Mohon tunggu...
Rofiudin
Rofiudin Mohon Tunggu... Freelancer - Blog Pribadi

You Can Do It! If You Try.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pilkada Serentak 2020 Diisi Anak Penguasa dan Publik Figur, Aktivis Kapan?

12 Agustus 2020   16:13 Diperbarui: 20 Januari 2022   14:13 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemilu (Sumber: Pexels/Element5 Digital)

Pilkada serentak 2020 akan di selenggarakan pada 09 Desember 2020 yang tersebar di 270 daerah. Di berbagai media saat ini sangat santer sekali menginformasikan tentang calon-calon yang ikut serta dalam Pilkada serentak 2020. 

Sebenarnya sangat biasa informasi tentang calon-calon dalam pemilu yang menjadi luar biasa adalah ternyata banyak calon-calon Pilkada di isi oleh Anak Penguasa dan Publik Figur.

Sering saya katakan berulang kali dalam politik tidak ada benar salah, yang ada hanyalah baik dan buruk. Artinya tidak ada salahnya mereka Anak Penguasa dan Publik Figur ikut serta sebagai calon dalam Pilkada serentak 2020 karena semuanya di Jamin dalam UUD 1945 yakni semua orang punya hak untuk memilih dan dipilih. Namun harus menjunjung tinggi Etika dalam berpolitik.

Saya berpandangan iklim politik di Indonesia sudah tidak sehat lagi bagi para Aktivis. Pasalnya hari ini Aktivis masih berasa di posisi siap mati bukan siap berpolitik. 

Padahal Aktivis memiliki Capital Intelektual yang tidak ternilai harganya. Namun dalam politik praktis bukan hanya Intelektual Capital yang dibutuhkan melainkan Social Capital dan Materil Capital. 

Jelas sudah dalam kondisi politik saat ini sangat tidak memihak kepada para Aktivis untuk bagaimana unjuk gigi tampil sebagai calon-calon pemimpin dalam pilkada 2020.

Berbicara Anak Penguasa dan Selebritis disamping mereka miliki popularitas capital juga memiliki Materil Capital yang sangat kuat untuk menopang cost dalam politik, karena faktanya cost politik sangatlah mahal. 

Membahas politik tidak lepas dari sosio historis, perjalanan politik dari masa ke masa tentu banyak mengalami berbedaan dan perubahan, namun saya berpandangan tetap ada kaitannya dan berhubungan. 

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

Sejak pemilu pertama keterlibatan Publik Figur sudah terlihat namun masih sangat sedikit dan pengaruhnya mungkin sangat minim, berbeda sekali dengan saat ini pengaruh Anak Penguasa dan Selebriti sangat berdampak kepada perolehan suara. 

Partai sebagai kendaran politik mengambil jalan pintas untuk bagaimana memenangkan pertandingan dengan melakukan saving cost secara maksimal. 

Mungkin dengan cara mengadopsi Anak Penguasa dan Publik Figur memuluskan jalan menuju kekuasaan yang di cita-citakan, tanpa pertimbangan impact kepada publik.

Oligarki dalam politik memiliki Hidden Otonomy yang mampu mempengaruhi keputusan politik dengan sangat mudah. Tekanan Oligarki kepada partai politik juga sangat besar pengaruhnya, terbukti dengan Partai Politik mengabaikan kader-kader loyalis dan lebih mengutamakan dengan memilih mereka Anak Penguasa dan Publik Figur karena di rasa dapat memberikan jaminan suara yang besar di banding Aktivis yang sudah ber KTA Partai Politik. 

Padahal mereka Anak Penguasa dan Publik Figur sangat  prematur dalam Pilkada serentak 2020. Indikatornya apa ? tentu banyak sekali jika mau dibedah, namun secara besar sangat lah terlalu cepat untuk bagaimana terjun kedunia politik pada Pilkada Serentak 2020.

Terakhir mungkin, saya berbicara seperti ini tidak ada kepentingan apa-apa, saya bukan Anak Penguasa juga bukan Aktivis tulen. Artinya saya berpandangan seperti ini karena piur murni menyampaikan apa yang menjadi kegelisahan dalam kondisi sosial politik Indonesia yang tidak sehat lagi, kekuatan Oligarki dan Penguasa yang  mendominasi, membuat Aktivis tidak mampu berbuat apa-apa. 

Kedepan mereka para Aktivis harus memutar balik karena jalur yang di lalui mungkin salah atau juga tanpa arah tujuan. Aktivis harus mandiri membangun pondasi untuk bagaimana mempersiapkan diri untuk berpartisipasi dalam politik. 

Karena mengacu para Konsep Hierarti Politik menurut (Michael Rush & Philip Althoff dalam buku Pengantar Sosiologi Politik 118 : 1983) partisipasi politik tertinggi adalah Menduduki Jabatan Politik atau Administrasi Politik. Artinya Aktivis harus mempunyai harapan juga cita-cita untuk menduduki Jabatan Politik melalui pemilihan umum yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Regards,

Rofiudin
Mahasiswa Pasca Sarjana
Ilmu Politik Universitas Nasional

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun