Mohon tunggu...
Rofinus D Kaleka
Rofinus D Kaleka Mohon Tunggu... Insinyur - Orang Sumba. Nusa Sandalwood. Salah 1 dari 33 Pulau Terindah di Dunia. Dinobatkan oleh Majalah Focus Jerman 2018

Orang Sumba, Pulau Terindah di Dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merasa Aneh Saja, Mulai Berkembang Perangai Intoleran di Yogya

7 April 2019   21:48 Diperbarui: 7 April 2019   22:34 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Editor Buku Saku Muslim

Pengalaman toleransi yang indah juga saya dapatkan pada saat bekerja pada sebuah media massa cetak di Yogyakarta. Disamping tidak ada perlakuan intoleransi dalam bekerja dan pergaulan dengan pimpinan sampai rekan-rekan kerja, saya semacam mendapatkan kepercayaan tersendiri dari pimpinannya.

Aneh memang rasanya, bahkan tidak masuk akal sama sekali, bagaimana mungkin pimpinan perusahaan media massa tersebut, sebagai seorang muslim taat, tapi mempercayakan kepada saya, seorang non muslim, sebagai editor (khusus narasinya saja) untuk buku-buku saku muslim yang disusunnya. Ada sekitar delapan buah bukunya. Buku-buku tersebut dipergunakannya sebagai bahan saat ia memberikan pengajian. Tidak jarang juga ia mengajak saya dan memperkenalkan saya sebagai editornya.

Sarana Gereja

Satu hal lagi yang membuat saya sangat kagum dengan kondisi toleransi di Kota Yogyakarta, yaitu berkaitan dengan eksistensi gedung ibadah, khususnya Gereja. Dimana-mana ada gedung gereja. Bahkan di alun-alun Keraton Yogyakarta pun dikelilingi sarana gedung peribadatan, tidak terkecuali gereja.

Jika dibandingkan dengan Kota Kupang di Provinsi Nusa Tenggara Timur, perlu diakui bahwa khusus untuk gereja Katolik, jauh lebih mudah menjumpai gereja Katolik di Kota Yogyakarta ketimbang di Kota Kupang. Ini adalah fakta luar biasa bukan?

Dari pengalaman dan fakta nyata praktek toleransi luar biasa yang saya alami di atas, maka terus terang, saya merasa aneh saja, kok sekarang ini mulai berkembang perangai intoleransi di Yogyakarta. Tapi saya masih yakin bahwa ini bukanlah wajah asli masyarakat Yogyakarta. Tentu hal ini bukan karena apa adanya tapi karena ada apa-apanya.

Tambolaka, 7 April 2019 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun