Mohon tunggu...
Rofinus D Kaleka
Rofinus D Kaleka Mohon Tunggu... Insinyur - Orang Sumba. Nusa Sandalwood. Salah 1 dari 33 Pulau Terindah di Dunia. Dinobatkan oleh Majalah Focus Jerman 2018

Orang Sumba, Pulau Terindah di Dunia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Regenerasi Petani Merupakan Kebutuhan Sangat Mendesak

5 Mei 2019   22:18 Diperbarui: 5 Mei 2019   22:37 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa gagasan mengenai urgensi Regenerasi Petani Indonesia yang sedang digulirkan sebagai wacana nasional dalam sektor pertanian saat ini, sebetulnya bukanlah sesuatu yang baru sama sekali. Sebab gagasan tersebut sudah dimulai sejak awal tahun 2000-an, namun  masih sebatas wacana sampai sekarang ini. Artinya, belum tampak political will-nya yang strategis.

Regenerasi petani di tanah air, menurut saya, memang merupakan kebutuhan yang sangat urgen dan mendesak. Oleh karena itu harus segera dilaksanakan dan diwujudkan.

Fakta Empiris
Mengapa regenerasi petani urgen dan mendesak? Ada empat argumentasi esensial berdasarkan fakta empiris yang mendasarinya.

Pertama, jumlah petani sebagai pelaku pada sektor pertanian, terus mengalami  penurunan secara tajam. Menurut data BPS, hasil sensus pertanian, dalam kurun waktu 10 tahun (2003-2013), dari total jumlah petani sebesar 26.135.469 yang terdata sebelumnya, berkurang sebanyak 5 juta.

Kedua, masih menurut data BPS, dalam kurun waktu yang sama pada point pertama di atas, dari sisi komposisi usia, jumlah petani dalam kelompok usia di atas 45 tahun (petani tua) sebanyak 60, 8 persen. Sedangkan jumlah petani  dalam kelompok usia 25-35 tahun (petani muda) sebanyak  3.129.644 orang. Sisanya adalah kelompok usia di bawah 25 tahun.

Data ini menunjukkan bahwa sektor pertanian tanah air, dominan diurus atau dikelola oleh petani tua daripada petani muda. Kelompok petani muda inilah yang tidak begitu yakin lagi bahwa mengolah lahan pertanian dapat menjamin kesejahteraan hidupnya. Sehingga mereka meninggalkan sektor pertanian pedesaan dengan melakukan eksodus ke kota-kota besar untuk mencari lapangan kerja di sektor non pertanian yang lebih menjanjikan bagi kesejahteraan hidupnya. Ini berarti bahwa kelompok petani muda dan yang lebih muda lagi usianya, yang menyumbang andil angka penurunan 5 juta petani di atas.

Ketiga, masih menurut data BPS, dalam kurun waktu yang sama pada point pertama di atas, para petugas PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) yang ada sekarang ini, sekitar 70 persen, rata-rata sudah berusia di atas 50 tahun. Usia ini jelang pensiun dan tentu saat ini sudah banyak yang pensiun. Ini berarti bahwa para petani dan petugas PPL sama-sama sudah tua.

Dan keempat, produksi pertanian kita sampai saat ini masih tetap berstatus "ringkih" untuk memenuhi kebutuhan pasokan pangan domestik. Untuk mengamankan stabilitas pangan dalam negeri, kita masih terus melakukan impor bahan pangan dari negara-negara tetangga. Kondisi ini tentu merupakan "efek karambol" yang dikontribusi secara langsung oleh fakta pertama, kedua dan ketiga di atas.

Permasalahan Berat
Kempat fakta empiris di atas merupakan bagian tidak terpisahkan dari permasalahan berat yang dihadapi sektor pertanian tanah air. Kondisi ini sangat mencemaskan.

Mengapa demikian? Karena mengingat sektor pertanian yang meliputi tiga subsektor utama yaitu tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan dan peternakan, masih merupakan salah satu andalan utama perekonomian nasional. Bukan sekadar karena pertimbangan sebagai penyokong Produk Domestik Bruto (PDB) dan lapangan kerja, akan tetapi yang terpenting adalah  pertimbangan kebutuhan pangan, sebagai sumber bahan pangan pokok untuk keberlangsungan hidup sekitar 260 juta lebih jiwa penduduk Indonesia.

Jika kondisi di atas tidak segera ditangani secara nyata, maka akan menghadirkan "lampu merah", simbol bahaya, yang akan mengancam stabilitas produksi pertanian yang sudah dicapai sekarang ini dan pada gilirannya akan menggerogoti ketahanan pangan nasional kita.

Harus Ada Political Will Pemerintah
Salah satu kiat untuk menangani permasalahan di atas adalah penting dan mendesaknya dilakukan regenerasi petani. Mengingat permasalahan tersebut adalah permasalahan dalam sektor pertanian secara nasional, maka tentu merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk mewujudkan pelaksanaan regenerasi petani. Dalam konteks ini harus ada political will pemerintah yang serius.

Political will regenerasi petani seperti apakah yang diharapkan dari pemerintah? Terkait pertanyaan ini, saya pribadi mempunyai saran dan usulan, yaitu:

Pertama, pemerintah perlu memberikan stimulasi kepada para pemuda-pemudi pedesaan, sebagai tenaga kerja produktif, supaya bergairah dalam melaksanakan usaha tani di sektor pertanian. Mungkin sudah saatnya pemerintah memberikan bantuan secara langsung atau fasilitas kemudahan kepada para pemuda-pemudi pedesaan untuk dapat mengakses sarana-sarana produksi pertanian, berupa alat-alat mesin pertanian, benih unggul, pupuk, dan obat-obatan.

Kedua, pemerintah perlu melakukan regenerasi pengetahuan kepada para petani tua tentang perkembangan inovasi teknologi pertanian terbaru secara praktis, terutama berkaitan dengan sistem bercocok tanam dan pengolahan pasca panen sehingga mereka lebih mudah menerapkan dalam usaha taninya. Dalam hal ini perlu ditingkatkan volume dan frekuensi program dan kegiatan penyuluhan atau sosialisasi melalui kelompok tani.

Ketiga, pemerintah perlu membuka formasi rekruitmen dalam jumlah yang besar untuk para sarjana pertanian dan SMK pertanian, baik sebagai Aparatur Sipil Negara maupun Pegawai Tidak Tetap (PTT), sebagai Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) pada sektor pertanian yang ditempatkan atau diterjunkan ke daerah pedesaan untuk membantu masyarakat tani  dan sekaligus menggantikan posisi PPL yang sudah tua / pensiun.

Keempat, mengingat Indonesia sebagai negara agraris, maka pemerintah perlu mengevaluasi dan membenahi pendidikan pertanian baik pada tingkat SMK maupun perguruan tinggi. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan untuk mendorong kurikulum sistem pendidikan nasional supaya memasukkan dan memperkenalkan sektor pertanian mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Supaya sejak dini anak-anak muda kita mencintai sektor pertanian dan menyadari bahwa keberlangsungan hidupnya sangat tergantung dari sektor pertanian.

Dan kelima, pemerintah perlu mengevaluasi dan memperbaiki standar harga komoditi pada sektor pertanian. Standar harga yang diberlakukan harus dapat memberi jaminan kesejahteraan kepada para petani.  

Tambolaka, 05 Mei 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun