Mohon tunggu...
Rois Wicaksono
Rois Wicaksono Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa UIN RM SAID Surakarta

Saya mahasiswa hukum ekonomi syariah semester 5 di universitas islam negeri di surakarta. saya memiliki ketertariakn dengan menulis artikel/isu-isu yang sedang trand.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Sosiologi Hukum

8 Oktober 2024   18:15 Diperbarui: 8 Oktober 2024   18:16 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Review Buku Sosiologi Hukum

Reviewer : Rois Wicaksono (222111137)

Identitas Buku            

Penulis                        : DRS. Munawir, SH, M.Hum

Judul Buku                 : SOSIOLOGI HUKUM

Kota Terbit                : Ponorogo

Nama Penerbit         : LEMBAGA PENERBITAN DAN PENGEMBANGAN ILMIAH STAIN PONOROGO 2010

Tahun Terbit             : Maret 2010

Cetakan                       : Cetakan 1

Jumlah Halaman     : 239 halaman

Isi Bab                          : 7 BAB

ISI BAB DALAM BUKU

Sosiologi hukum adalah cabang ilmu yang meneliti hukum sebagai fenomena sosial, dengan fokus pada bagaimana hukum muncul, berkembang, dan berfungsi dalam kehidupan masyarakat. Ilmu ini berusaha memahami perilaku kolektif terkait hukum, seperti praktik, tradisi, serta pembaruan hukum. Berbeda dengan ilmu hukum tradisional yang mempelajari aturan dan kaidah secara normatif, sosiologi hukum menekankan analisis empiris terhadap praktik hukum dan dampaknya terhadap masyarakat. Dengan demikian, sosiologi hukum tidak memberikan penilaian atas benar atau salahnya hukum, melainkan melihat bagaimana hukum beroperasi dalam konteks sosial.

Terdapat beberapa topik penting yang menjadi perhatian sosiologi hukum, seperti hubungan hukum dengan sistem sosial, perbedaan sistem hukum dalam masyarakat, dan dualisme hukum yang bisa berperan sebagai alat kontrol maupun kekuasaan. Selain itu, sosiologi hukum juga menyoroti bagaimana hukum mencerminkan nilai-nilai sosial budaya, serta ketidaksetaraan antara kepastian hukum dan keadilan yang sering kali tidak seimbang. Hukum juga dianggap sebagai instrumen untuk mengubah masyarakat dan mendorong perubahan sosial.

Pada intinya, sosiologi hukum bertujuan untuk memahami hubungan antara hukum dan fenomena sosial lainnya, baik secara teoritis maupun empiris. Fungsi utamanya adalah menciptakan sintesis antara hukum sebagai alat organisasi sosial dengan prinsip keadilan, serta menjelaskan kaidah-kaidah hukum dalam konteks sosial yang lebih luas.

Pemikiran Dan Aliran-Aliran Yang Mempengaruhi Terbentuknya Sosiologi Hukum

Para ahli filsafat hukum dan sosiologi hukum telah memberikan kontribusi signifikan dalam memahami hubungan antara hukum, masyarakat, dan keadilan. Dalam filsafat hukum, berbagai aliran pemikiran muncul untuk menjelaskan dasar dan tujuan hukum. Mazhab Formalistis memandang hukum sebagai sistem logis yang tertutup, dengan Austin melihat hukum sebagai perintah penguasa dan Kelsen melalui Teori Murni menganggap hukum sebagai hierarki kaidah. Mazhab Sejarah dan Kebudayaan, seperti yang diungkapkan oleh Savigny, menegaskan bahwa hukum mencerminkan kesadaran hukum masyarakat yang berkembang dari adat istiadat. Aliran Utilitarianisme, dipelopori oleh Bentham dan Von Jhering, menekankan bahwa hukum harus meningkatkan kebahagiaan dan menjadi alat perubahan sosial. Sociological Jurisprudence, oleh Ehrlich dan Pound, lebih menekankan pada hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) dan hukum sebagai lembaga sosial. Aliran Realisme Hukum, yang dikemukakan oleh Holmes, berfokus pada peran hakim dalam menentukan keadilan melalui keputusan pengadilan.

