Mohon tunggu...
Rohmat Hidayat
Rohmat Hidayat Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sejarah Shuluh (Perdamaian) dalam Arbitrase Syariah

19 Mei 2018   00:04 Diperbarui: 19 Mei 2018   00:33 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perdamaian merupakan hal yang esensial dalam kehidupan manusia, karena dalam kedamaian itu terciptanya dinamika yang sehat, harmonis dan humanis dalam setiap interaksi antar sesama. Dalam suasana aman dan damai, manusia akan hidup dengan penuh ketenangan dan kegembiraan juga bisa melaksanakan kewajiban dalam bingkai perdamaian. 

Oleh karena itu, kedamaian merupakan hak mutlak setiap individu sesuai dengan entitasnya sebagai makhluk yang mengemban tugas sebagai pembawa amanah Tuhan untuk memakmurkan dunia ini. Bahkan kehadiran damai dalam kehidupan setiap mahluk merupakan tuntutan, karena dibalik ungkapan damai itu menyimpan keramahan, kelembutan, persaudaraan dan keadilan. Itulah misi dan tujuan diturunkannya Islam kepada manusia. 

Karena itu, Islam diturunkan tidak untuk memelihara permusuhan atau menyebarkan dendam kesumat di antara umat manusia. Konsepsi dan fakta-fakta sejarah Islam menunjukan, bagaimana sikap tasmuh  dan kasih sayang kaum muslimin terhadap pemeluk agama lain, baik yang tergolong ke dalam ahl al-Kitab maupun kaum mushrik, bahkan terhadap seluruh makhluk, Islam mendahulukan sikap kasih sayang, keharmonisan dan dan kedamaian.

Dalam konteks islam perdamaian juga disebut sebagai al-sulh.  al-ulh adalah perpindahan dari hak atau pengakuan dengan konpensasi untuk mengakhiri atau menghindari terjadinya perselisihan. Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa terjadinya perdamaian setelah adanya pertikaian atau takut terjadinya perselisihan dengan melakukan upaya preventif terhadap hal tersebut. Lain lagi menurut Ibn Qudmah, al-Sulh berarti sebuah kesepakatan (ma'qadah) yang berorientsi pada perbaikan antara dua pihak yang bertikai. 

Sedangkan Prof Zuhayli mendefinisikan al-ulh sama dengan al-Hudnah yaitu berdamai (mualahah) dengan ahl al-harb (musuh perang) untuk menghentikan perang dalam batas waktu tertentu dengan konpensasi dan tetap mengakui agamanya atau tidak, meskipun tidak di bawah otoritas pemerintah Islam. Sedangkan terminologi al-amn, adalah sebuah kesepakatan untuk menghentikan peperangan dan pembunuhan dengan pihak musuh.

Dari beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa konsep al-ulh lebih umum, karena tidak spesifik berkaitan dengan perdamaian dalam posisi sebagai lawan perang. Hal ini karena al-sulh merupakan solusi atas dimensi konflik yang terjadi dalam semua lini interaksi sosial, dari komunitas yang paling kecil hingga yang paling besar.

Hal ini terlihat dari beberapa bentuk klasifikasi al-Sulh yang di antaranya adalah:

1) Perdamaian antara penegak keadilan dengan kelompok separatis (ahl al-baghy).

2). Perdamaian antara suami istri ketika takut terjadinya perceraian.

3). Perdamaian antara dua sengketa pembunuhan.

 4).Perdamaian antara kaum muslimin dengan kaum kafir.

5).Perdamaian dua sengketa dalam harta.

Sedangkan al-amn terdiri dari dua bentuk, yaitu yang bersifat khusus (khs) dan umum ('am). Perjanjian perdamaian yang bersifat khusus yaitu yang terdiri dari kelompok dengan jumlah terbatas, sedangkan yang umum adalah dari jumlah yang tidak terbatas dan yang berhak melakukan negoisasi perundingan perdamaian adalah pemimpin. Semua konsepsi pengertian perdamaian seperti yang tersurat di atas merupakan wacana damai dari sudut pandang fiqhiyah (juristik), dan itu umumnya masih dilatarbelakangi oleh adanya klasifikasi wilayah yang berdasarkan identitas agama, seperti dr al-islm dan dr al-harb.

Pengertian

Secara bahasa, kata al- shulhu ( ) Berarti artinya: 

Memutus pertengkaran / perselisihan. Secara istilah(Syara') ulama mendefinisikan shulhu sebagai berikut:

  • Menurut Taqiy al- Din Abu Bakar Ibnu Muhammad al- Husaini
  • " Akad yang memutuskan perselisihan dua pihak yang bertengkar (berselisih)"
  • Hasby Ash- Siddiqie dalam bukunya Pengantar Fiqih Muamalah berpendapat bahwa yang dimaksud al- Shulh
  • "Akad yang disepakati dua orang yang bertengkar dalam hak untuk melaksanakan sesuatu, dengan akad itu dapat hilang perselisihan"
  • Sayyid Sabiq berpenddapat bahwa yang dimaksud dengan al --Shulhu  adalah suatu jenis akad untuk mengakhiri perlawanan antara dua orang yang berlawanan.[3]

Dari beberapa definisi di atas maka dapat di simpulkan bahwa "Shulhu adalah suatu usaha untuk mendamaikan dua pihak yang berselisihan, bertengkar, saling dendam, dan bermusuhan dalam mempertahankan hak, dengan usaha tersebut dapat di harapkan akan berakhir perselisihan". Dengan kata lain, sebagai mana yang di ungkapkan oleh Wahbah Zulhaily shulhu adalah "akad untuk mengakhiri semua bentuk pertengkaran atau perselisihan.

Dasar Hukum al- Shulh

Perdamaian (al- shulh) disyari'atkan oleh Allah SWT. Sebagaimana yang tertuang dalam Al- Qur'an:

"Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat" 

(Qs. Al Hujurat : 10).

"Perdamaian itu lebih baik "(Al- Nisa:128)

Rukun dan Syarat al- Shulh

Rukun Shulh

  • Mhusalih yaitu dua belah pihak yang memiliki sengketa.
  • Mushalih 'anhu yaitu objek atau persoalan yang diperselisihkan
  • Shigat ijab kabul yang masing-masing dilakukan oleh dua pihak yang berdamai. Seperti ucapan "aku bayar utangku kepadamu yang berjumlah lima puluh ribu dengan seratus ribu (ucapan pihak pertama)". Kemudian, pihak kedua menjawab "saya terima".

Syarat- syarat Shulhu:

  • Syarat yang berhubungan dengan Musahlih( orang yang berdamai) yaitu disyaratkan mereka adalah orang yang tindakannya di nyatakan sah secara hukum. Jika tidak seperti anak kecil dan orang gila maka tidak sah.
  • Syarat yang berhubungan dengan Musahlih bih.
  • Berbentuk harta yang dapat di nilai, diserah- terimakan, dan berguna.
  • Di ketahui secara jelas sehingga tidak ada kesamaran yang dapat menimbulkan perselisihan.
  • Syarat yang berhubungan dengan Mushalih anhu yaitu sesuatu yang di perkirakan termasuk hak manusia yang boleh diiwadkan (diganti). Jika berkaitan dengan hak- hak Allah maka tidak dapat bershulh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun