Mohon tunggu...
Warisan Literasi Mama
Warisan Literasi Mama Mohon Tunggu... Freelancer - Meneruskan Warisan Budaya Literasi dan Intelektual Almarhumah Mama Rohmah Tercinta

Mama Rohmah Sugiarti adalah ex-writerpreneure, freelance writer, communications consultant, yogini, dan seorang ibu yang sholehah dan terbaik bagi kami anak-anaknya. Semoga Mama selalu disayang Allah. Alfatihah.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Polemik Usia PPDB DKI, Angkatan Emas atau Angkatan Mas-Mas?

27 Juni 2020   10:24 Diperbarui: 2 Juli 2020   00:43 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kelompok emak-emak yang memprotes kebijakan Disdik DKI Jakarta terkait prioritas usia tua - Sumber Foto: msn.com

Tahapan seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)yang berlangsung di Pemerintah Provinsi (Pemrpov) DKI Jakarta di tengah transisi PPSB ke protokol new normal sekarang ini banyak memunculkan isu-isu kontroversial yang menghangat di masyarakat. 

Jika sebelumnya, mengapresiasi pengumuman kelulusan para anak sekolah di masa pandemi covid-19, presenter ternama Najwa Shibah menyebut angkatan 2020 ini sebagai angkatan emas, karena ditempa oleh banyak perubahan, tantangan dan inovasi baru yang menandai perubahan zaman, maka sekarang ini kalangan emak-emak dan bapak-bapak secara satir menyebutnya sebagai "Angkatan Mas-Mas".

Kenapa disebut "angkatan mas-mas"? Argumen para emak-emak adalah karena kebanyakan yang bisa diterima di sekolah negeri (SMP dan SMA/SMK) khususnya DKI Jakarta pada periode PPDB kali ini adalah anak-anak sekolah yang berusia lebih tua dari biasanya atau yang biasa orang Jawa sebut sebagai "mas-mas"

Konon biang keroknya adakah kebijakan PPDB khususnya Disdik Pemprov DKI Jakarta yang memprioritaskan usia tua pada penerimaan PPBD untuk jalur zonasi kali ini. 

Berawal dengan adana kebijakan tersebut, maka muncul berbagai kekecewaan dari kalangan orang tua yang terpaksa harus menelan kekecewaan karena anaknya terdepat dari sekolah yang dipilihnya karena kalau tua dengan usia pesaingnya.

Gosip yang berhembus di kalangan emak-emak mulai dari komunitas arisan, obrolan di tukang-tukang sayur serta whatsapp group (WAG) para emak-emak, dikatakan bahwa yang banyak diterima di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri adalah pendaftar yang berusia di atas 15 tahun dan siswa baru berusia di atas 18 untuk tingkat Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/SMK) Negeri.

Demo para orang tua menolak syarat usia untuk PPDB jalur zonasi - Sumber Foto: tribunnews.com
Demo para orang tua menolak syarat usia untuk PPDB jalur zonasi - Sumber Foto: tribunnews.com

Bahkan gara-gara polemik prioritas usia tua tersebut, beredar gosip adanya siswa SMA/SMK yang telah berusia 28 tahun. Tentu saja penulis sangat terkejut dan menganalisa secara nalar/logika normal bahwa hal itu tidaklah mungkin. 

Bukankah dengan usia setua itu harusnya anak tersebut sudah lulus kuliah? Namun dengan ngotot para emak tersebut menjawab, "Ya buktinya yang saya denger dari teman aku begitu, ya terserah percaya atau tidak."  

Terlepas dari hebohnya gosip emak-emak baik dalam copy darat maupun melalui sosial media yang notabene pasti sangat dahsyat dan terkadang sulit diterima logika tersebut, yang jelas sebutan satir sebagai angkatan mas-mas" bagi generasi angkatan 2020 ini tentunya cukup memprihatinkan.

Setelah banyak pihak yang berusaha membesarkan mental dan motivasi mereka agar tetap menjaga semangat di tengah berbagai kendala dan masalah yang merundung mereka saat ini, tentunya sebutan satir tersebut bisa menurunkan semangat dan mengecilkan hati mereka.

Setelah sebelumnya mereka sempat down/drop karena disebut generasi virus, generasi corona, generasi lulus give away dan berbagai istilah minir lainnya, mereka cukup tersemangati kembali dengan sebutan sebagai generasi emas, generasi perubahan pun generasi LDR.

Sekarang, haruskah mereka kembali down/drop karena sebutan sebagai "generasi emas" tiba-tiba harus turun derajat menjadi "generasi mas-mas"?

Klarifikasi Disdik DKI

Untungnya, menanggapi isu yang berkembang di masyarakat tersebut, Dinas Pendidikan (Disdik) Pemrpov DKI Jakarta segera mengklarifikasi polemik yang berkembang tersebut. Memang harus diakui bahwa gosip yang berkembang tersebut memang dipicu oleh  Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nomor 501 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis PPDB Tahun Pelajaran 2020/2021.

Dimana dalam ketentuan yang ada, salah satunya disebutkan bahwa dalam hal jumlah calon peserta didik baru yang mendaftar dalam zonasi, afirmasi serta jalur prestasi akademik dan luar DKI Jakarta yang melebihi daya tampung, maka dilakukan seleksi berdasarkan usia tertua ke usia termuda.

Sontak aturan tersebut dianggap oleh para orang tua bisa menghalangi siswa muda yang memiliki prestasi moncer, terpaksa harus terlempar hanya karena kebijakan pemerintah yang lebih memprioritaskan yang berusia lebih tua tersebut. Memang, sebenarna siswa moncer usia muda tersebut bisa bersaing masuk melalui jalur prestasi. Sayangnya hal itu dianggap jauh lebih berat karena pesaingnya bisa datang dari jalur luar zonasi.

Terkait kebijakan tersebut, sebelumnya puluhan orang tua peserta PPDB sudah beberapa kali melakukan demonstrasi di depan Balai Kota DKI Jakarta. Namun, karena menganggap tak ada yang salah dari kebijakan tersebut, Disdik DKI dan Kemendikbud tidak bergeming untuk tidak merevisinya dan tetap memberlakukan aturan PPDB tersebut.

Menanggapi gosip adanya dominasi usia-usia tua yang tercatat telah masuk seleksi sekolah-sekolah negeri DKI Jakarta saat ini, Disdik DKI Jakarta mengungkapkan data sebenarnya bahwa jumlah peserta yang berusia di atas umur 18 tahun yang lolos dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI jenjang SMA/SMK melalui jalur zonasi dan afirmasi hanya mencapai 148 orang saja. Sedangkan untuk pPDB SMP, dinyatakan tak ada siswa di atas usia 15 tahun yang diterima melalui jalur zonasi maupun afirmasi.

Lebih detail, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana memaparkan bahwa untuk jalur zonasi PPDB jenjang SMA, sampai saat ini tercatat hanya menerima 80 orang peserta berusia di atas 18 tahun. Dengan penjabaran seperti yang dirilis cnnindonesia.com (27/6), kelompok usia 18,1-18,5 tahun sebanyak 50 orang; kelompok 18,6-19 tahun sebanyak 14 orang), kelompok usia 19,1-19,5 tahun sebanyak 7 orang; kelompok usia 19,6-20 tahun sebanyak 6 orang; dan kelompok usia 20,1-20,5 tahun sebanyak 3 orang.

Sedangkan untuk jalur jalur afirmasi jenjang SMA atau bagi peserta dari keluarga tak mampu, masih seperti yang dikutip cnnindonesia.com (27/6), Nahdiana mengungkapkan peserta dengan usia lebih tua >18 tahun hanya sedikit yang diterima yaitu 68 orang. Yang meliputi untuk kelompok dengan rentang usia 18,1-18,5 tahun sejumlah 46 orang; rentang usia 18,6-19 tahun sejumlah 18 orang; rentang usia 19,1-19,5 tahun sejumlah 2 orang; rentang usia 19,6-20 tahun hanya 1 orang; dan rentang usia 20,6-21 tahun juga hanya 1 orang.

Berdasarkan data tersebut, maka sebenarnya ketentuan Disdik DKI Jakarta di atas masih sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 44 Tahun 2019, calon siswa jenjang SMP berusia maksimal 15 tahun, dan jenjang SMA berumur paling tua 21 tahun.  

Meskipun Kadisdik DKI Jakarta meyakini kebijakannya tidak melanggar aturan, namun sepertinya tetap terjadi perbedaan penafsiran oleh masyarakat. Masyarakat yang tidak menerima kebijakan tersebut berpegang teguh pada Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 44 tahun 2019 Pasal 25 yang secara rinci menyatakan, bahwa seleksi calon peserta didik baru kelas 7 (tujuh) SMP dan kelas 10 (sepuluh) SMA dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke Sekolah dalam wilayah zonasi yang ditetapkan.

Jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama, maka seleksi untuk pemenuhan kuota/daya tampung terakhir menggunakan usia peserta didik yang lebih tua berdasarkan surat keterangan lahir atau akta kelahiran.

Ilustrasi bagaimana sedihnya anak berprestasi yang gagal masuk sekolah pilihan karena usia muda - Sumber Foto: Sofia Garza dalam pexels.com
Ilustrasi bagaimana sedihnya anak berprestasi yang gagal masuk sekolah pilihan karena usia muda - Sumber Foto: Sofia Garza dalam pexels.com
Nah, semoga saja Kemdikbud segera menganalisa kebijakan tersebut dan mampu segera memberikan solusi terbaik agar siswa-siswa berprestasi yang usianya muda, tidak kehilangan kesempatan berkembang dan peluang maju yang semestinya. Bukankah Presiden Jokowi pun telah memberikan kesempatan kepada para pemuda dan pemudi bertalenta untuk menjadi staf ahli khusus dalam pemerintahannya. Tidakkah hal ini bisa menjadi teladan dan pertimbangan tersendiri untuk kebijakan PPDB sekarang. Tua dan belia semua harus mendapatkan peluang pendidikan yang sama. Tabik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun