Mohon tunggu...
Rohma Sulistyaningsih
Rohma Sulistyaningsih Mohon Tunggu... Guru - Guru_SMAN 48 Jakarta

Saya suka menulis refleksi dari kejadian setiap hari. Belajar dari kehidupan. Jangan biarkan waktu berlalu tanpa makna. Carpe Diem, Petiklah Hari.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perempuan dan Kawat

23 Agustus 2023   21:15 Diperbarui: 23 Agustus 2023   21:22 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara umum kawat identik dengan bagian bahan bangunan atau alat pertukangan. Bangunan dan pertukangan identik dengan laki-laki. 

Paradigma yang demikian sudah umum di masyarakat kita, oleh karenanya bila kita perhatikan bisa dibilang hampir-hampir tidak ada, atau jarang sekali perempuan yang mengunjungi toko bangunan. Perempuan lebih identik dengan  urusan domestik seperti memasak, mencuci, dll; atau shopping di mall-mall.

Saya mempunyai pengalaman menjadi korban dari pemahaman yang demikian. 

Sepulang sekolah sore itu saya sengaja mampir ke toko bangunan langganan untuk membeli kawat.  Perempuan membeli kawat ke toko bangunan?

Oiya... perlu saya ceritakan bahwa saya hobi membuat bunga-bunga dari akrilik, atau hal-hal yang berbau crafting, dan kawat adalah salah satu bahannya, untuk tangkai.  

Bila membeli kawat di toko pernak-pernik bunga, harganya jauh lebih mahal, memang sih just use it, tinggal pakai karena sudah potongan per tangkai dengan ukuran panjang tertentu. Nah, selama ini hobi identik dengan mengeluarkan uang, sekarang hobi harus menghasilkan uang.  

Apalagi bila ada yang minat dengan harga kita, mini busines, why not? Dari sinilah saya harus berpikiran bisnis pula, modal lebih miring agar harga jual tidak terlalu tinggi dan kalau bisa, untung tetap ada. 

"Pak, mau beli kawat ukuran segini," saya mengawali percakapan sambil menunjukkan contoh kawatnya. Tanpa bertanya untuk apa atau ba-bi-bu-be-bo, si penjaga toko langsung jawab: "Emang hari gini masih musim, ya Bu, jemuran pakai kawat?"

"Maksudnya?"  tanya saya heran.

"Loh...?" tukasnya agak bengong seolah nyadar bahwa pemikiran dan kalimatnya keliru. Dalam sangkanya, saya membeli kawat untuk tali jemuran. Wkwkwkwkwk... Memang benar bahwa sekarang sudah tidak musim (tidak njaman) lagi,  menggunakan kawat untuk tali jemuran, tetapi pemikirannya tidak benar 100% juga. 

Letak kekeliruannya mengidentikkan kawat dan perempuan selalu terkait dengan jemuran. Artinya, tersirat pemikiran bahwa perempuan itu kalau mencari kawat hanya terkait dengan tugas-tugas domestik. 

Ah saya jadi ingat pemikiran kuno, jaman kolonial, bahwa perempuan itu tak perlu sekolah tinggi-tinggi _dan memang seperti kita tahu jaman itu pendidikan adalah kesempatan langka, karena akhirnya toh harus kembali ke urusan dapur, sumur dan kasur. Seolah kodrat perempuan sudah seperti itu. 

Pemahaman ini sudah lama ketinggalan jaman. Ini tahun berapa, hellooooo? Sudah tidak relevan untuk perempuan jaman now. Tapi nyatanya sisa-sisa pemikiran yang demikian masih ada sebagai laten, atau sementara mengalami dormansi yang pada saatnya muncul ke permukaan bila ada pemantik.

Kembali pada peran perempuan jaman sekarang, sudah sangat luas dan sangat penting, setara dengan laki-laki. Dalam praktiknya berbagi peran dengan suami/laki-laki. 

Faktanya seorang perempuan dan ibu mengemban panggilan sebagai manager keluarga, sebagai perawat bahkan dokter. Mereka juga guru bagi keluarga. Pun sebagai koki yang kreatif dan masih banyak peran lain.  Sangat multitasking. 

Untuk mengemban tugas sehebat itu tak cukup bahkan tak bisa hanya dengan kapasitas yang setara dengan kalimat "tidak usah sekolah, atau kalau sekolah tidak perlu tinggi-tinggi, toh nanti ujung-ujungnya menjadi ibu rumah tangga juga." Hmmmm....

Saat di kelas tempat saya mengajar, sering saya titipkan pesan bahwa perempuan justru harus pintar karena mereka akan mengemban tugas mulia untuk generasi manusia. Beri  mereka kesempatan untuk 'terbang' tinggi memperlengkapi diri,  bahkan untuk menjadi apapun yang bisa mereka raih. 

Tetapi juga harus dipahami bahwa setinggi-tingginya perempuan 'terbang', ingatlah bahwa rumah/keluarga tetap memerlukan sentuhan perempuan. Di sinilah panggilan mendasar perempuan yang harus tetap diemban.

Kembali ke masalah per-kawat-an, tali jemuran, jadi siapa yang mesti dicerahkan? Ya semua pihak, masyarakat secara umum, laki-laki, kaum perempuan, dan kita semua.

Ahaaa! Ternyata oh ternyata, Si bapak penjaga toko bangunan langganan saya itu adalah orang baru, jadi baru sekali itu ketemu saya. Kalau penjaga yang lama  sudah tahu untuk apa saya membeli kawat, karena kami sudah beberapa kali ngobrol  tentang hal ini, - dia sudah balik ke Kalimantan.  Oalah..... OK-lah.

Ngomong-ngomong, terima kasih ya, sembari saya menyiapkan tulisan ini, saya mengerjakan rangkaian bunga akrilik, dan....taraaaaa....selesai sudah. Berikut bunganya, cantik kan? (rs)

Dokpri
Dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun