Sebagai pelatih tarian yang sudah biasa menangani tim tari di sekolah itu, ibu guru segera menangkap sinyal yang kurang beres. Seketika itu, Â ibu guru menghentikan latihan tarian.
"Anak-anak latihan hari ini cukup di sini dulu ya. Lusa baru kita latihan lagi," kata ibu guru.
"Baik bu guru. Selamat sore," balas siswa-siswi penari itu serentak. Kemudian mereka pamit pulang.
"Khusus untuk Tari Mbuku bersabar sedikit. Temani ibu pulang," kata ibu guru. Tari Mbuku ini adalah gadis cantik yang enggan menari tadi.
"Saya juga ikut ibu," kata Emy Erte menawarkan diri.
"Oya, boleh," balas ibu guru.
Mereka bertiga mengambil posisi duduk di bangku di emper sekolah. Ibu guru memeluk bahu Tari Mbuku.
"Jangan marah ya anak kalau ibu tanya. Bukan maksud untuk menyelidik. Mengapa setelah Rangga Mone dan teman-temannya tiba, kamu seperti enggan menari? Padahal sebelum mereka sampai, kamu menari sangat bergairah dan sudah cukup indah?" tanya ibu guru.
Saat itu Tari Mbuku hanya tersenyum simpul saja. Wajahnya memancarkan aura merah dengan mimik salah tingkah ketika memandangi wajah ibu guru. Tapi tidak sepatah katapun yang terucap dari bibirnya, kecuali gestur wajahnya yang malu-malu kucing.
"Kalau boleh, saya bisa bantu bu," kata Emy Erte menyela.
"Boleh kamu bantu sahabatmu," jawab ibu guru.