Mohon tunggu...
Rofinus D Kaleka
Rofinus D Kaleka Mohon Tunggu... Insinyur - Orang Sumba. Nusa Sandalwood. Salah 1 dari 33 Pulau Terindah di Dunia. Dinobatkan oleh Majalah Focus Jerman 2018

Orang Sumba, Pulau Terindah di Dunia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ketika Tari Mbuku Enggan Menari

9 Mei 2019   20:23 Diperbarui: 9 Mei 2019   20:30 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sore yang cerah itu, gong bertalu-talu diiringi gema beduk dan tambur yang membahana. Suara melodi alat musik tradisional Sumba ini merdu terpancar melalui gelombang elektromagnetik senja yang tenang. Sehingga terdengar jelas bernas direkaman kuping kami dari Asrama Putra, yang tidak seberapa jaraknya dari arah sumber suara musik tradisional dengan melodi khas tarian.

Serta merta kami teringat pengumuman yang disampaikan oleh guru pembimbing OSIS saat apel pagi tadi. "Ayo teman-teman kita segera ke sekolah. Sudah waktunya mulai latihan," ajak Rangga Mone. Saat itu sedang persiapan latihan menari untuk mengikuti Porseni tingkat kabupaten.

"Siap-siap sudah supaya kita berangkat. Cukup cuci muka saja. Pulang latihan baru mandi," kata salah seorang teman seperti memerintah.

Sebagai pengurus OSIS dan juga calon anggota tim tari untuk Porseni, kami bergegas menuju sekolah. Saat kami tiba, para penari perempuan sudah mulai melatih gerakan-gerakan tarian di bawah petunjuk seorang ibu guru, yang memang pandai menari.

Dalam rangka Porseni tersebut, ada tiga jenis tarian yang dipersiapkan, yaitu Nenggo Ikit (tarian elang), Nenggo Ndara (tariang kuda), dan Nenggo Pahidolo (tarian memintal benang). Ketiga tarian ini diperankan oleh perempuan. Sedangkan tarian laki-laki disebut Ore (ronggeng).

*****

Latihan tarian diberhentikan sementara, sesaat ibu guru itu diberi kode oleh Emy Erte, yang sempat menoleh dan melihat kehadiran kami. Kemudian ibu guru mengajak kami untuk segera masuk ruangan latihan dan gabung dalam arena tarian.

"Mari ke sini Rangga Mone. Ajak teman-temanmu. Kalian berdiri di posisi ini. Apakah kalian sudah tahu gerakan tariannya?" kata ibu guru cantik dalam nada tanya.  Ibu gurunya cantik ya? Ya, cantiklah! Masa ibu guru mantan penari dan pelatih tarian tidak cantik!

"Sudah bu. Kami sudah coba latihan di asrama. Tapi belum bagus," balas Rangga Mone. Kami juga mengiyakan.

"Baiklah kalau begitu. Kalian memang anak-anak yang ibu banggakan," tutur ibu guru dengan nada yang lembut.

Latihan dimulai. Seorang gadis remaja cantik yang berada di posisi depan dari teman-temannya tampak kurang fokus. Tangan dan kakinya terasa berat untuk digerakkan dan tidak berirama. Apalagi senyumnya, seperti sirna tersapu angin sore itu. Ia terlihat seperti orang yang bingung. Beberapa kali diulangi masih sama saja.

Sebagai pelatih tarian yang sudah biasa menangani tim tari di sekolah itu, ibu guru segera menangkap sinyal yang kurang beres. Seketika itu,  ibu guru menghentikan latihan tarian.

"Anak-anak latihan hari ini cukup di sini dulu ya. Lusa baru kita latihan lagi," kata ibu guru.

"Baik bu guru. Selamat sore," balas siswa-siswi penari itu serentak. Kemudian mereka pamit pulang.

"Khusus untuk Tari Mbuku bersabar sedikit. Temani ibu pulang," kata ibu guru. Tari Mbuku ini adalah gadis cantik yang enggan menari tadi.

"Saya juga ikut ibu," kata Emy Erte menawarkan diri.

"Oya, boleh," balas ibu guru.

Mereka bertiga mengambil posisi duduk di bangku di emper sekolah. Ibu guru memeluk bahu Tari Mbuku.

"Jangan marah ya anak kalau ibu tanya. Bukan maksud untuk menyelidik. Mengapa setelah Rangga Mone dan teman-temannya tiba, kamu seperti enggan menari? Padahal sebelum mereka sampai, kamu menari sangat bergairah dan sudah cukup indah?" tanya ibu guru.

Saat itu Tari Mbuku hanya tersenyum simpul saja. Wajahnya memancarkan aura merah dengan mimik salah tingkah ketika memandangi wajah ibu guru. Tapi tidak sepatah katapun yang terucap dari bibirnya, kecuali gestur wajahnya yang malu-malu kucing.

"Kalau boleh, saya bisa bantu bu," kata Emy Erte menyela.

"Boleh kamu bantu sahabatmu," jawab ibu guru.

Emy Erte kemudian mengisahkan surat cinta Rangga Mone kepada Tari Mbuku, yang sudah dijawab oleh Tari Mbuku dengan nada penolakan secara halus. Sehingga Tari Mbuku merasa terbebani jika berhadapan langsung dengan Rangga Mone.

Ibu guru ini, sangat memahami situasi gejolak hati yang sedang dialami anak muridnya itu, lalu dengan bijak menasehati, "Hummm, hal biasa itu anak sayang. Ibu juga pernah muda. Kamu cantik sih. Jadi wajar kalau ada yang naksir. Rangga Mone juga anak baik lho. Ganteng lagi. Tapi tak usah pikirkan cinta dulu. Nanti ibu cari jalan keluar yang terbaik agar tim tari kita tampil bagus dalam Porseni nanti."

Setelah memberi nasehat itu, ibu guru mengajak kedua gadis remaja cantik ini segera meninggalkan sekolah. Sunrice di kaki cakrawala saat itu mulai tersenyum. Indah sekali.

*****

 Seminggu setelah latihan rutin secara disiplin, tim tari SMP itu berangkat ke kota kabupaten untuk mengikuti Porseni. Lomba tarian berlangsung selama tujuh malam. Artinya, mereka tinggal di kota selama tujuh hari penuh.

Jarak antara SMP mereka dengan kota kabupaten sekitar seratus kilometer. Jauh sekali untuk ukuran waktu itu. Sebab, transportasi masih sangat langka. Hanya truk yang ada sebagai angkutan penumpang. Sementara sepeda motor hanya dimiliki oleh satu dua keluarga yang ekonomi mapan.

Jarak yang jauh dan kelangkaan transportasi, membuat Rangga Mone, yang sudah ikhlas tidak gabung dalam timnya demi kekompakan tim dan nama baik sekolahnya, tidak bisa sama sekali untuk menyaksikan timnya saat berlaga dalam kompetisi Porseni di kota kabupaten.

Sesungguhnya, Rangga Mone sangat berniat untuk menonton timnya. Meskipun hanya secara sembunyi-sembunyi dari luar tenda atau jendela ruangan. Baginya, yang penting dapat menyaksikan gemulai Tari Mbuku, gadis desa, pujaan hatinya, di atas panggung pentas.

*****

Senin setelah apel pagi, guru-guru menyalami tim tari SMP mereka yang memenangkan kompetisi tarian dalam Porseni tingkat kabupaten. Sebagai Ketua OSIS, Rangga Mone, berkesempatan menyalami timnya.

"Profisiat untuk keberhasilan tim kita," tutur Rangga Mone saat menjabat tangan Tari Mbuku sambil mengembangkan senyumnya.

Tari Mbuku hanya menganggukkan kepala. Tanpa ekspresi sama sekali. Terasa dingin seperti es krim.

Rangga Mone mengabaikannya. Ibarat ungkapan, "tak akan lari gunung dikejar". Sampai saat itu, keyakinannya masih tetap teguh, suatu waktu Tari Mbuku akan menjadi kekasih hatinya.

 Tambolaka, 9 Mei 2019   

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun