode 8, terdapat juga adegan Anne yang sedang menyiapkan makanan dengan Matthew, dia berdialog "ingat saat aku ingin menjadi pengantin, tapi bukan istri?" Matthew menjawabnya "kau sudah katakana itu sejak hari pertama kita bertemu". Anne membalas lagi "aku rasa aku harus membayangkan ulang pernikahan. Ini bukan hanya momen singkat berpakaian putih atau berkata "aku bersedia". Aku tak akan menyerahkan diri pada seseorang dan menjadi properti indah yang tanpa pendapat dan ambisi. Kami akan setara dalan bermitra, bukan hanya suami dan istri. Dan tak seorangpun meninggalkan hasratnya. Aku punya nama baru untuk kedua belah pihak, karena aku percaya sebutannya harus sama. Teman hidup". 

Gambar 4. Anne mengungkapkan keinginannya tentang pernikahan yang setara(Sumber: Netflix. Anne With An E, 2018)
Gambar 4. Anne mengungkapkan keinginannya tentang pernikahan yang setara(Sumber: Netflix. Anne With An E, 2018)

Adegan dengan dialog panjang ini, Anne menunjukan ketidaksetujuannya terhadap konsep tradisional pernikahan yang seringkali bersifat patriarki, yang juga menyoroti subordinasi perempuan. Stereotip bahwa perempuan dalam pernikahan harus tunduk dan hanya menjadi "properti suami" dengan kata lain milik suami, secara tegas ditolak oleh Anne dalam dialognya "Aku tak akan menyerahkan diri pada seseorang dan menjadi properti indah yang tanpa pendapat dan ambisi" Anne juga mengungkapkan bagaimana momen simbolis pernikahan digunakan untuk mempertahankan kekuasaan laki-laki atas perempuan. Sebaliknya, Anne menganjurkan hubungan yang setara dengan menggunakan kata "teman hidup" yang menunjukkan kesetaraan, kemitraan, dan rasa hormat satu sama lain seperti dialognya "Kami akan setara dan bermitra, bukan hanya suami dan istri". 

Dialog "Ini bukan hanya momen singkat berpakaian putih atau berkata 'aku bersedia'" adalah salah satu contoh kritik Anne terhadap status perempuan yang sering kali menjadi simbol tanpa kekuatan. Ini menyoroti pentingnya menjaga ambisi dan kebebasan individu dalam hubungan, sebagaimana yang ditegaskan Anne "Dan tak seorang pun meninggalkan hasratnya" yang menggambarkan bagaimana bahasa dapat digunakan untuk melawan stereotip gender dan patriarki serta menjunjung tinggi kebebasan perempuan dalam hubungan pernikahan.

Serial ini menekankan bagaimana narasi patriarki dipertentangkan dan nilai kesetaraan melalui penggunaan bahasa verbal dan non verbal. Narasi yang diciptakan pun lebih positif, relevan dan kritis menyoroti penggambaran keberanian fisik perempuan tanpa terlihat lemah seperti Anne, yang mampu mengubah cara pandang masyarakat terhadap peran perempuan dan memberikan suara kepada mereka yang kurang beruntung. Dialog Anne yang penuh semangat dan progresif juga penggunaan bahasa yang puitis dan imajinatif untuk mengekspresikan keinginannya akan kebebasan menunjukkan bahwa perempuan memiliki suara yang berharga. Sosok Anne Shirley ini dapat menjadi inspirasi representasi perlawanan terhadap patriarki juga pesan kesetaraan gender yang sesuai di era kontemporer.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun