Mohon tunggu...
Warisan Literasi Mama
Warisan Literasi Mama Mohon Tunggu... Freelancer - Meneruskan Warisan Budaya Literasi dan Intelektual Almarhumah Mama Rohmah Tercinta

Mama Rohmah Sugiarti adalah ex-writerpreneure, freelance writer, communications consultant, yogini, dan seorang ibu yang sholehah dan terbaik bagi kami anak-anaknya. Semoga Mama selalu disayang Allah. Alfatihah.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Jangan Beli Kucing dalam Sarung

14 Mei 2020   23:13 Diperbarui: 14 Mei 2020   23:32 1686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sarung dimanfaatkan sebagai hammock atau ayunan bayi - Sumber Foto: cakrawalanusantaranews.wordpress.com 

Sepulang dari masjid bersama teman-teman mengajinya, raut wajah Langit nampak mengusung mendung. Mulutnya cemberut tanda ada sesuatu yang membuatnya bersungut. Untungnya karena sudah terbiasa, reflek dia mengucapkan salam ketika masuk ke dalam rumah walau pun hatinya menyimpan gundah."Assalamualaikum," ucapnya pendek seperti biasanya sebelum dilanjutkan dengan merengek.

"Mamah... besok aku nggak mau ah ke masjid pakai celana ini lagi,"  keluhnya langsung membuka percakapan sambil berancang-ancang melontarkan permintaan.

"Memang kenapa nak? Celanamu itu kotor? Ya udah besok ganti yang satunya aja. Udah mama cuci kok," jawabku menanggapi.

Namun langit hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Nggak, aku mau dibeliin sarung. Seperti yang tadi pak Ustadz pakai. Kata pak Ustadz sarung itu adalah budaya warisan nenek moyang kita dulu mah. Asyik tadi cerita pak Ustadz tentang sarung," cerocos langit tak terbendung.

Aku pun hanya bisa mengangguk-angguk mengiyakan cerita bocah yang tengah kasmaran dengan sarung ini. Dan tentu saja akupun berjanji untuk mengajaknya membeli sarung di pasar besok. Biar tidak salah pilih rencananya nanti kuminta dia melihat-lihat dan memilihnya sendiri.

...

Sarung untuk permainan ninja-ninjaan-Sumber Foto: rindrianie.com
Sarung untuk permainan ninja-ninjaan-Sumber Foto: rindrianie.com
Cerita langit tadi sore, kembali terngiang di kepalaku malam ini. Langit udah lelap di kamarnya. Suami kebetulan tengah tugas ke luar kota. Cerita Langit tadi siang benar-benar membawakan bingkisan kenangan indah ketika dulu aku masih seusianya saat di kampung.Aku teringat pada almarhum bapak yang selalu membawa sarung kemana saja. "Bawa sarung kan gak berat nduk. Kalau tidak dipakai, bisa dilipat dan dikalungkan ke leher. Kayak orang-orang Betawi atau mana ya, Madura sepertinya," kata bapak sambil mengingat-ingat.

"Kalau nggak mau dikalungkan bisa dilipet dan diikat ke pinggang. Wedeeeewww... kayak jawara ya nduk. Nampak gagah tho. Yang jelas bawa sarung itu enteng tho. Iya tho nduk," lanjut bapak sambil mengelus rambutku.

Menurut Bapak meski dirinya nggak tahu sebenarnya dari mana asal sarung itu, entah dari budaya mana, namun menurutnya sarung adalah temuan kreatif dan inovatif di bidang fashion yang sangat multiguna. Bisa dipakai apa saja secara terencana ataupun dalam keadaan darurat.

"Yang biasa sarung kan buat sholat tho Nduk. Makanya sarung itu harus dijaga kesuciannya agar tak kena najis dan sholatnya bisa diterima Allah dengan baik," jelas Bapak suatu ketika masih melanjutkan masalah sarung.

"Ya seperti hidup, sholat itu yang utama. Jadi meskipun buat kita sarung untuk sholat itu memang yang utama, namun sebagai barang yang katanya untuk sandang nduk, sarung itu fungsi sungguh sangat beragam.  Bisa buat kemul ketika kita tidur. Bisa buat jaketan kalau kita tengah di luar misalnya ronda dan udaranya adem," lanjut bapak panjang lebar. Namun aku malah senang. Bagiku ocehan bapak ini merupakan hal baru yang nanti bisa membuatku terasa lebih pintar dari temen-temenku.

Melihat aku mau menyimak, bapak pun melanjutkan. "Nah tentu saja selain itu sarung bisa dipakai buat alas. Bisa jadi alas duduk atau sajadah kalau kita mau sholat pas sajadahnya tidak ada. Lha kowe sering lihat tho Nduk pas bapak ajak ke sawah dan bapak sholat di sana."

Aku pun manggut-manggut mengiyakan sembari meneruskan mendengar apa yang bapak omongkan selanjutnya. "JIka terpaksa dan dibutuhkan, sarung juga bisa dijadikan tas tho nduk. Tinggak diikat salah satu ujungnya, beres tho Nduk. Iso buat wadah apa aja. Iyo ra Nduk?" ujar bapak sambil melihat aku mrenges membenarkan.

Sejenak bapak berhenti. Menghela napas sejenak kemudian tangannya mengambil kopi yang sudah disediakan ibu dari tadi. Menyeruputnya dengan nikmat, sampai terlihat ada beberapa butiran ampas kopi tumbuk yang tersangkut di bibir dan kumisnya. Setelah menikmati sensasi lezatnya kopi bikinan ibu, bapak pun segera meletakkan gelas kembali di meja.

Sambil mengusap membersihkan butiran ampas kopi di bibir dan kumisnya, bapak pun segera melanjutkan wejangannya.

"Sayangnya sarung itu tak selalu berfungsi baik nduk. Tak selalu suci karena banyak dipakai orang untuk beribadah sholat. Karena sarung bisa dibuat tas, makanya maling-maling pun juga suka pakai sarung nduk. Dengan begitu mereka tidak terlihat kalau mau maling. Tinggal dikalungkan di leher sudah aman tak ada orang yang curiga. Coba kalau maling itu malam-malam berkeliaran bawa karung. Lha langsung gampang dicurigai orang-orang tho nduk. Bener ora?" pungkas bapak sambil bertanya.

"Lha njih bener niku pak. Maling koclok alias bodo yen nggowo karung langsung pak," jawabku sambil terkikik senang dengan penjelasan dan pertanyaan bapak.

...

Sarung dijadikan permainan balonan - Sumber Foto: cakrawalanusantaranews.wordpress.com 
Sarung dijadikan permainan balonan - Sumber Foto: cakrawalanusantaranews.wordpress.com 
Waktu kecil, meskipun aku anak perempuan namun bisa dibilang agak bengal. Tomboy istilahnya orang-orang. Kalau bapak pernah menjelaskan bahwa fungsi sarung bermacam-macam, aku pun bersama teman-teman menemukan fungsi-fungsi lainnya dari sarung yang lebih mengasyikan. 

Misalnya buat hamuk untuk tidur, bisa buat main ninja-ninjaan, buat sayap superman atau batman, dan yang paling asyik adalah buat main terjun sarung dan balon pelampung ketika aku main di kali bersama teman-teman.Ketika mandi dan berenang di kali, seringkali aku menyempatkan diri membawa sarung. 

Biasanya yang kubawa adalah sarung selimut simbok. Soalnya kalau sarung bapak, selalu dicari kecuali ketika waktunya dicuci saja. Sarung simbok aman. Hanya dicari ketika malam hari untuk kemulan tidur malam.

Sesampainya di kali aku segera membawa sarung nyebur ke air. Ketika sarung sudah basah kuyup, aku pun kembali naik ke daratan. Kucari batu besar yang menonjol untuk landasan lompatan. Sebelumnya aku ikat satu ujung sarung dengan kuat. 

Setelah siap, segera kukembangkan sarung sambil melompat ke dalam air. Sarung mengembang penuh. Satu ujungnya kupegang kuat agar terus di dalam air sehingga udara yang terperangkap tidak lepas sehingga balon sarung jadi mengempis.

Tok! tok! tok! Suara ketukan pintu mengagetkanku sehingga pegangan balon sarung terlepas dari tanganku. Karena pelampung balon sarung kempis seketika, maka aku pun geragapan tenggelam di air kali. Sontak aku tersadar. Ternyata aku terlena dalam lamunan masa silam.

