Hanya saja untuk lukisan kaleng biskuit Monde, menurut sang pelukis kasusnya berbeda dengan proses kreatif kaleng Khong Guan.
Tak seperti di Khong Guan, lukisan di kaleng Monde bukanlah dibuat berdasarkan brief atau arahan dari pihak perusahaan melainkan berdasarkan imajinasi Bernadus Prasodjo yang terinspirasi dari gambar yang dia lihat di sebuah toko buku.
"Itu saya ambil sengaja waktu itu di (toko buku) Gunung Agung, mencari buku soal tentara. Sebenarnya waktu itu, tentara Inggris. Ya sudah, dilukis," ujarnya Bernadus Prasodjo Seperti yang dikutip kompas.com (18/6/2017).
Berbekal referensi yang didapatkannya dari toko buku tersebut, selanjutnya dirinya merampungkan proses melukisnya selama satu minggu dengan bermodalkan cat iar dan kuas yang dimilikinya.
"Siang malam mengerjakannya dalam waktu seminggu. Menggunakan cat air yang murah, yang satu botol kecil-kecil. Lalu pakai kuas paling bagus," kenang dia.
Akhirnya jadilah lukisan kaleng biskuti Monde seperti yang kita lihat bertahan hingga saat ini. Menurut sang pelukisnya, Â perbedaan yang ada dari gambar asli yang dia dapatkan dari buku tersebut hanya pada warna yang dibuat lebih cerah.
"Perubahan hanya di warna, dibuat lebih cerah. Kalau warnanya cerah saat dicetak warnanya agak sedikit kusam, jadi kita mesti bikin yang lebih cerah lagi," tutur Bernadus jujur.
Konsep Membingungkan Malah Menguntungkan
Melalui keunikan desainnya, Biskuit Monde mampu memikat penggemarnya sekaligus menunjukkan positioning atau kelas dari produknya.
Dengan visualisasi desain kaleng yang mengetengahkan tema kontemporer ala Eropa, Monde berhasil mengambil positioning sebagai salah satu hidangan kue kering bergaya Eropa yang modern dan lezat.
Padahal jika dikaji secara mendetail dan jeli, konsep desain visual dari kaleng Monde Butter Cookies tersebut memiliki elemen-elemen visual yang tidak konsisten dan membingungkan.