"Hanya gadis bodoh yang masih jual mahal kalau Rangga Mone melamarnya. Kalau saya yang dinaksirnya, saya langsung embat," kata seorang siswi yang agak tomboi.
Pokoknya masih banyak deh perbincangan bisik-bisik tak karuan dari para gadis SMP itu. Perbincangan lepas mereka ini, meskipun samar-samar, terdengar sayup-sayup juga di kuping Tari Mbuku yang hanya berjarak beberapa kursi. Pipinya memerah dan gelisah. Entah apa ya yang dirasakannya.
"Kamu tersinggung dengan apa yang mereka perbincangkan," tanya Emy Erte berbisik di telinga Tari Mbuku.
"Tidak. Biasa saja," jawab Tari Mbuku sekenanya.
"Tapi kenapa kamu seperti tidak tenang. Bahkan matamu tertuju ke arah ke tempat duduk Rangga Mone. Mulai kagum ya. Jujur juga bukan dosa lho," goda Emy Erte, sahabat dekat Tari Mbuku.
"Macam-macam saja kamu ini. Kalau kamu  goda lagi, saya pulang duluan," bisik Tari Mbuku dengan nada mengancam, supaya Emy Erte mengalihkan topik candaannya.
*****
Waktu berputar tiada terasa. Hari sudah menjelang sore. Seorang gadis cantik, biduan SMP tersebut, menyanyikan lagu karya penyanyi  balada legendaris Iwan Falz yang berjudul "Kemesraan". Lagu ini menjadi penutup rangkaian acara tersebut.
Saat lagu tersebut masih berlangsung, para guru, orang tua / wali dan siswa-siswi menyalami para siswa-siswi kelas tiga yang sudah lulus, satu persatu. Tentu saja, salam khas daerah itu, jabat tangan dan cium hidung. Cium hidung dalam acara bahagia dan resmi seperti itu di daerah itu, bukan hal yang tabu. Malahan menjadi bentuk persaudaraan yang baik.
"Saya ijin mau cium hidung Rangga Mone. Jangan marah ya," kata Emy Erte kepada Tari Mbuku saat sedang mengantre salaman.
"Kau cium sudah to. Kenapa mesti ijin sama saya," balas Tari Mbuku.