"Assalamulaikum Mamah...!" kudengar suara suamiku dari balik pintu depan. Oh... suamiku sudah datang. Suaranyalah yang membanngunkanku dari lamunan. Segera aku beranjak membukakan pintu untuknya.

...

Permainan Alung Sarung yang menantang dan asyik - Sumber Foto: budayajawa.id 
Permainan Alung Sarung yang menantang dan asyik - Sumber Foto: budayajawa.id 
"Mama... ayo kita bersiap pergi beli sarung di pasar!" suara Langit yang hari ini libur mengaji mengusikku yang tengah bermalasan di sofa. Hari ini energiku agak kedodoran. Pelampiasan kerinduan suamiku yang ditumpahkannya tadi malam, membuat banyak energiku cukup terkuras dan membuat lemas.

"Besok aja gimana nak?" rayuku agar Langit menunda rencananya hari ini.

"Nggak mau, Mama sudah janji. Pokoknya hari ini. Kan besok sudah mau aku pakai untuk mengaji," jawab Langit tak mau peduli.

"Oh iya bagaimana kalau kita beli online saja. Malah banyak pilihannya dan gampang milih-milihnya loh?" aku tetap berusaha membujuknya. 

"Nggak ah aku mau milih dan nyoba laangsung. Pokoknya nggak mau kayak beli kucing dalam sarung," ujar Langit makin ngotot.

"Waduh kok kucing dalam sarung nak. Dalam karung kali yang benar?" ujarku menahan geli. 

"Biarin. Kan kata Mama kalau ujung sarung diikat kan bisa jadi kayak karung juga!" jawab Langit berkelit. Rupanya anak ini makin pintar. Dengan cepat dia bisa menjadikan apa yang pernah kita ceritakan padanya sebagai bahan untuk menguatkan perkataannya.

"Baiklah, Mama bersiap bentar ya," akhirnya aku pun menyerah pasrah pada kengototan Langit yang tak bisa dilawan lagi.

....

Makin siang pengunjung pasar ini semakin padat dan ramai. Koridor jalan di antara kios-kios yang berjajar semakin disesaki oleh beragam orang yang sepertinya tengah bersemangat untuk berbelanja. Kebetulan ini adalah tanggal muda. Jadi ya harap maklum saja. Semua orang seperti keluar untuk membelanjakan uangnya.

Sudah cukup banyak toko sarung yang kusinggahi bersama Langit. Menurutku banyak jenis dan corak sarung yang bagus dan memikat untuk dipakai Langit. Namun sepertinya anak ini tak juga menemukan barang yang cocok. Memang sudah menjadi tekadku untuk membiarkan anakku menentukan pilihannya sendiri dengan bebas. Jadi aku mencoba membiarkannya melihat-melihat, memilih sendiri dan mencobanya sampai akhirnya cocok dan memutuskan untuk membelinya.

Sampai sejauh ini aku masih bertahan. Meski banyak menguji kesabaran karena kaki mulai pegal dan kesemutan. Ternyata Langit tak juga menjatuhkan pilihan. Sampai akhirnya aku tak tahan dan bertanya padanya apa yang sebenarnya dia inginkan.

"Sebenarnya kalau dari gambar dan warna dari tadi aku sudah banyak yang suka Mah," jelas Langit.

"Trus apa masalahnya kok sampai sekarang belum ada satu pun yang kamu beli nak?" tanyaku penasaran.

"Itu mah, jangan-jangan di pasar ini tak ada sarung buat anak-anak ya?" keluhnya seperti putus asa.

"Loh memang kenapa? Bukannya dari tadi yang kamu coba memang sarung buat anak-anak semua?" lanjutku tak mengerti.

"Iya mah... Memang kata penjualnya cuma itu sarung yang buat anak-anak. Tapi ketika aku coba kok nggak ada yang pas ya mah. Semuanya kedodoran mah," jelasnya polos.

"Alamaaaaak. Yang namanya sarung ya pasti begitu. Longgar. Kalau pas di badan itu namanya celana nak,"  jelasku sambil tertawa. Ternyata sarung kembali bisa menceriakan hidupku seperti masa kanak-kanakku dulu.

(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun