Pak Umar naik pitam, mukanya merah, matanya melotot, nafasnya ngos-ngosan kali ini guru paruh baya tersebut benar-benar marah.
"Apa mau kalian, jawab!"
"Kok tidak ada yang jawab?? Kenapa semua diam??" Pak Umar meneruskan investigasinya. Matanya was-was seakan ingin menjamah seisi kelas. Mata yang mencari mangsa tersebut terhenti pada suara seorang siswa yang menahan tawa.
"Galaaang! Kenapa kamu ketawa?" Teriaknya.
Pak Umar benar-benar naik pitam. Diraihnya buku, jurnal, dan sisa lembaran tryout yang ada di mejanya. Seakan ingin meninggalkan kelas. Perlakuan siswanya kali ini telah membuatnya geram.
Emosi itu benar-benar sudah memuncak.
Dengan nada tinggi dia berkata "Sudah begini saja sekarang. Yang tidak mau mengikuti pelajaran saya silahkan keluar!"
Kelas semakin hening, Persoalannya sebenarnya sederhana, tapi tidak bagi pak Umar. Puncak kekesalannya diluapkan dalam bentuk pengusiran seisi kelas. Semua siswa saling pandang menoleh ke kanan kiri, Ingin tahu tanggapan teman-teman disekitarnya. Tidak ada yang mengira pak Umar akan semarah itu.
“Oke. Kalau begitu saya yang keluar!” Ancamnya.
Kali ini tidak ada yang saling pandang. Suasana tidak mengenakkan. Kemudian pak Umar pun keluar kelas dan menuju ke ruang guru. Masing-masing tahu apa yang akan terjadi berikutnya.
Pengalaman hari itu tidak akan pernah terlupakan oleh pak Umar dan siswanya. Melalui peristiwa tersebut kita belajar dua hal :
Pertama, Jangan pernah memberikan ancaman yang salah pada siswa karena akan mempermalukan diri sendiri. Persoalan antara seorang siswa tersebut dengan guru berakhir tidak begitu baik, karena tidak respect kepada sang guru. Makin tidak menyenangkan yang disalahkan adalah satu kelas.
Ancaman semacam itu menunjukkan sebenarnya pihak pengajar tidak percaya pada dirinya. Ia tidak mampu mengendalikan kelas dan tersulut emosinya. Berharap dengan otoritas yang dimilikinya, ia dapat berbuat apa saja. Jelas salah tindakan seperti ini.
Kedua, tidak fair kalau hanya melihat kesalahan itu murni dari pendidik. Tidak ada asap tanpa api, tak mungkin pak Umar marah tanpa alasan pasti. Pelajaran berharga yang dapat diambil dari peristiwa ini adalah jangan membantah orang marah apalagi sampai menertawakannya. Saat guru marah sebenarnya siswa tak perlu menjawab sekatapun. Istilah dalam bahasa Indonesia disebut majas retoris.