Barang siapa ingin mati syahid, hendaklah ia menikah dengan Atikah binti Zaid.
Kira-kira inilah pepatah yang pernah diucapkan oleh penduduk Madinah di zaman para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Pepatah ini muncul bukan tanpa alasan. Hal ini lantaran Atikah, gadis cantik yang pernah menjadi bunga kota Mekah ini dianugerahi oleh Allah pernikahan dengan tiga orang sahabat Nabi yang satu persatu gugur sebagai seorang syahid.
Tidak hanya berparas cantik, keindahan budi pekertinya juga turut memberi nilai tambah pada diri Atikah. Keunggulan latar belakang keluarganya yang terdiri atas tokoh-tokoh ternama dalam Islam, menjadikan dirinya memiliki segudang keutamaan yang tak tak mampu teruraikan dengan baris-baris kata.
Bagaimana tidak, ayahnya yang bernama Zaid bin Amr bin Nufail merupakan seorang laki-laki mulia yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam akan dibangkitkan pada hari kiamat seorang diri, sebagaimana ia pernah hidup dalam kesendirian dengan tauhid di tengah hiruk pikuk kesyirikan yang menjadi kelaziman dalam kehidupan masyarakat kota Mekah saat itu.
Kakak Atikah bernama Sa'id bin Zaid, merupakan salah satu dari sepuluh sahabat yang dijanjikan surga. Paman Atikah, Al-'Alla bin Al-Hadhramy merupakan salah satu sahabat pilihan Rasulullah yang diutus untuk membawa risalah Islam ke wilayah Bahrain. Bibinya yang bernama As-Sa'bah binti Al-Hadhramy adalah ibu dari Thalhah bin Ubaidillah, juga merupakan salah satu dari sepuluh sahabat yang dijanjikan surga.
Atikah menikah pertama kali dengan salah satu putra Abu Bakar As-Shiddiq, manusia terbaik setelah para nabi. Abdullah bin Abu Bakar menikahi Atikah beberapa hari pascahijrah ke Madinah.
Setelah pernikahan mereka berjalan beberapa tahun, ketika turut berjihad dalam pengepumgan kota Thaif, Abdullah terkena anak panah. Luka yang dalam mengakibatkan darah terus mengalir sehingga Abdullah pun meninggal dunia sebagai seorang syahid.
Kesedihan Atikah pasca kematian suaminya, tak lantas menjadikannya berdiam dalam keterpurukan. Takdir memang telah memisahkannya dari suami tercinta. Namun takdir Allah pula yang kemudian membawanya pada kebahagiaan dalam episode baru hidupnya.
Setelah berlalu masa 'iddahnya, Atikah dilamar oleh Umar bin Al-Khattab radhiyallahu 'anhu seorang sahabat yang memiliki banyak keutamaan di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Umar yang kemudian menjadi amirul mukminin menggantikan Abu Bakar As-Shiddiq sebagai khalifah kedua.
Dalam kehidupan rumah tangganya, Atikah telah banyak berperan dalam mendampingi suaminya untuk menjalankan tugas-tugasnya sebagai amirul mukminin. Umar yang mampu mewujudkan pemerintahan yang bersih dan adil selalu menjadikan Atikah sebagai penasihat pribadinya dalam berbagai urusan. Bahkan Atikah tak pernah mengeluh karena sering ditinggalkan oleh Umar pada malam hari untuk mencari tahu keadaan rakyatnya serta membantu para fakir miskin.
Selain itu, Atikah banyak mempelajari ilmu agama dari suaminya serta bercermin darinya tentang kezuhudan dan kehati-hatian dalam perkara agama. Maka tak heran, dari wanita yang memadukan antara iman, ilmu dan akhlak inilah terlahir anak-anak Umar yang tumbuh menjadi pemuda sahabat dan calon ulama umat ini.