Kenyataan getir yang diungkapkan Rekor UNY di atas sekilas terasa paradoks dengan maraknya demo pengurangan dan pembebasan UKT yang meledak di beberapa universitas beberapa waktu lalu.Begitu intensifnya para mahasiswa memprotes penarikan UKT penuh di masa pendemi beberapa waktu lalu hingga beberapa kali menjadi trending topik yang tentunya sangat menyentil dan menggelitik para pengelola perguruan tinggi yang diprotes.
Entah akhirnya tuntutan mereka telah diakomodir oleh pihak universitas atau tidak, yang jelas protes tersebut mereda dengan sendirinya.
Dus, cuitan Sutrisna Wibawa di atas tentunya bisa memberitahukan kepada kita bahwa tuntutan para mahasiswa itu ternyata tidak sia-sia. Entah mengurangi atau bahwa membebaskan beban UKT dengan persyaratan tertentu, yang jelas tuntutan para mahasiswa berhasil mendapatkan respon dari kampusnya masing-masing.
Sayangnya, penyelewengan dispensasi yang dilakukan oleh sebagian oknum mahasiswa seperti yang diungkapkan rektor UNY di atas merupakan pengkhianatan perjuangan yang mencoreng muka para mahasiswa itu sendiri.
Bukankah pada saat demo pengurangan atau pembebasan UKT, salah satu alasan yang diungkapkan oleh para mahasiswa adalah karena tidak ingin membebani dan memberatkan orang tua mereka.
Lalu kenapa ketika tuntutan mereka akhirnya berhasil, justru alasan agar tidak membebani orang tua di atas justru mereka ingkari?
Semoga saja kelakuan negatif di atas tidak dilakukan oleh aktivis-aktivis mahasiswa yang melakukan demo pengurangan atau pembebasan UKT di masa pandemi kemarin.Semoga saja sebagian besar mahasiswa-mahasiswa Indonesia, masih mampu kita harapkan untuk menjadi agen perubahan (agent of change), menjunjung tinggi idealisme dan moralitas luhur, serta pejuang yang berani bagi kesejahteraan dan keadilan. Tabik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H