Mohon tunggu...
Rofinus D Kaleka
Rofinus D Kaleka Mohon Tunggu... Insinyur - Orang Sumba. Nusa Sandalwood. Salah 1 dari 33 Pulau Terindah di Dunia. Dinobatkan oleh Majalah Focus Jerman 2018

Orang Sumba, Pulau Terindah di Dunia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rangga Mone Cium Hidung Tari Mbuku

10 Mei 2019   14:32 Diperbarui: 11 Mei 2019   21:53 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aplaus, tepuk tangan, pok-pok-pok, menggemuruh di ruang aula SMP pedesaan itu, sesaat setelah Rangga Mone menyudahi pidatonya di podium di atas panggung. Saat itu sedang berlangsung acara perpisahan dan pelepasan para siswa-siswi kelas III yang sudah menamatkan studinya. Dimana Rangga Mone termasuk di dalamnya.

Pidato Rangga Mone yang berisi kesan dan pesan selama tiga tahun di sekolah itu, diawalinya dengan peribahasa, "Berjalan sampai ke batas, berlayar sampai ke pulau". Isi pidatonya, singkat, padat, jelas dan secara keseluruhan bernarasi puitis sehingga indah didengar. Dan diakhirinya juga dengan peribahasa, "Jika ada sumur di ladang bolehlah kita menumpang mandi. Jika ada umur panjang bolehlah kita berjumpa lagi."

Sesaat setelah menyudahi pidatonya, Rangga Mone mengangkat wajahnya. Di sana terlihat jelas wajah Tari Mbuku sedang berseri-seri. Rangga Mone berharap, semoga apa yang dilihatnya itu isyarat Tari Mbuku sedang terpikat dengan penampilannya tadi.

Kepala sekolah dan guru-guru serta orang tua siswa-siswi yang duduk di kursi barisan depan spontan berdiri dan menyalami Rangga Mone saat turun dari panggung. Pertanda puas dengan isi pidato dan ekspresi artikulasi retorika Rangga Mone yang sudah mengarah ke gaya "para singa podium".

"Hebat ... Hebat ... Hebat .... Kamu memang anak cerdas. Bapak sangat bangga dengan pidatomu tadi. Berisi. Berkelas. Puitis. Indah. Impresif," tutur Kepala Sekolah bersemangat sambil menepuk-nepuk punggung Rangga Mone.

"Terima kasih bapak. Jika memang pidato saya tadi bagus, maka itulah hasil didikan bapak-bapak dan ibu-ibu guru di sekolah ini," kata Rangga Mone penuh percaya diri, sebelum ia kembali ke tempat duduknya.

*****

Suasana aula SMP tetap beraura semangat. Siswa-siswi tak habis-habisnya membicarakan pidato Rangga Mone. Belum lagi penampilannya yang keren. Ini menjadi bidikan khusus gadis-gadis remaja yang hadir saat itu.

"Sangat beruntunglah gadis yang jadi pacarnya," kata seorang siswi.

"Pandai. Ganteng lagi. Bikin gemas," kata siswi yang lain.

"Dia mau ke SMA mana ya. Pasti jadi rebutan gadis-gadis di sana," kata siswi yang lain lagi.

"Hanya gadis bodoh yang masih jual mahal kalau Rangga Mone melamarnya. Kalau saya yang dinaksirnya, saya langsung embat," kata seorang siswi yang agak tomboi.

Pokoknya masih banyak deh perbincangan bisik-bisik tak karuan dari para gadis SMP itu. Perbincangan lepas mereka ini, meskipun samar-samar, terdengar sayup-sayup juga di kuping Tari Mbuku yang hanya berjarak beberapa kursi. Pipinya memerah dan gelisah. Entah apa ya yang dirasakannya.

"Kamu tersinggung dengan apa yang mereka perbincangkan," tanya Emy Erte berbisik di telinga Tari Mbuku.

"Tidak. Biasa saja," jawab Tari Mbuku sekenanya.

"Tapi kenapa kamu seperti tidak tenang. Bahkan matamu tertuju ke arah ke tempat duduk Rangga Mone. Mulai kagum ya. Jujur juga bukan dosa lho," goda Emy Erte, sahabat dekat Tari Mbuku.

"Macam-macam saja kamu ini. Kalau kamu  goda lagi, saya pulang duluan," bisik Tari Mbuku dengan nada mengancam, supaya Emy Erte mengalihkan topik candaannya.

*****

Waktu berputar tiada terasa. Hari sudah menjelang sore. Seorang gadis cantik, biduan SMP tersebut, menyanyikan lagu karya penyanyi  balada legendaris Iwan Falz yang berjudul "Kemesraan". Lagu ini menjadi penutup rangkaian acara tersebut.

Saat lagu tersebut masih berlangsung, para guru, orang tua / wali dan siswa-siswi menyalami para siswa-siswi kelas tiga yang sudah lulus, satu persatu. Tentu saja, salam khas daerah itu, jabat tangan dan cium hidung. Cium hidung dalam acara bahagia dan resmi seperti itu di daerah itu, bukan hal yang tabu. Malahan menjadi bentuk persaudaraan yang baik.

"Saya ijin mau cium hidung Rangga Mone. Jangan marah ya," kata Emy Erte kepada Tari Mbuku saat sedang mengantre salaman.

"Kau cium sudah to. Kenapa mesti ijin sama saya," balas Tari Mbuku.

"Siapa tahu kamu tidak berkenan," goda Emy Erte.

"Macam-macam saja kamu ini," kata Tari Mbuku.

"Kamu juga mau cium hidungnya yang mancung itu to?" goda Emy Erte lagi.

"Tidak, cukup jabat tangan saja. Nanti dia pikir saya suka dia lagi," timpal Tari Mbuku.

Tinggal tiga siswa lagi, Tari Mbuku akan berhadapan dengan Rangga Mone. Dan ketika berhadapan, mereka saling menatap sekilat mungkin, lalu jabat tangan dan menyentuhkan ujung hidung  masing-masing. Mungkin karena grogi bibir mereka pun bersentuhan tipis-tipis.

"Katanya tidak mau cium hidung. Tahu-tahunya hampir habok bibirnya Rangga Mone," goda Emy Erte. Membuat wajah Tari Mbuku memerah karena merasa malu dan ia pun tidak mau  berlama-lama lagi di tempat acara tersebut.

*****

Hangat napas Tari Mbuku yang terhirup saat cium hidung di acara perpisahan dan pelepasan tadi, dirasakan oleh Rangga Mone seolah-olah masih melekat di ujung hidungnya sampai ia terlelap dalam tidurnya malam itu. Hatinya pun masih berbunga-bunga saat terbangun di pagi hari.

Seminggu setelah acara tersebut, Rangga Mone meninggalkan desanya menuju kota kabupaten di luar kabupatennya. Saat melintas di jalan raya dengan menumpang di bak truk, ia menoleh ke kiri ke arah rumah orang tua Tari Mbuku.

Rangga Mone berpapasan muka dengan Tari Mbuku yang sedang berdiri di depan pintu. Secara spontan Rangga Mone melambaikan tangan dan disambut lambaian tangan juga oleh Tari Mbuku.

Dalam hatinya yang paling dalam, Rangga Mone menegaskan keyakinannya, bahwa suatu saat nanti Tari Mbuku akan menjadi kekasih hatinya.

Tambolaka, 10 Mei 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun