Di kelas-kelas anak-anak yang saya ampu, di awal tahun pelajaran kami membuat kontrak kelas. Salah satunya adalah bila waktu-waktu tertentu KBM tercapai hari itu, akan kami isi dengan diskusi dari hal-hal pergumulan remaja hingga yang bernuansa pengajaran dogma.Â
Mereka senang sekali dan memang usia anak-anak SMA adalah usia berkembang, mencari, bertanya, mencoba dan menemukan sesuatu pegangan. Ada-ada saja bahan diskusi mereka.Â
Bagiku materi pelajaran dan segala macam didikan akan dapat disampaikan mengena dan membentuk karakter mereka bila kita memiliki kedekatan hati, merasa dihargai dan didengarkan. Inilah saatnya.
Suatu saat, Tian, yang biasanya hanya memiliki senyum malu-malu itu, mengangkat tangan: "Bu...bantu aku berubah," katanya. Sontak kelas mendadak senyap, bukan karena seorang dia yang tetiba berani berbicara, tetapi bagiku juga karena kalimat permintaannya sangat berat dan mengandung permintaan tolong dan arahan. Meluncur haru dan hangat darah di tubuhku.
Atas seijin dia curhatannya boleh dishare di kelas, maka kami semua antusias menyimak. Intinya dia sedang berjuang mengubah kebiasaan kurang baik agar bisa fokus dan semangat setiap hari. Betapa haru hati ini, ketika ada hati muda yang ingin berubah: "Ayo, Nak....semangatlah untuk berubah, sadari terus arahmu. Ibu temani berbagi cerita pun doa untuk keteguhan hatimu."
Petikan arti:
Banyak orang ingin perubahan keadaan tetapi sedikit saja yang mau berubah; sedikit saja yang menyadari bahwa perubahan itu bermula dari perubahan diri sendiri. Yang utama lagi pengertian bahwa perubahan diawali dengan kemauan untuk berubah. Bahwa energi terbesar untuk berubah adalah dari dalam diri sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H