Di sisi lain, para sosiolog seperti mile Durkheim dan Max Weber juga menyoroti hubungan antara hukum dan struktur sosial. Durkheim mengklasifikasikan hukum ke dalam dua jenis: hukum represif, yang menghukum pelanggaran moral dalam masyarakat dengan solidaritas mekanis, dan hukum restitutif, yang bertujuan memulihkan keseimbangan sosial dalam masyarakat dengan solidaritas organik. Menurutnya, hukum pidana berfungsi untuk menjaga ketertiban sosial. Sementara itu, Weber membedakan hukum dari kebiasaan dan adat melalui pemaksaan yang menyertainya. Dia mengidentifikasi empat tipe ideal hukum, dari hukum irasional dan material yang didasarkan pada emosi hingga hukum rasional dan formal yang ilmiah dan logis. Weber menyatakan bahwa ketegangan dalam sistem hukum sering muncul akibat konflik antara rasionalitas formal dan material dalam praktik hukum.

Pemikiran para ahli filsafat dan sosiolog ini menunjukkan betapa kompleksnya hukum sebagai fenomena sosial dan bagaimana hukum tidak hanya terbentuk dari aturan abstrak, tetapi juga dipengaruhi oleh dinamika sosial, budaya, dan kekuasaan yang ada dalam masyarakat.

Perkembangan Sosiologi Menurut Sejarah

Teori perkembangan unilinier berpendapat bahwa sejarah masyarakat mengikuti tahapan produksi yang berkembang secara berurutan dan evolutif. Pada tahap awal, produksi primitif terjadi dalam komunitas kecil yang terikat oleh hubungan keluarga, agama, dan bahasa, yang oleh mile Durkheim disebut sebagai masyarakat dengan solidaritas mekanis. Namun, Karl Marx mencatat bahwa dalam konteks Rusia, komunitas desa tradisional memiliki potensi untuk melampaui kapitalisme, meskipun upaya politik khusus diperlukan untuk mencapai hal ini. Ia juga mengakui bahwa struktur desa-desa yang terisolasi rentan terhadap despotisme, sehingga ia menganjurkan pemerintahan demokratis mulai dari tingkat lokal.

Model Marxian versi liberal mengkritik asumsi dogmatis teori unilinier bahwa setiap masyarakat pasti melalui tahap perkembangan tertentu, seperti kapitalisme menuju sosialisme. Model ini dianggap terlalu kaku karena tidak mengakomodasi variasi empiris dalam sistem sosial. Marx sendiri mengakui bahwa kapitalisme di sektor pertanian Rusia berbeda dengan kapitalisme "murni" karena lebih ditopang oleh negara. Selain itu, konsep "cara produksi Asia" yang diperkenalkan Marx menunjukkan adanya tipe masyarakat tradisional yang berbeda dari cara produksi berbasis perbudakan di Barat, dengan ciri-ciri seperti tidak adanya kepemilikan tanah pribadi, komunitas desa mandiri secara ekonomi, dan negara yang despotis sebagai tuan tanah tertinggi.

Struktur Sosial Dan Hukum

Teori unilinier berpendapat bahwa perkembangan masyarakat mengikuti tahapan yang teratur dan evolutif, dimulai dari cara produksi primitif yang berbasis komunitas kecil dengan ikatan keluarga dan kerabat. Namun, dalam konteks Rusia, Karl Marx melihat potensi komunitas desa tradisional untuk melampaui kapitalisme, meskipun ini memerlukan upaya politik yang spesifik. Sementara itu, model Marxian yang lebih dogmatis mengasumsikan perkembangan linier dari feodalisme menuju kapitalisme dan sosialisme, meskipun realitas empiris menunjukkan adanya variasi yang lebih kompleks. Marx juga memperkenalkan konsep "cara produksi Asia" untuk menggambarkan masyarakat di India, Tiongkok, dan Timur Tengah, yang berbeda dari model feodal di Barat, dengan ciri negara yang kuat dan masyarakat desa yang terisolasi.

Selain itu, di Asia, sistem negara terpusat dan birokrasi yang dominan membuat masyarakat stabil tetapi cenderung stagnan. Marx melihat bahwa kolonialisme Barat memperkenalkan kapitalisme ke Asia, menarik masyarakatnya ke dalam pasar dunia, tetapi tanpa mengubah struktur sosial yang mendasar. Perkembangan kapitalisme global pun menghasilkan variasi yang berbeda, termasuk kapitalisme dependen di negara-negara Dunia Ketiga, yang memperkuat ketergantungan ekonomi akibat eksploitasi kolonial. Dalam hal ini, hukum berperan dalam mendukung dominasi kapitalisme global, dan untuk itu, penting bagi sosiologi hukum di Asia untuk mengembangkan pendekatan yang berfokus pada perspektif Asia, sambil tetap berinteraksi dengan konsep-konsep Barat.

