Ya, pindah ke Singapura. Sebuah negara yang luasnya hanya sekitar 710 km persegi, yang lebih kecil dari DKI Jakarta. Singapura yang konon daratannya sudah mulai terasa sempit dan selalu berusaha memperluasnya dengan reklamasi bermodal pembelian pasir laut dari Indonesia ini. Yang lebih memilukan lagi, rata-rata yang pindah adalah warga negara usia produktif yakni antara usia 25-35 tahun.
"Sekitar 1.000 orang per tahun (masyarakat Indonesia pindah jadi warga negara Singapura). Rata-rata ini usia produktif 25-35 tahun," begitu aku Silmy kepada awak media beberapa hari lampau.
Berdasarkan pengelompokan tahun, rekor data kepindahan kewarganegaraan ini terbesar terjadi selama tahun 2022 kemarin. Migrasi kewarganeraan yang terjadi mencapai 1091 orang WNI yang berpindah menjadi warga negara Singapura. Naik sedikit dibandingkan tahun sebelumnya, 2021 yang waktu itu mencapai 1070 orang.
Warga negara Indonesia yang pindah jadi warga negara Singapura paling banyak selama 2022 yakni mencapai 1.091 orang. Sedangkan selama 2021 mencapai 1.070 orang.Â
Nampaknya fenomena ini terus berjalan sepanjang tahun. Pasalnya di tahun 2023, tercatat hingga April 2023 kemarin, sudah ada sekitar 329 orang warga negara Indonesia yang pindah kewarganegaraan menjadi warga negara Singapura.Â
Hal itu sudah mengindikasikan kenaikan jika dibandingkan dengan jumlah pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai 286 orang.
Sungguh tk habis pikir, kenapa hal itu bisa terjadi? Padahal tidak ada kerusuhan, huru-hara atau hal-hal mengganggu lainnya yang terjadi di Indonesia saat ini.Â
Bagaimana mungkin warga negara Indonesia yang dilahirkan, dibesarkan, makan-minum, sekolah, menimba ilmu dan pengalaman di negeri ini, rela melepaskan kewarganeraannya dan menjadi warga negara bangsa lain?
Padahal kita tahu bahwa Indonesia menganut kewarganeraan tunggal, yang artinya jika mau menjadi warga negara lain maka seseorang harus benar-benar melepaskan kewarganegaraan Indonesianya.Â
Ada apa dengan Indonesia dan apa yang menarik dari Singapura? Apakah peluang, potensi, jaminan dan kesempatan kerja di negara kecil tersebut jauh lebih menjanjikan dan menggiurkan dibandingkan negara Indonesia yang luasnya berkali-lipat ini?Â
Kenapa warga negara yang produktif yang notabene karyanya sangat dibutuhkan oleh bangsa yang tengah gencar-gencarnya membangun infrastruktur dan menggenjot kemajuan perekonomiannya justru meninggalkannya?
Apakah para migran tersebut benar-benar orang-orang produktif yang ingin mengembangkan potensinya di negeri jiran, atau orang-orang yang melarikan diri dari jerat masalah yang menimpa mereka di Indonesia?Â
Jangan-jangan mereka adalah para kaum pelarian yang berusaha menyelamatkan harta mereka setelah puas mengeruk kekayaan dari Indonesia.Â
Bagaimana pun sudah bukan rahasia lagi bahwa Singapura merupakan salah satu surga pelarian bagi orang-orang kaya yang bermasalah dan ajang pencucian uang yang menjanjikan. Jangan-jangan, mereka hanya pindah kewarganeraan untuk menghindari jerat hukum Indonesia, namun tetap melakukan bisnis dan mengeruk keuntungan dari bumi ini.
Apa pun itu yang jelas fenomena ini tidaklah biasa-biasa saja. Banyak permasalahan yang harus diselidiki sebab musababnya yang memungkinkan kasus ini terjadi. Seribu WNI yang pindah pertahunnya, bisa jadi mengindikasikan adanya sejuta masalah yang membayangi kebijakan keliru di negeri ini. Tabik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H