Mohon tunggu...
David Rohans R Hutagaol
David Rohans R Hutagaol Mohon Tunggu... Akuntan - I write what i think

My name is David Rohans Rivaldo Hutagaol | An idealistic scatterbrain who loves reading, writing, listening, analyzing and travelling | A banker (someday) | A man with too many questions inside his head, who's interested in politic, music, social and economy |

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Yang Terjadi dengan Bank Kita Jika Ajakan Rush Money Diikuti

2 Desember 2016   07:46 Diperbarui: 2 Desember 2016   12:47 1293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang akhir tahun, perekonomian kita bagaikan menghadapi putaran angin yang tidak menentu. Dinamika yang terjadi disebabkan oleh banyaknya situasi ketidakpastian dan tekanan dari internal maupun eksternal. Salah satu dinamika internal yang terjadi adalah setelah adanya wacana penarikan dana secara massal dari bank (rush money) dan faktor eksternal lebih kepada terpilihnya Presiden baru Amerika Serikat, Donald Trump. Dari situasi internal sendiri, penyebaran wacana rush money ini layaknya doktrinisasi yang harus dijalankan tanpa harus dikritisi terlebih dahulu. Berbagai macam propaganda akhirnya menciptakan kekhawatiran dan tentunya kepanikan, yg tentunya diselipi tujuan spekulatif. Masyarakat yang panik tentu tidak akan berpikir secara rasional.

Beberapa penyebaran doktrinisasi untuk rush money di tanggal 4 November dan 25 November lalu telah membuat kepolisian kewalahan untuk mencari sumbernya, tetapi masih ada beberapa pihak yang memanfaatkan momentum untuk tetap akan melakukan rush money pada tanggal 02 Desember 2016 ini. Beberapa orang yang panik dan percaya akan doktrinisasi rush money ini mengingatkan saya pada kejadian di tahun 1998. Dimana krisis moneter yang terjadi ditahun tersebut berawal dari turbulensi ekonomi yang dimatangkan dengan kegaduhan politik yang berujung dengan pergantian rezim dari Soeharto yang mewakili zaman Orde Baru (ORBA) kepada BJ Habibie (Reformasi). Turbulensi ekonomi yang terjadi salah satunya ditandai dengan antrean panjang untuk mengambil uang tunai di Bank. Di mana Rush Money merebak di mana mana dan beberapa bank dinyatakan collapse.

Dari sisi ekonomi, hal yang mirip dengan kasus 98 seperti yang saya jelaskan barusan. Namun, hal yang mirip yang lainnya adalah dari segi “massa”. Konteks “massa” dalam pandangan saya, kejadian saat ini mirip dengan 98 adalah beberapa massa saat ini tidak lebih dari alat politik untuk kepentingan oknum tertentu. Massa yang yang dibentuk yang ikut meramaikan atau salah satu “team hore –hore” adalah sekelompok orang yang anonim, tak punya tujuan jangka panjang, digerakkan oleh sentimen jangka pendek yang emosional, dipakai sebagai peledak semangat dengan mengatasnamakan “ideologi”. By the way, apapun itu kita harus tetap menjunjung tinggi demokrasi. Di negara demokrasi seperti Indonesia, demonstrasi merupakan perwujudan penyampaian pendapat di khalayak ramai dan itu adalah hak konstitusional masyarakat.

Tidak berhenti disitu, rush money merupakan salah satu deret panjang banyaknya tantangan yang dihadapi Indonesia di penghujung tahun ini. Faktor eksternal merupakan salah satu tambahan tantangan Indonesia ke depannya yang dikarenakan adanya ketidakpastian dengan terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat. Kurang lebih 2 minggu dari sekarang, adanya rencana kenaikan Fed Funds Rate (Fed’s rate) dari 0,5% menjadi 0,75%. Hal ini tentunya akan berpengaruh signifikan terhadap harga dan perekonomian Indonesia ke depannya yang kembali lagi mengacu pada logika dasar ekonomi hukum permintaan dan penawaran. 

Kenapa Fed Funds Rate akan mempengaruhi perekonomian kita? Simpel! Itu karena Amerika Serikat adalah perekonomian terbesar di dunia. Inilah hal yang mempertegas mengapa begitu kuatnya kebijakan ekonomi AS dan Bank Sentral-nya (The Fed) mempengaruhi perekonomian kita dan tentunya nilai rupiah. Dan 20% dari seluruh barang dan jasa di dunia diproduksi di Amerika Serikat. Untuk lebih jelasnya anda bisa membaca artikel saya sebelumnya yang berjudul “Pengaruh Ekonomi AS dan China Terhadap Fluktuasi Nilai Rupiah”, atau klik di link ini (Pengaruh Ekonomi AS dan China terhadap Fluktuasi Nilai Rupiah). Dan belum lagi di awal tahun (tepatnya di Bulan Januari), pelantikan Presiden baru Amerika Serikat Donald Trump. Kabinet yang nantinya dipilih akan mempengaruhi arah kebijakan AS, termasuk di bidang ekonomi.

Lalu kita bertanya, apa dampaknya dari rush money ini jika dilakukan? Apa itu rush money? Apa hubungannya Donald Trump dengan Indonesia? Apa hubungannya rush money dengan rush hour (film) dan p-rush-manan (prasmanan)? Haha. Baik, mari kita telaah satu per satu. Here we go.

Rush Money
Rush money ini akan gue awali dengan novel yang sudah pernah gue baca. Novel yang berjudul The Rainmaker” yang ditulis oleh John Grisham. Inti dari novel tersebut adalah tentang bagaimana kemungkinan collapse-nya perusahaan asuransi. Memang hanya sebuah novel, yang merupakan fiksi, namun akan terjadi di kehidupan nyata kemungkinannya cukup besar. Novel tersebut diawali oleh pengacara yang idealis yang ingin membela hak–hak orang tidak mampu secara financial dalam gugatan hukum. 

Salah satu case-nya adalah pengacara tersebut melawan perusahaan besar asuransi. Klien yang dibela adalah orang yang tidak mampu, yang mana klaimnya tidak dibayar sehingga keluarga yang ia cintai meninggal. Perusahaan asuransi yang memiliki modal kakap cukup pede karena kekuatan modal yang dapat membayar barisan kuasa hukum ternama. Sedangkan lawan yang dihadapi adalah pengacara idealis yang baru lulus dari bangku kuliah. Tibalah saatnya ternyata memang ada celah yang tidak beres dalam proses klaim. 

Gugatan tersebut akhirnya menang di pengadilan. Pengacara tersebut memenangkan kasus yang cukup membawa namanya naik. Hingga akhirnya gugatan klaim satu per satu masuk pengadilan, konsumen dan mantan konsumen mereka menggugat secara massal. Yang akhirnya perusahaan asuransi tersebut collapse dan tidak mampu membayar klaim–klaim tersebut.

Apakah hal tersebut terjadi di kehidupan nyata? Yap. Mirip tapi tidak sama. Di Indonesia, pernah terjadi salah satu perusahaan penyedia parkir di mal digugat perorangan oleh pengacara berdarah batak (yang tidak saya sebut namanya). Perusahaan raksasa yg banyak mengelola parkir di pusat pusat perbelanjaan elit di Indonesia, tampaknya terlalu meyepelekan kekuatan 1 orang. Awalnya banyak yang menganggap candaan, hingga akhirnya di pengadilan perusahaan penyedia parkir tersebut kalah di pengadilan. Kasus tersebut mengenai tanggung jawab pihak pengelola parkir jika unit yang kita parkir hilang di area mal.