Perubahan-Perubahan Sosial Dan Hukum

Sosiologi hukum adalah cabang ilmu yang mengkaji hubungan antara hukum dan masyarakat, terutama bagaimana kaidah hukum berfungsi dalam kehidupan sosial. Masyarakat dapat dianalisis dari segi struktural yang mencakup norma-norma, lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok, serta lapisan sosial, dan juga dari dinamika sosial yang menggambarkan proses interaksi yang terus berubah. Proses-proses sosial tersebut tidak hanya menciptakan perubahan konstan dalam masyarakat, tetapi juga membentuk arah perkembangan hukum yang sejalan dengan kebutuhan sosial.

Kaidah sosial, termasuk hukum, berperan untuk menjaga ketertiban dalam interaksi manusia. Namun, tidak selalu terjadi kesesuaian antara hukum yang tertulis dengan perilaku nyata di masyarakat. Max Weber menekankan pentingnya otoritas hukum dan melihat tugas sosiolog sebagai memahami hukum dalam konteks sosial. Sementara itu, H.L.A. Hart membedakan antara aturan utama dan sekunder dalam hukum, yang mendukung kewajiban sosial. Paul Bohannan mengemukakan konsep reinstitutionalization, yaitu bagaimana norma sosial menjadi bagian dari sistem hukum untuk menyelesaikan konflik. Bagi Hobel dan Liewellyn, hukum adalah mekanisme pengendalian sosial yang membantu menjaga keutuhan masyarakat.

Masalah Sosiologi Hukum Praktis

Perubahan sosial dalam masyarakat sering kali dipicu oleh faktor internal seperti dinamika nilai-nilai sosial dan pola interaksi, serta faktor eksternal seperti pengaruh budaya luar dan globalisasi. Perubahan ini dapat menyebabkan ketidakselarasan antara struktur hukum yang ada dengan realitas sosial yang baru, menciptakan ketidakseimbangan yang dikenal sebagai social lag. Ketika hukum tidak dapat mengikuti perubahan ini, masyarakat bisa mengalami disorganisasi dan keadaan anomie, di mana norma-norma sosial tidak lagi jelas dan menimbulkan ketidakpastian. Dalam situasi ini, hukum berperan penting sebagai instrumen untuk mengembalikan keteraturan sosial.

Hukum juga dapat berfungsi sebagai alat perubahan sosial melalui konsep social engineering, di mana peraturan perundang-undangan dirancang untuk mempengaruhi perilaku masyarakat dan mengarahkan perkembangan sosial sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Untuk memastikan efektivitasnya, hukum harus disusun dengan mempertimbangkan sasaran yang spesifik serta tatanan masyarakat yang berlaku. Perumusan hukum yang baik memerlukan adaptasi terhadap kebutuhan sosial yang terus berkembang dan harus didukung oleh perangkat hukum yang memadai, seperti penegak hukum yang kompeten serta sistem yuridis yang responsif terhadap dinamika sosial.

Penegakan Hukum, Penyuluhan Hukum, Dan Kesadaran Hukum

Penegakan hukum di suatu negara melibatkan berbagai lembaga dan individu yang memiliki tanggung jawab untuk menerapkan hukum secara adil dan efektif. Lembaga-lembaga ini mencakup pengadilan, kepolisian, dan kejaksaan, serta peran penting individu seperti hakim, jaksa, dan petugas polisi. Penelitian mengenai penegakan hukum mencakup analisis proses peradilan, pengusutan, penahanan, dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Pendekatan sistem teori, seperti yang diusulkan oleh Glendon Schubert dalam konteks pengamatan terhadap hakim di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa perilaku hakim dapat sangat memengaruhi hasil keputusan hukum. Selain itu, penelitian juga mengungkap dilema yang dihadapi oleh polisi dalam menjaga ketertiban umum sambil tetap menghormati hak asasi manusia.

Selain penegakan hukum, penyuluhan hukum juga menjadi aspek penting dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Difusi hukum, melalui ceramah, media massa, dan tulisan, berperan dalam penyebaran informasi hukum yang relevan. Namun, tantangan dalam penerangan hukum terletak pada keseimbangan antara menjaga ketertiban dan memberikan kebebasan kepada masyarakat. Pendekatan multidisipliner yang melibatkan psikologi dan sosiologi sangat diperlukan untuk memastikan efektivitas penyuluhan hukum, dan pemilihan media yang tepat harus disesuaikan dengan audiens yang dituju, seperti menggunakan televisi untuk siswa sekolah. Kesadaran hukum juga merupakan bagian integral dari kebudayaan masyarakat, mencerminkan nilai-nilai dan kaidah yang dianut. Di Indonesia, hukum adat menggambarkan karakteristik masyarakat yang bersifat komunal dan religius. Memahami hubungan antara hukum dan kebudayaan penting untuk membangun sistem hukum yang lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat.

REVIEW

Kelebihan buku

  • Pendekatan Multidisipliner, Buku ini menggabungkan berbagai disiplin ilmu seperti filsafat hukum, sosiologi, dan sejarah, memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang hukum sebagai fenomena sosial. Ini membuat pembaca tidak hanya melihat hukum dari sisi normatif, tetapi juga dari perspektif empiris dan kontekstual.
  • Pembahasan Teoritis yang Luas, Buku ini menguraikan berbagai aliran pemikiran hukum mulai dari formalisme, utilitarianisme, hingga realisme hukum. Hal ini memberi pembaca pemahaman yang mendalam tentang bagaimana hukum telah dikaji oleh para ahli sepanjang sejarah.
  • Analisis Sosial yang Mendalam, Buku ini menawarkan analisis mendalam mengenai hubungan antara hukum dan struktur sosial, serta bagaimana hukum dapat menjadi alat untuk perubahan sosial. Pemikiran tokoh-tokoh seperti Durkheim, Weber, dan Marx memberikan perspektif yang kuat tentang peran hukum dalam membentuk dan dipengaruhi oleh masyarakat.
  • Relevansi dengan Konteks Indonesia, Buku ini menyentuh aspek hukum adat dan karakteristik masyarakat Indonesia, yang menjadikannya relevan bagi pembaca yang ingin memahami interaksi antara hukum formal dan hukum adat di Indonesia.
  • Pembahasan Dinamis tentang Hukum dan Perubahan Sosial, Buku ini dengan baik menjelaskan bagaimana hukum dapat digunakan sebagai alat rekayasa sosial (social engineering) dan bagaimana hukum harus menyesuaikan dengan perkembangan sosial yang dinamis.

 Kekurangan buku

  • Pembahasan yang Terlalu Teoritis, Meskipun teori-teori hukum dijelaskan dengan baik, sebagian pembaca mungkin merasa sulit memahami konsep-konsep abstrak, terutama bagi mereka yang mencari lebih banyak contoh konkret dari penerapan teori-teori tersebut dalam kehidupan nyata.
  • Kurangnya Contoh Praktis, Buku ini kurang memberikan ilustrasi praktis atau studi kasus yang spesifik tentang bagaimana teori-teori yang dibahas diterapkan di dunia nyata. Ini dapat membuat pembaca kesulitan mengaitkan teori dengan situasi konkret dalam hukum kontemporer.
  • Terlalu Fokus pada Pemikiran Klasik, Banyak pembahasan yang terpusat pada pemikiran klasik dari tokoh-tokoh seperti Marx, Weber, dan Durkheim. Meskipun ini penting, pembaca mungkin merasa kurangnya referensi terhadap perkembangan teori sosiologi hukum yang lebih modern atau kontemporer, yang juga bisa memberikan perspektif baru.
  • Penjelasan yang Cenderung Umum, Dalam beberapa bagian, penjelasan tentang hubungan antara hukum dan masyarakat terasa terlalu umum dan tidak mengeksplorasi perbedaan spesifik yang ada di berbagai sistem hukum yang berbeda, terutama dalam konteks globalisasi dan perkembangan teknologi hukum modern.
  • Bahasa yang Akademis dan Kompleks, Buku ini menggunakan bahasa yang cukup akademis dan teknis, yang bisa menjadi tantangan bagi pembaca awam atau mahasiswa baru yang tidak terbiasa dengan terminologi hukum dan sosiologi yang kompleks.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, buku ini sangat bermanfaat bagi mereka yang ingin memahami sosiologi hukum secara mendalam, terutama dalam hal teori dan pemikiran klasik. Namun, bagi pembaca yang menginginkan pendekatan yang lebih praktis atau studi kasus, buku ini mungkin terasa kurang konkret. Kelebihan utamanya terletak pada pembahasan teoretis yang kaya, sementara kelemahannya adalah kurangnya contoh penerapan praktis dan bahasa yang bisa menjadi penghalang bagi sebagian pembaca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun