Polemik Seputar Penyaliban Nabi Isa AS: Pandangan Al-Qur'an dan Perspektif Sejarah
Pendahuluan
Polemik mengenai penyaliban Nabi Isa AS telah menjadi salah satu isu krusial dalam diskusi lintas agama. Islam, Kristen, dan Yahudi memiliki pandangan yang berbeda terkait peristiwa ini. Bagi umat Kristen, penyaliban dan kebangkitan Yesus adalah fondasi dari doktrin keselamatan. Sebaliknya, dalam Islam, Al-Qur'an secara tegas menolak penyaliban tersebut dan menyatakan bahwa Isa AS tidak disalib, melainkan diangkat ke langit oleh Allah (QS. An-Nisa: 157-158).
Persoalan ini juga menjadi topik diskusi di kalangan sejarawan. Beberapa sejarawan mengandalkan catatan Romawi dan Yahudi, yang umumnya mengonfirmasi penyaliban Yesus sebagai peristiwa historis. Artikel ini bertujuan menjelaskan perbedaan pandangan tersebut dari sisi Al-Qur'an, tafsir, dan perspektif sejarah, serta menganalisis pengaruh polemik ini terhadap dialog lintas agama.
Pandangan Al-Qur'an tentang Penyaliban Nabi Isa AS :
1. Tafsir Surah An-Nisa: 157-158
Al-Qur'an dengan jelas menyatakan bahwa Nabi Isa AS tidak disalib. Ayatnya berbunyi:
"Dan (Kami hukum juga) karena ucapan mereka: 'Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah', padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) seseorang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka..." (QS. An-Nisa: 157)
Â
"Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. An-Nisa: 158)
Ayat ini secara eksplisit menyatakan bahwa:
a. Isa AS tidak dibunuh dan tidak disalib.
b. Seseorang diserupakan dengan Isa AS dan disalib sebagai gantinya.
c. Isa AS diangkat ke langit oleh Allah.
2. Konsep Penyerupaan (Syubbiha Lahum)
Kalimat "syubbiha lahum" (diserupakan bagi mereka) menjadi inti dari diskusi ini. Tafsir klasik, seperti Tafsir Ibnu Katsir, menyebutkan bahwa sosok yang diserupakan dengan Nabi Isa AS adalah Yudas Iskariot, murid yang mengkhianatinya. Tafsir lainnya menyebutkan bahwa orang yang diserupakan bisa saja seorang pengkhianat dari kalangan Yahudi.
Namun, Al-Qur'an tidak menyebutkan secara spesifik siapa sosok yang diserupakan tersebut. Oleh karena itu, banyak ulama menyarankan untuk berhenti pada makna zahir ayat dan tidak berspekulasi lebih jauh.
3. Konsep Pengangkatan Nabi Isa ke Langit
Selain penolakan terhadap penyaliban, Al-Qur'an juga menyebutkan bahwa Allah "mengangkat Isa kepada-Nya". Konsep ini dipahami sebagai pengangkatan fisik dan spiritual Nabi Isa AS ke langit. Ini sejalan dengan pandangan eskatologis Islam yang meyakini bahwa Nabi Isa AS akan kembali ke dunia menjelang Hari Kiamat untuk meluruskan penyimpangan teologis dan membunuh Dajjal.
Pandangan Sejarah tentang Penyaliban Nabi Isa AS :
1. Pandangan Kristen
Dalam tradisi Kristen, peristiwa penyaliban Yesus adalah inti dari ajaran teologi mereka. Narasi ini dijelaskan secara rinci dalam Injil Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Menurut Injil, Yesus disalib atas perintah Gubernur Romawi Pontius Pilatus setelah desakan dari para pemuka Yahudi.
Bagi Kristen, penyaliban Yesus bukan sekadar peristiwa historis, tetapi juga merupakan simbol pengorbanan demi keselamatan umat manusia. Setelah tiga hari, Yesus diyakini bangkit dari kematian, yang dikenal sebagai "kebangkitan Yesus".