Apa kaitannya 2 case di atas dengan rush money? Rush money adalah penarikan dana secara massal dari Bank. Apakah dana tersebut seluruhnya ada? Tidak. Logika dasarnya adalah jika tabungan seluruh konsumen berjumlah 10 M di Bank, maka duit fisik yang ada di Bank (cabang maupun ATM) yang bisa ditarik kira kira hanya 60% nya yaitu 6M. Yang 4 M lainnya ke mana? 4 M lainnya dananya diputar di investasi melalui treasury, saham, dll. Karena memang itulah fungsi utama bank. Anda memberikan dana pihak ketiga berupa tabungan atau juga anda bisa investasi melalui deposito, dana yang anda tanamkan agar mendapatkan bunga dan return dari deposito yang anda tanamkan, maka bank kembali menyalurkan uangnya melalui pinjaman modal kerja UMKM, dll. 

Simpelnya, saat adanya rush money, bank akan khawatir karena mereka tidak bisa menyediakan dana ke seluruh konsumennya dan akhirnya butuh bantuan pemerintah untuk membayarnya, extremenya adalah bail out. Walaupun indikator dalam collapse dan bail outtidak sesimpel itu. Masih banyak komponen dan saat ini saya rasa sistem keuangan kita sudah memiliki pondasi yang kuat. Komponennya salah satunya rasio kecukupan modal, manajemen risiko, dll yang menunjukkan apakah bank tersebut statusnya adalah sehat dalam menjalankan fungsinya.

Di tahun 98, salah satu penyebab terjadinya rush money adalah banyaknya bank yang tutup sehingga banyak masyarakat yang khawatir dengan nasib dananya di bank tempat mereka menabung. Takut terkena risiko yang besar, masyarakat berbondong - bondong menarik dananya dari Bank tempat mereka menabung.

Lalu sebenarnya fungsi Bank itu apa? Apakah Bank cukup siap menghadapi rush money? Fungsi bank adalah intermediasi sebagai pemilik dana dan pihak yang butuh dana. Bank menghimpun dana dari masyarakat (yang salah satu bentuknya adalah dana pihak ketiga). Hal ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dana debitur. Bagaimana jika dana dari debitur > dari dana yg terhimpun (dana pihak ketiga, dll)? Maka bank akan mencari sumber pendanaan lain atau bisa juga meyertakan modal sendiri.

Bagaimana jika terjadi rush money? Apakah bank cukup siap? Seingat saya Bank memiliki 5, 10 atau 15% dari total dana nasabah, kas untuk cadangan sendiri. Namun, saya yakin bank manapun yang terkena rush money akan goyang. Bank akan kekurangan likuiditas bisa ambruk. Mata uang rupiah terpuruk, capital outflow akan terjadi, dan pasar saham akan jebol. 

Dampak terbesarnya adalah instabilitas perekonomian. Ya, karena peran bank yang sangat vital dalam menjalankan inklusi finansialnya. Andaipun tabungan dan deposito akan dicairkan seluruhnya, saya yakin bank sudah punya mekanisme untuk mengantisipasi resiko semacam ini. Terutama untuk bank kakap atau Bank BIG FOUR milik pemerintah yaitu BRI, BNI 46, MANDIRI dan BTN, dan juga bank swasta terkuat BCA. Bank yang terkena rush money akan menarik cadangan dana wajibnya di Bank Indonesia, seperti yang saya sebut sebelumnya, namun saya lupa nominal pastinya apakah 5, 10, atau 15% dari total dana nasabah.

Next, bank akan meminjam dari bank lain untuk kebutuhan likuiditas nasabahnya. Kalo ga cukup ya pastinya bank akan meminjam dari bank sentral atau Bank Indonesia (sebagai harapan terakhir). Intinya, bank akan tetap goyang jika ini terjadi, karena ujung ujungnya akan mempertahankan unit bisnisnya agar tidak collapse karena kalau collapse akan jadi too big to fail terutama bank kelas kakap.

Walaupun hal buruk tersebut bisa terjadi, namun kondisi saat ini masih cukup aman. Karena bank diawasi ketat oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan dana masyarakat dijamin oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Belum lagi, kita masih memiliki Bank Indonesia yg selalu menjaga stabilitas makroprudensial. Indonesia juga sudah memiliki Undang–undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan. Kenapa saya tau ini? Artinya saat ini otoritas moneter memiliki langkah–langkah pencegahan dan penanganan krisis yg telah baku di bawah undang–undang. Ya, karena kakak saya yang pertama bekerja di Bank Indonesia.

Kakak saya lulusan PCPM Bank Indonesia. Atau sejenis MT (Management Trainee) di perusahaan lain atau ODP (Officer Development Program) di bank lain. PCPM program MT atau ODP nya Bank Indonesia. By the way, gue anak ke empat dari 4 bersaudara, dan gue yang paling ancur dan paling ga ada prestasi yg cukup untuk dibanggakan. Sedih ya? Hahaha. Di masa muda kebanyakan becanda sama hidup, sampe akhirnya sekarang hidup yang becanda sama gua. Hahaha. Udahan ah curcolnya.

Oke mari kembali ke topik. Apakah bank tidak mampu memenuhi likuiditasnya melalui keuntungan yang diperoleh? Saya rasa tidak mampu. Sebagai contoh seperti ini. Apakah Anda pernah meminjam dana dari perusahaan multifinance? Tau istilah prepayment atau pelunasan dipercepat? Proses prepayment adalah proses yang menurut saya faktor manajemen risiko yang turut andil dalam hal ini. Konsumen melunasi kontra A, kenapa pada saat prepayment tidak dilakukan “angsuran x tenor”? Yang pasti konsumen akan protes. Iya. Mereka sudah melunasi cepat dan tergolong patuh, namun sama saja hasilnya seperti melunasi dengan masa full tenor. 

Dengan sistem pokok hutang + penalti, terlihat jelas adanya manajemen risiko. Sudah diperhitungkan bahwa dengan rugi bunga (tidak mendapatkan keuntungan maksimal, namun tidak loss juga), itu sudah untung walaupun sedikit. Karena dengan masa full tenor, ke depannya akan banyak resiko yang dihadapi. Gagal bayar, unit hilang, dll sehingga ujung ujungnya akan banyak keluar cost dan malah loss. Kaitannya dengan bank, saya yakin bank banyak lini usaha mereka tidak mendapatkan keuntungan maksimal untuk meminimalisir resiko. Sehingga dengan mengandalkan keuntungan saja rasanya tidak cukup untuk mengembalikan pencairan deposito dan tabungan dalam bentuk rush money.

Dan isu rush money pun bergeser ke wacana penghapusan pasar saham. Saat dialog di salah satu stasiun TV yang saya tonton dari youtube, ada seorang doktor dan menjadi dosen di salah satu universitas negeri, memberikan wacana untuk penghapusan pasar saham untuk menghilangkan intervensi asing dan isu rush money ditanggapi santai. Menurut saya tanggapan pasar saham untuk dihapus lumayan konyol. Bagaimana perusahaan bisa menjalankan fungsinya tanpa adanya dana investasi? Apakah semuanya bisa dikendalikan dengan modal sendiri? Atau seluruhnya dengan hutang? Apakah Bank dapat memberikan dana yang dibutuhkan perusahaan dalam melakukan kegiatan operasionalnya dan ekspansi usahanya? Leverage nya bagaimana? Case ini mengingatkan saya pada buku “Outliers” yang ditulis oleh Malcolm Gladwell. Di mana buku tersebut mengulas seorang Christopher Langan (kalau tidak salah namanya), orang yang memiliki IQ lebih tinggi daripada Albert Einstein, namun tidak menjadi apa–apa.

Tidak dikenal di manapun dan tidak menjalani kehidupan sebagai peneliti ataupun hidup yang berkecukupan. Berbeda dengan orang yang memiliki IQ tertinggi yaitu Albert Einstein dan Garry Kasparov yang saat ini telah dikenal dan memiliki prestasi nyata. Hal ini membuka mata kita bagaimana orang pintar yang memiliki IQ lebih tinggi dari Einstein bisa tidak meraih prestasi hingga memiliki kehidupan yang cukup menyedihkan. Begitu juga sebaliknya. Saya ingin mengambil contoh di Indonesia. Pak Boediono (Mantan Wapres, Mantan Gubernur BI dan Mantan Menkeu), jika Anda melihat Beliau berpidato, anda yang pertama kali melihatnya akan menilai Pak Boediono tidak cukup pintar. Tapi jika anda melihat track record-nya, Anda akan mengetahui betapa jeniusnya Beliau, termasuk membaca buku yang ia tulis.

Begitu juga dengan pembawa acara ILC Pak Karni Ilyas. Anda akan berpikir hal yang sama. Kaitannya dengan doktor yang mengatakan bahwa pasar saham sebaiknya dihapuskan, adalah salah hal yang sebaliknya. Sehingga penilaian orang tersebut capable atau tidak, tidak bisa diukur dari peringkat ataupun gelar. Jika saya ditanya, saya akan menjawab menilai seseorang dari sudut pandang logika seseorang tersebut. Hal tersebut akan menjadi pembeda. Namun tidak ada hal yang mutlak menyangkut hal tersebut.

Tindakan rush money ataupun doktrinisasi Rush Money yang disebarkan, adalah hal yang gegabah. Yang sebaiknya tidak dilakukan. Hal ini dikarenakan sektor keuangan rentan terhadap spekulasi dan ketidakpastian. Kita ambil contoh, setelah terpilihnya Donald Trump, pasar saham tidak merespons dengan positif. Dan jika kita lihat grafiknya cenderung menurun.

Terpilihnya Donald Trump
Terpilihnya Donald Trump menjadi kegelisahan sendiri bagi Indonesia. Saya akan membahas sedikit terkait hal ini, untuk detailnya dapat dibaca di artikel gue selanjutnya. Secara garis besar gue akan bahas sedikit.

Rencana Donald Trump untuk menutup jalur dengan Meksiko adalah salah satu sikap yang cukup nyentrik dan frontal yang membuat orang Meksiko yang tinggal di Amerika merasa tidak nyaaman dengan terpilihnya Donald Trump. Namun dari sisi ekonominya, saya melihat biaya produksi akan naik. Kenapa? Karena upah meningkat. Yap, karena dampak statement Donald Trump akan membawa dampak hilangnya jalur tenaga kerja yang murah yang selama ini di Amerika. Dan Amerika akan kehilangan daya saingnya. Namun, saya yakin Trump adalah seorang pebisnis yang mengerti dampak dari kehilangan daya saing, dan realitas ekonomi akan memaksa Trump untuk menjadi seorang yang rasional dan realistis nantinya. Hal ini akan mendorong inflasi di Amerika.

Isu besar lainnya adalah rencana pemotongan pajak corporate dari 35% menjadi 15%. Di bawah Obama, pajak korporasi di Amerika benar benar di tekan hingga mencapai 35%. Sehingga banyak korporasi yang memindahkan usahanya di sekitar, seperti ke Kanada, dan lain sebagainya. Hal tersebut untuk menghemat pajak yang lebih rendah.

Hal lainnya adalah rencana The Fed untuk menaikkan suku bunganya dari 0,5% menjadi 0,75%. Dan hal ini akan menjadi tantangan bagi Indonesia. Karena kenaikan ini menurut gue akan memicu pemindahan likuiditas dari pasar negara berkembang seperti Indonesia ke pasar domestik AS.

Singkatnya, perekonomian kita memang terkena dampak jangka pendek dari sektor keuangan. Harapannya situasi sudah tenang, likuiditas mulai kembali lagi ke negara berkembang sehingga pelemahan nilai tukar dan indeks saham dapat berubah arah. Ya seperti biasanya, pelaku pasar cepat panik namun cepat untuk menyesuaikan diri.

Gue akan menutup artikel ini dengan mengatakan semoga demo esok hari tidak ada hal yang berarti yang mempengaruhi berubahnya nilai mata uang kita apalagi dengan hal gegabah yaitu penarikan dana massal dari Bank. Karena gangguan pada Bank secara merata akan berpengaruh pada seluruh sendi perekonomian kita. Berdemolah dengan damai. Have a good Friday!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun