Â
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa gagasan mengenai urgensi Regenerasi Petani Indonesia yang sedang digulirkan sebagai wacana nasional dalam sektor pertanian saat ini, sebetulnya bukanlah sesuatu yang baru sama sekali. Sebab gagasan tersebut sudah dimulai sejak awal tahun 2000-an, namun  masih sebatas wacana sampai sekarang ini. Artinya, belum tampak political will-nya yang strategis.
Regenerasi petani di tanah air, menurut saya, memang merupakan kebutuhan yang sangat urgen dan mendesak. Oleh karena itu harus segera dilaksanakan dan diwujudkan.
Fakta Empiris
Mengapa regenerasi petani urgen dan mendesak? Ada empat argumentasi esensial berdasarkan fakta empiris yang mendasarinya.
Pertama, jumlah petani sebagai pelaku pada sektor pertanian, terus mengalami  penurunan secara tajam. Menurut data BPS, hasil sensus pertanian, dalam kurun waktu 10 tahun (2003-2013), dari total jumlah petani sebesar 26.135.469 yang terdata sebelumnya, berkurang sebanyak 5 juta.
Kedua, masih menurut data BPS, dalam kurun waktu yang sama pada point pertama di atas, dari sisi komposisi usia, jumlah petani dalam kelompok usia di atas 45 tahun (petani tua) sebanyak 60, 8 persen. Sedangkan jumlah petani  dalam kelompok usia 25-35 tahun (petani muda) sebanyak  3.129.644 orang. Sisanya adalah kelompok usia di bawah 25 tahun.
Data ini menunjukkan bahwa sektor pertanian tanah air, dominan diurus atau dikelola oleh petani tua daripada petani muda. Kelompok petani muda inilah yang tidak begitu yakin lagi bahwa mengolah lahan pertanian dapat menjamin kesejahteraan hidupnya. Sehingga mereka meninggalkan sektor pertanian pedesaan dengan melakukan eksodus ke kota-kota besar untuk mencari lapangan kerja di sektor non pertanian yang lebih menjanjikan bagi kesejahteraan hidupnya. Ini berarti bahwa kelompok petani muda dan yang lebih muda lagi usianya, yang menyumbang andil angka penurunan 5 juta petani di atas.
Ketiga, masih menurut data BPS, dalam kurun waktu yang sama pada point pertama di atas, para petugas PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) yang ada sekarang ini, sekitar 70 persen, rata-rata sudah berusia di atas 50 tahun. Usia ini jelang pensiun dan tentu saat ini sudah banyak yang pensiun. Ini berarti bahwa para petani dan petugas PPL sama-sama sudah tua.
Dan keempat, produksi pertanian kita sampai saat ini masih tetap berstatus "ringkih" untuk memenuhi kebutuhan pasokan pangan domestik. Untuk mengamankan stabilitas pangan dalam negeri, kita masih terus melakukan impor bahan pangan dari negara-negara tetangga. Kondisi ini tentu merupakan "efek karambol" yang dikontribusi secara langsung oleh fakta pertama, kedua dan ketiga di atas.
Permasalahan Berat
Kempat fakta empiris di atas merupakan bagian tidak terpisahkan dari permasalahan berat yang dihadapi sektor pertanian tanah air. Kondisi ini sangat mencemaskan.
Mengapa demikian? Karena mengingat sektor pertanian yang meliputi tiga subsektor utama yaitu tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan dan peternakan, masih merupakan salah satu andalan utama perekonomian nasional. Bukan sekadar karena pertimbangan sebagai penyokong Produk Domestik Bruto (PDB) dan lapangan kerja, akan tetapi yang terpenting adalah  pertimbangan kebutuhan pangan, sebagai sumber bahan pangan pokok untuk keberlangsungan hidup sekitar 260 juta lebih jiwa penduduk Indonesia.