Saat magrib pun tiba. Rangga Mone segera menyalakan pelita minyak tanah di ruang belajar. Kemudian ia segera mengambil surat dari dalam tasnya. Tas yang terbuat dari daun pandan. Tangannya bergetar saat membuka amplopnya.
Secepat kilat Rangga Mone membaca surat dari Tari Mbuku. Isinya di luar dugaan dan harapannya. Tidak seperti yang terisyarat dari sikap dan gestur tubuh Tari Mbuku saat dekat-dekat merapat dengannya.
"Mohon maaf kak, saya belum berpikir untuk pacaran. Masih konsentrasi untuk belajar. Lebih baik kita sebagai kakak dan adik saja," tulis Tari Mbuku dalam suratnya.
Isi surat Tari Mbuku ini bagi Rangga Mone adalah penolakan halus atas cintanya. Terjadi gempa lokal. Tubuhnya cukup gemetar. Perasaannya berkecamuk tak karuan. Â Kepalanya nyut-nyut. Â Sepanjang malam itu. Wajar. Maklum. Realitis.
Walau hati Rangga Mone kurang menerima, namun otaknya logis menerima. Â Ia memaklumi dengan suatu harapan yang tetap kuat, jika suatu waktu nanti gadis pujaannya itu akan menjadi kekasih hatinya.
Sepertinya ia sudah mendahului pikiran Ron Holland yang muncul belakangan, "Apa yang kamu pikirkan itulah yang akan kamu didapatkan".
Tambolaka, 8 Mei 2019
 Â
Â
Â
Â