Saat itu, Tari Mbuku menerima kehadirannya dengan sikap yang terkesan tenang dan senang. Tidak grogi dan salah tingkah. Ia bahkan begitu sigap menyiapkan minuman hangat untuk Rangga Mone.
Rangga Mone melihat situasi itu sebagai isyarat yang baik. Dalam hati, Rangga Mone berpikir, Tari Mbuku sudah terbebas dari belenggu cintanya dengan laki-laki itu.
"Bagaimana, kamu sudah menyelesaikan masalahmu dengan laki-laki itu?" tanya Rangga Mone santai, tanpa beban sedikitpun.
"Terima kasih atas bantuan kakak. Saya sudah omong jujur apa adanya kepadanya. Memang awalnya ia keberatan dan mempertanyakan mengapa saya begitu cepat berubah dan menganggapnya lebih baik sebagai saudara saja. Tapi dengan penjelasan saya yang sejujur-jujurnya bahwa sebenarnya saya hanya simpati dan kagum saja dengan sikapnya dan bukan mencintainya, maka ia pun memakluminya dengan ikhlas, yang penting saya bisa bahagia," tutur Tari Mbuku tanpa beban juga, seperti sedang curhat saja kepada sahabatnya.
"Kalau begitu, syukurlah. Mungkin memang beginilah jalan hidup kita. Kalau kamu tidak melewati pengalaman hidup itu, mungkin juga saya tidak pernah ke sini," komentar Rangga Mone.
"Terima kasih kak. Atas pengertiannya," balas Tari Mbuku.
"Apa sekarang kamu sudah merasa lebih baik? Maksud saya, sudah bebas dari beban berat?" tanya Rangga Mone melanjutkan.
"Sudah bebas kak. Merasa senang dan bahagia," jawab Tari Mbuku sambil tersenyum.
"Kalau begitu, bagaimana kalau saya menambah rasa kebahagiaan untukmu," sambung Rangga Mone.
"Apa itu kak," respon Tari Mbuku.
"Ya, mau apalagi, saya mau melanjutkan cinta saya kepadamu," tutur Rangga Mone.