Lalu, hal apalagi selain suku bunga The Fed yang dapat memperlemah rupiah kita? Ya sudah jelas, ekspor! Kembali ke hukum supply demand. Ekspor mewakili penawaran (supply) USD di Indonesia. Karena hal tersebut menambah persediaan kita akan USD. Jika ekspor mewakili penawaran (supply), maka sudah jelas bahwasanya impor mewakili permintaan (demand) USD. Karena impor dibayar dengan USD, maka hal tersebut mengindikasikan permintaan (demand) kita terhadap USD meningkat. Maka kalau ekspor kita menurun, maka penawaran menurun (sebagaimana ekspor mewakili penawaran), maka harga USD akan meningkat.
         Nah, setelah suku bunga The Fed dan faktor ekspor, mata uang USD adalah mata uang pamungkas yang mempengaruhi supply demand tadi. Pernahkah terbersit dalam pikiran anda yang membaca artikel ini, mengapa suku bunga The Fed dan dollar USD selalu mempengaruhi nilai mata uang negara lain? Ya, itu semua karena Amerika Serikat adalah perekonomian terbesar dunia. Dan hal ini perlu digarisbawahi dan mempertegas mengapa begitu kuatnya kebijakan ekonomi AS mempengaruhi nilai mata uang kita. 20% dari seluruh barang dan jasa di dunia diproduksi di Amerika Serikat. Dan oleh karena itu USD adalah mata uang de facto perdagangan international.
         Lalu, saya akan menceritakan apa yang terjadi pada tanggal 07 Oktober 2015. Yap tanggal 07 Oktober 2015 adalah awal mulanya rupiah menguat ke angka Rp 13 ribuan (untuk pertama kalinya), setelah sebelumnya bercokol di angka Rp 14 ribuan. Saya mengetahuinya saat sore hari, dimana dollar ditutup di angka Rp 13 ribuan (itu karena gue pake komputer Bos gue biar bisa liat berita di internet). Dan sesaat setelah kejadian itu, disaat yang sama pemerintah mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid 3, yang dimana saat itu gue masih ada di kantor dan fokus menggunakan internet gratis dari komputer Bos gue (karena walaupun sore itu gue pulang ke kosan, tetap aja sama aja, gue ga ada akses utk liat kebijakan ekonomi jilid 3. Karena di kosan gue juga kaga ada tv dan sinyal utk internet parah).
Setelah Jokowi mengumumkan paket kebijakan ekonomi jilid 3,esok harinya rupiah kembali menguat, lalu orang berbondong bondong memuji dan mengklaim bahwa penguatan rupiah karena Paket Kebijakan Ekonomi yang dikeluarkan Jokowi. Yakin??? Nah, kalo emang karena paket Kebijakan Ekonomi Jokowi, Jokowi hebat bener ya, sampe – sampe dia juga bisa membuat ringgit ikut menguat. Hebat bener kebijakannya sampai berdampak ke negara tetangga (Malaysia). Yang saya lihat, mengapa rupiah dan ringgit sama – sama menguat, karena data ekonomi di AS sedang menunjukkan bahwa tingkat pengangguran disana masih begitu tinggi atau diluar harapan dari target yang seharusnya. Hal inilah yang membuat The Fed mengurungkan niatnya menaikkan suku bunga di bulan September 2015 lalu dan hal ini juga yang menyebabkan rupiah kita mengalami penguatan nilai mata uang terhadap USD.
Â
Saya sendiri gak tau apakah apa yang saya jelaskan ini memang termasuk bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi jilid 3 nya Jokowi. Namun, secara logika ekonomi, seharusnya rupiah menguat krn adanya capital inflow. Capital inflow dalam jumlah besar menandakan bahwa investor percaya terhadap Indonesia, Pemerintah mempermudah asing untuk menanamkan modalnya disini dan adanya structural reform yang dilakukan pemerintah mengenai masalah keuangan sehingga meningkatkan trust dari investor.
2. Ekonomi China
         Ekonomi China pun turut mempengaruhi pergerakan rupiah kita. Jika Amerika Serikat adalah sang perekonomian terbesar, maka China adalah konsumen terbesar dunia. China membeli barang mentah atau setengah jadi dari seluruh negara di dunia. Nah jika China mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi seperti saat ini, maka China akan mengurangi belanja barang mentah dan setengah jadi dari tiap negara, lalu apa dampaknya? Ya sudah jelas akan menurunkan ekspor dari tiap negara termasuk Indonesia. Nah, jika ekspor menurun maka harga USD akan naik (seperti yang saya jelaskan sebelumnya mengenai kaitan ekspor impor terhadap hukum supply demand).
         Dampak devaluasi yuan akan saya jelaskan melalui bagan dibawah ini:
Â
DAMPAK DEVALUASI YUAN TERHADAP INDONESIA
Â