Mohon tunggu...
Warisan Literasi Mama
Warisan Literasi Mama Mohon Tunggu... Freelancer - Meneruskan Warisan Budaya Literasi dan Intelektual Almarhumah Mama Rohmah Tercinta

Mama Rohmah Sugiarti adalah ex-writerpreneure, freelance writer, communications consultant, yogini, dan seorang ibu yang sholehah dan terbaik bagi kami anak-anaknya. Semoga Mama selalu disayang Allah. Alfatihah.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Awas Darurat Sosmed, Sekali Lagi Stop Bantu Orang Bodoh Terkenal!

7 Mei 2020   10:18 Diperbarui: 7 Mei 2020   10:51 1112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stop making stupid people famous - Sumber Foto: muslim.or.id 

"Janganlah menasehati orang yang bodoh karena dia akan membencimu. Nasehatilah orang yang berakal karena dia akan mencintaimu " -Khalifah Ali bin Abi Thalib

Slogan "Stop Making Stupid People Famous" yang pertama kali dipopulerkan oleh seniman jalanan kota Los Angeles, Plastic Jesus (PJ) pada tahun 2013 itu, tak terasa sudah 7 tahun digaungkan oleh banyak kalangan. Boleh dikatakan hampir semua orang setuju dan sependapat dengan pesan yang dilontarkan tersebut. Namun lucunya, meski dibenarkan, disetujui, didukung dan juga diviralkan oleh banyak kalangan, pesan slogan ini seperti tak berkutik mebghadapi budaya milenial terutama tren yang terjadi di media sosial.

Setelah sebelumnya kasus yang mengindikasikan "Making Stupid People Famous" tersebut banyak dilakukan oleh media-media mainstream, yang terutama dilakukan oleh korporasi, maka yang terjadi sekarang ini menjadi lebih mengerikan lagi. Pelaku "Making Stupid People Famous" terus beregenerasi dan berekspansi dari korporasi menjadi individual-individual yang menjadi sensasi dan kekayaan diri.

Begitu banyak platform media sosial yang mulai memberikan monetisasi atas konten-konten yang dirilis akun penggunanya, maka kasus aksi-aksi kebodohan yang bertujuan sekedar mencari sensasi, mencari penonton (viewer), pengikut (follower) dan pelanggan (subscriber) pun marak dilakukan. Aksi-aksi bodoh pencari sensasi seperti prank (jebakan yang mempermalukan atau melecehkan), drama kebohongan untuk mencuri perhatian terus-terusan bermunculan dengan tujuan mencari monetisasi maupun kepopuleran.

Seperti halnya aksi "jibaku" para pelaku berani melakukan hal-hal yang mengandung resiko tinggi, seperti merusak atau membunuh citra diri atau orang lain, demi mendapatkan target viewer, follower atau pun subscriber yang diharapkan untuk memenuhi persyaratan monetisasi yang ditentukan. Gak papa cemar, gak papa dipermalukan, gak papa dihujat, gak papa dibenci, nanti kalau sudah memenuhi target monetisasi bisa bertobat dan baru bikin konten yang baik dan benar. Bersakit-sakit dahulu, panen doku kemudian. Itulah kira-kira semboyan mereka atas kelakuan yang mereka jalankan.

Contoh yang paling aktual adalah apa yang dilakukan oleh seorang youtuber bernama Ferdian Paleka. Memanfaatkan kondisi akibat pandemi Covid-19 yang sekarang tengah mencekam, dia membuat video prank berupa pemberian bantuan sembako yang isinya sampah dan batu-batuan. Tentu saja banyak korban yang dengan mudah termakan jebakan yang dilakukan, karena kondisi tengah memprihatinkan dan pemberian bantuan sembako tengah menjadi hal ayng galib dilaksanakan dimana-mana.

Meski jelas-jelas menginjak-injak rasa kemanusian, namun Ferdian berargumen dengan moral hazard bahwa para penerima bantuan, yaitu waria dan anak-anak yang menjadi korban prank tersebut juga melanggar aturan PSBB yang ditetapkan oleh pemerintah. Melalui pembenaran bahwa dirinya ingin memberi pelajaran, Ferdian merasa boleh melanggar etika dan sisi kemanusiaan.

Spontan konten kontroversial ini pun segera mampu viral secara instan. Meski gampang diduga bahwa viralnya konten video prank ini lebih kepada keprihatinan, kekecewaan, kritik, hujatan bahkan lontaran kemarahan karena apa yang dilakukan benar-benar mengabaikan rasa kemanusiaan apalagi di tengah kondisi pandemi saat ini yang sangat memprihatinkan.

Lalu seperti halnya banyak kejadian yang serupa sebelum-sebelumnya, Ferdian pun segera melanjutkan memposting video konten permohonan maaf atas kelakuan dan kesalahan yang dilakukannya. Ternyata dalam video permohonan maaf ini pun Ferdian masih ingin melakukan tindakan kontroversial agar terus mendapatkan viewer, follower dan subscriber yang lebih banyak lagi.

Caranya, di akhir video yang semula menampakkan penyesalan dan permohonan maaf yang serius dan sungguh-sungguh, tiba-tiba dirinya mengingkari pernyataan maafnya tersebut dan menutupnya bahwa itu bohong dan dia tidak sungguh-sungguh minta maaf.

