Hasilnya ternyata sangat berbeda dengan postingan dan komentar yang dilontarkan oleh pemberi respon gelombang pertama. Bahkan mereka berusaha mencari sumber-sumber terkait yang disebut postingan tersebut hingga mendata kronologi munculnya postingan itu.
Menurut temuan mereka, kronologi munculnya postingan poster iklan klepon tidak islami, bukanlah benar-benar iklan yang diluncurkan oleh toko penjual kurma. Melainkan sebuah postingan yang memiliki tujuan sarkasme dengan memakai strategi false flag.
Analisis ini disimpulkan seelah kelompok ini mencoba menelusuri (tracking) nama 'abu ikhwan aziz' yang disebutkan sebagai pembuat iklan. Ternyata akun sosmed, maupun toko kurma dengan nama tersebut tidak ada dimana-mana.
Apakah itu merupakan sebuah kesengajaan? Boleh jadi benar, pasalnya setelah heboh perburuan nama 'abu ikhwan aziz' berjam-jam sejak munculnya postingan poster klepon tak islami tersebu, barulah pada sore harinya muncul akun 'abu ikhwan aziz' yang boleh jadi baru dibuat.
Pembuatan akun 'abu ikhwan aziz' tersebut bisa jadi merupakan strategi dari pembuat postingan klepon tak islami untuk membuat seolah-olah iklan tersebut benar ada pembuatnya, atau bisa juga dilakukan oleh para pemburu pansos yang memanfaatkan momen untuk membuat akun sosmed yang segera populis dan dilihat banyak warganet secara cepat.
Secara logika sederhana dan mudah dipahami, sepertinya analisis kelompok ini cukup bisa dierima akal sehat. Pasalnya kalau memang benar iklan tersebut bukan iklan palsu, tentunya 'abu ikhwan aziz' si penjual kurma aau mungkin tokonya eksis dan mudah untuk ditemukan.
Namun ternyata hal itu nihil. Jadi apa pun tujuannya iklan tersebut tentunya merupakan iklan palsu yang memiliki tujuan tertentu yang mungkin disembunyikan oleh pengunggahnya. Bisa jadi diunggah secara personal atau memang disiapkan secara komunal.Â
Bisa jadi sekedar lelucon, prank, guyonan, pancingan (teaser), social experiment, pansos, mencari sensasi atau bisa juga benar-benar sebuah false flag yang bertujuan mengolok-olok umat islam dan memecah belah kerukunan bangsa.
Gitu Aja Kok Repo(s)t Â
Heboh kasus "klepon tak islami" yang memanas sekarang ini tentunya kembali mengingatkan kepada kita betapa bahayanya sosial media itu. Tak terbantahkan lagi apa yang dikatakan Jay Baer, "Content is fire, social media is gasoline". Dan kebodohan kita sendirilah yang membuat api dan bahan bakar itu bersentuhan.Â
Budaya tak mau ketinggalan, tak mau keduluan, ingin diperhatikan, gumunan (gampang heran), ingin jadi pusat perhatian, dan banyak sifat-sifat egois atau individual lainnya yang membuat wajah sosial media menjadi bopeng-bopeng dan menyeramkan.
Di luar mentalitas negaif di atas, memang ada kenyataan bahwa sosial media juga kerap dijadikan medan perang dan adu kepentingan dari berbagai pihak yang berseberangan. Karena itu, kedewasaan kita sebagai warga negara sosmed (warganet) sangat diperlukan.Â