Pilkada serentak 2020 yang digelar di berbagai daerah Indonesia segera tiba. Masa kampanye telah berakhir dan masa tenang harus dijalankan. Tak boleh ada iklan, tak boleh ada kampanye, orasi politik dan hal-hal lain yang terkait dengan kampanye dalam beragam bentuk lainnya.
Ironinya, justru di masa tenang inilah banyak kalangan yang tidak bisa merasa tenang. Pasalnya waktu yang kurang dari sepekan menjelang hari 'H' pencoblosan ini disebut-sebut sebagai masa kritis bagi jalan kemenangan sang kandidat yang berkontestasi.
Biasanya pada masa ini, lembaga survei profesional maupun internal yang dimiliki masing-masing paslon sudah merilis temuannya yang menjadi prediksi akan kekuatan dan peluang menang sang paslon pada hari pencoblosan nanti.
Lucunya, apapun temuan lembaga survei tersebut, menang ataupun kalah, sama-sama tidak bisa menenangkan hati masing-masing kubu. Yang terdeteksi masih kalah harus buru-buru merancang strategi emergency (darurat) untuk membalikkan keadaan, yang sudah unggul pun masih harus was-was dan menerapkan strategi ketat agar keunggulannya idak dicuri atau kecolongan oleh strategi akhir lawan yang bisa jadi mampu membalikkan keadaan.
Panasnya Pilbup Bandung
Sebuah contoh makin memanasnya suasana masa tenang ini bisa dilihat pada Pilbup 2020 Kabupaten Bandung. Menurut Tarmidzi Yusuf, seorang Pegiat Dakwah dan Sosial, jelang masa tenang di Pilbup Kab. Bandung 2020 kali ini, justru menjadi masa yang sangat menegangkan dan kritis bagi semua paslon yang berkontestasi di sana.
Suhu yang semakin gerah tersebut semakin tersulut oleh berbagai rilis hasil survei popularitas dan elektabilitas tiga pasangan calon bupati dan wakil bupati Bandung yang dilakukan oleh berbagai lembaga survei nasional.
Salah satunya adalah temuan survei Poldata yang dikeluarkan pada pertengahan Oktober 2020 lalu, elektabilitas pasangan Nomor urut 1 Nia -- Usman (NU PASTI) 48% diikuti Dadang-Sahrul (BEDAS) 32% dan posisi paling buncit ditempati DAHSYAT 20%.
Kemudian pada survei terbaru yang digelar menjelang berakhirnya masa kampanye dimana menempatkan pasangan NU PASTI sebagai pemenang Pilkada Kabupaten Bandung dengan elektabilitas 41,26%. Tetap unggul meskipun elektabilitas paslon ini turun sekitar 6,74% dibandingkan survei pertengahan Oktober 2020.Â
Sedangkan pasangan BEDAS yang berhasil mengalami kenaikan sebesar 3,88%, ternyata masih menempati posisi kedua dengan 35,88%. Posisi terakhir ditempati pasangan DAHSYAT 11,04% yang turun sekitar 8,96% dari survei sebelumnya.
Menurut Tarmidzi, hal itu menyebabkan pasangan BEDAS, berupaya mengejar elektabilitas paslon NU PASTI yang terpaut hanya 5,38% dimana NU PASTI masih unggul.
Namun hal itu berat, karena untuk menang BEDAS harus bisa merebut 9% suara swing voters dan pemilih yang berubah pilihannya. Tentunya, perjuangan tersebut akan sangat tidak mudah karena dalam 2 bulan terakhir BEDAS hanya mampu mendongkrak suara 3,88% atau hampir tiga kali lipat agar bisa menang.
Sementara itu, Swing voters yang dirilis awal Desember ini tinggal 11,82%. Hal itu membuat semakin seru dan menarik pasalnya keberadaan suara swing voters akan sangat menentukan siapa yang bakal jadi pemenang, NU PASTI atau BEDAS.
Kiat Menggoyang Kekuatan
Bahkan isu politik dinasti dan isu gender yang dihembuskan lawannya, ternyata tidak menggoyahkan kekuatan pasangan NU PASTI tersebut. Rekayasa akan munculnya kejadian "luar biasa" atau gempa politik seperti yang diharapkan pihak tertentu, ternyata juga mampu dilewati oleh pasangan NU PASTI dengan baik.
"Walaupun ada upaya pihak-pihak tertentu 'mengkriminilasi' pasangan ini melalui isu baligho Usman Sayogi dan isu Dadang M Naser melakukan kampanye terselubung untuk mendegradasi suara NU PASTI," tambah Tarmidzi.
Ketika upaya pembunuhan karakter terhadap Dadang M Naser dan Usman Sayogi tidak akan berdampak secara elektoral. Anehnya, isu baligho Usman Sayogi yang sudah SP3 diangkat lagi.
Sementara itu justru mencuatnya isu penipuan tanah terhadap Umuh Muhtar yang akhir-akhir ini kembali viral yang diduga melibatkan Dadang Supriatna dan isu cipika cipiki Sahrul Gunawan dan Nikita Mirzani, tentunya jusru akan menjadi penghalang terbesar bagi BEDAS untuk menyalib perolehan suara NU PASTI.
Tarmidzi meyakini, secara peluang kemungkinan besar NU PASTI akan keluar sebagai pemenang apabila isu dugaan penipuan yang melibatkan Dadang Supriatna kembali mencuat dan tidak dikelola dengan baik. Sebuah isu serius yang akan menjadi pukulan telak bagi pasangan BEDAS.
Potensi yang dimiliki swing voters benar-benar akan menjadi rebutan ketiga paslon. Sebuah 'pertempuran' akhir yang sangat menentukan sebagai penentu kemenangan.
"Apabila suara swing voters terdistribusi secara merata akan menguntungkan pasangan NU PASTI dengan selisih kemenangan sangat tipis dari BEDAS, yaitu sekitar 5%," pungkas Tarmidzi memprediksi. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H