Sontak video ini pun juga viral. Warganet yang tersentil rasa penasaran dan kemarahannya, segera berbondong-bondong mencari dan melihat video yang diunggah Ferdian. Ferdian makin bersuka cita karena berhasil mendapatkan apa yang memang diharapkan. Tak perduli hujatan ataupun dukungan yang terpenting baginya adalah melejitnya jumlah viewer dan subscriber yang berkaitan dengan monetisasi yang akan didapatkan.

Sampai akhirnya kemarahan masyarakat mengancam keamanan dirinya dan kasusnya meningkat menjadi kasus hukum di aparat kepolisian, Ferdian Paleka tetap gigih berusaha menjadikan hal itu sebagai strategi meningkatkan performa akun sosmed yang dimilikinya. Ferdian buron dan menjadi target pengejaran dan penangkapan oleh pihak kepolisian.

Unggahan Ferdian Paleka yang bersedia menyerahkan diri jika followernya sudah mencapai 30Ribu - Sumber Foto: wartaekonomi.co.id (5/5/2020)
Unggahan Ferdian Paleka yang bersedia menyerahkan diri jika followernya sudah mencapai 30Ribu - Sumber Foto: wartaekonomi.co.id (5/5/2020)
Namun bukannya segera bertobat dan menyerahkan diri ke polisi, Ferdian justru terus berusaha menjadi momen genting ini sebagai pundi pendongkrak monetisasi yang diharapkan. Dalam persembunyiannya Ferdian kembali mengunggah pernyataan bahwa dirinya ingin menyerahkan diri kepada polisi dan benar-benar mau melakukan penyerahan diri tersebut dengan persyaratan jika followernya telah mencapai angka 30 ribu follower."Gw bukan pansos atau apapun itu, gw bener2 lagi down sekarang dan gatau harus berbuat apa. Intinya tembus 30k followers gw bakal langsung nyerahin diri ke kepolisian," tulisnya seperti dikutip wartaekonomi.co.id (5/5/2020).

Sungguh hal ini merupakan bukti bagaimana monetisasi sosial media terkadang membuat orang nekat melakukan apa saja demi memperoleh apa yang diharapkannya.

Mekanisme pealporan penyelewengan konten yang disediakan platform youtube.com
Mekanisme pealporan penyelewengan konten yang disediakan platform youtube.com
Sebenarnya platform sosial medianya sendiri sudah memiliki mekanisme pelaporan untuk menghentikan anomali atau penyelewengan konten media sosial seperti ini. Bisa melalui evaluasi tim internal mereka sendiri, namun lebih sering melalui mekanisme pelaporan dari para penggunanya melalui form yang telah disediakan. Namun entah mengapa mekanisme ini agak jarang bisa terlaksanakan kecuali pada kasus-kasus politik yang mempunyai basis massa kolosal yang siap beramai-ramai mengadu secara berjamaah.Yang terjadi justru banyak penumpang gelap atau mereka-mereka yang mengail di air keruh demi memperbesar keuntungan pribadi. Cara melawan konten-konten negatif yang berjibaku seperti ini hanyalah mengaplikasikan "Stop making stupid people famous" secara serius. Artinya abaikan saja. Lawan rasa penasaran, jangan dilihat apalagi diviralkan dalam bentuk apapun.

Lihat saja yang terjadi, begitu kasus Ferdian mencuat, justru banyak para pemain sosial media yang memanfaatkannya dengan ikut mencari viewer, follower dan subscriber dengan memviralkan video tak etis yang dibuat Ferdian dengan sentuhan-sentuhan tambahan untuk menyamarkan. Misalnya mengemasnya sebagai konten berita, komentar, tanggapan, kritik, dan banyak kreativitas lainnya yang ujung-ujungnya tetap memanfaatkan video Ferdian sebagai alat untuk meningkatkan performa akunnya.

Viral topik terkait atau bahkan reupload ketika video di akun asal yang asli sudah dihapus  
Viral topik terkait atau bahkan reupload ketika video di akun asal yang asli sudah dihapus  
Bahkan ketika video milik Ferdian yang menjadi sumber permasalahan dihapus, malah banyak akun-akun sosmed lainnya yang melakukan unggah ulang (reupload) untuk memanfaatkan godaan penasaran orang-orang yang belum sempat melihatnya agar meramaikan akun mereka.Inilah darurat sosmed yang harus kita perhatikan. Intinya cukup berhenti di kita. Cukup adalah cukup. Stop. Hentikan memviralkan video tersebut dalam bentuk modifikasi apa pun. "Stop making stupid famous." Artinya cukup laporkan ke platform yang bersangkutan, itu saja. Jangan bicarakan, komentari, gosipkan, beritakan, bahkan unggah ulang video yang bersangkutan. Lawan dengan keacuhan. Apalagi jika polisi sudah turun tangan. Ayo sama-sama kita lakukan.

Loh bukankah tulisan ini juga turut membantu kepopuleran kasus Ferdian? Apa boleh buat, ini memang cara terbaik untuk mengingatkan. Jika tulisan ini bisa dimengerti, maka selanjutnya lupakan. Kurang lebihnya mohon dimaafkan. Tabik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun