Hoax atau bohong atau tipu atau dusta atau yang sejenisnya, bukan sekadar mahal dari sisi investasi waktu, tenaga dan biaya, akan tetapi juga mahal dari sisi kepercayaan. Dalam fenomena di atas, siapa yang dapat menjamin bahwa Ratna dan para sejawatnya sekarang ini tidak mengalami "krisis kepercayaan"? Mudah-mudahan saja tidak sampai pada titik "kehilangan kepercayaan" sama sekali.
 Terkait dengan penting dan mahalnya kepercayaan itu, dalam masyarakat Jawa ada ungkapan dan sekaligus nasehat yang berbunyi: "Kehilangan harta sama dengan tidak kehilangan apa-apa, kehilangan nyawa sama dengan hanya kehilangan separohnya, tapi kehilangan kepercayaan sama dengan kehilangan segala-galanya" (Romo Shindu). Kepercayaan itu mahal bukan?
Bohong itu Butuh Investasi
Fenomena Ratna di atas, memberikan gambaran yang jelas kepada kita bahwa nasehat Ki Suratman tadi selalu relevan untuk menjadi bahan tuntunan dalam proses perjalanan kehidupan kita. Setidaknya supaya kita selalu waspada dengan pikiran, perkataan dan perbuatan kita. Merem perilaku diri kita untuk tidak gemar bohong. Karena bohong itu ternyata membutuhkan investasi yang mahal.
Dengan begitu, saya pribadi berharap supaya para pembuat hoax, tukang fitnah dan pehobi maki melalui media sosial, mulai merem perilakunya. Kalau belum ketahuan boleh tertawa-ria. Tapi begitu terbongkar maka investasinya akan sangat mahal. Selamat belajar dari pengalaman Ratna di atas.
Penulis, pemerhati sosial tinggal di Sumba Barat DayaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H