2. Pandangan Yahudi
Dalam tradisi Yahudi, Isa (Yesus) dianggap sebagai nabi palsu. Para pemuka agama Yahudi pada masa itu menganggap ajaran Isa bertentangan dengan hukum Taurat. Oleh karena itu, mereka melaporkannya kepada otoritas Romawi dan meminta agar ia dihukum mati melalui penyaliban.
Namun, Yahudi tidak menganggap peristiwa tersebut sebagai sesuatu yang sakral. Dalam catatan sejarah Yahudi, Yesus hanya dianggap sebagai tokoh yang mengganggu stabilitas politik dan keagamaan Yahudi pada saat itu.
3. Perspektif Sejarawan dan Bukti Sejarah
Sejarawan Romawi seperti Tacitus dan sejarawan Yahudi seperti Flavius Josephus mencatat bahwa Yesus disalib pada masa pemerintahan Pontius Pilatus (sekitar tahun 30-33 M). Catatan ini dianggap sebagai bukti non-Kristen yang mendukung narasi penyaliban.
Namun, beberapa sejarawan modern mempertanyakan validitas narasi tersebut. Sebagian besar bukti penyaliban hanya bersumber dari literatur agama (Injil) dan beberapa catatan sejarawan sekuler. Tidak ada bukti arkeologis yang secara langsung mengonfirmasi identitas orang yang disalib tersebut.
Analisis Polemik: Pandangan Al-Qur'an vs Sejarah :
1. Perbedaan Fundamental
Penyaliban : Â Islam : Tidak disalib, tapi diserupakan
              Kristen : Disalib di bawah Pontiuspilatus
              Sejarawan : Disalib menurut catatan romawi
Kebangkitan : Islam : Tidak ada kebangkitan
               Kristen : Bangkit setelah 3 hari
               Sejarawan : Tidak mengakui kebangkitan
Pengangkatan : Islam : Diangkat ke langit oleh Allah SWT
                 Kristen : Tidak ada pengangkatan
                 Sejarawan : Tidak membahas pengangkatan
Perbedaan ini bersumber dari keyakinan masing-masing agama dan pendekatan historiografi. Pandangan Islam didasarkan pada Al-Qur'an, sementara Kristen mengandalkan Injil. Sebaliknya, sejarawan sekuler cenderung mengandalkan catatan Romawi dan bukti-bukti arkeologis.
2. Peran Israiliyat dalam Tafsir
Israiliyat adalah kisah-kisah yang bersumber dari tradisi Yahudi dan Kristen yang masuk ke dalam tafsir Islam. Beberapa tafsir yang menyebut Yudas Iskariot sebagai sosok yang diserupakan dengan Isa AS, diduga terpengaruh oleh narasi Israiliyat. Namun, banyak ulama modern menolak kisah ini karena Al-Qur'an tidak menyebutkan nama sosok tersebut secara eksplisit.
Kesimpulan
Polemik penyaliban Nabi Isa AS memperlihatkan perbedaan besar dalam pandangan Islam, Kristen, dan Yahudi. Menurut Islam, Isa AS tidak disalib, melainkan diangkat ke langit. Sebaliknya, Kristen meyakini bahwa Yesus disalib dan bangkit setelah tiga hari, sementara Yahudi menganggap Yesus sebagai pengganggu yang dihukum mati.
Sejarawan sekuler mengakui adanya peristiwa penyaliban, tetapi mereka menolak konsep kebangkitan. Mereka hanya mengandalkan sumber-sumber dari catatan Romawi dan Yahudi tanpa mempertimbangkan sisi teologis.
Referensi
1. Al-Qur'an dan Tafsir (Ibnu Katsir, Al-Qurthubi, dan Al-Misbah).
2. Injil Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes.
3. Josephus, Antiquities of the Jews.
4. Tacitus, Annals.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H