Sebagai orang desa, apalagi berprofesi sebagai petani atau peternak, yang masih tradisional lagi, memperoleh kesempatan untuk ke luar pulau, tentu saja sangat menyenangkan. Terus terang, saya sendiri sering merasakannya.
Entah mengapa, beberapa sahabat saya yang tinggal di Jakarta, selalu menawarkan kepada saya untuk jalan-jalan ke Jakarta. Karena mereka yang mengajak, ya mereka yang mengurus seluruh akomodasi saya.
Para sahabat tersebut, adalah teman-teman kuliah saya di Yogyakarta waktu itu. Mereka dulu orang-orang sederhana seperti saya juga. Hidup pas-pasan begitulah. Memang kini mereka sudah lebih mapan dari saya. Tentu dari kacamata kemudahan dapat uang.
Kadang-kadang saya bertanya dalam hati, mengapa sahabat-sahabat itu, sepertinya punya keterikatan batin dengan saya. Â Mau berkorban hanya untuk menyenangkan saya. Padahal waktu kuliah dulu sering saya marah kepada mereka. Memang saya tidak sembarang marah sih, kecuali kalau mereka bolos atau lalai mengerjakan PR mata kuliah dari dosen. Mengapa saya marah, karena mereka akan merepotkan saya untuk membantu menyelesaikan tugas-tugas kuliah tersebut.
Seorang Haji
Kesempatan kali ini datang dari seorang sahabat di Jakarta juga. Ia seorang Haji. Sahabat saya itu, sudah lama bekerja di Jakarta, sebagai pengusaha pertamanan. Aslinya dari Klaten, Jawa Tengah.
Awalnya ia bersama keluarganya berencana liburan ke Sumba dan tinggal di pondok saya. Namun karena orderan pekerjaan padat, maka ia menundanya dan sebaliknya mengajak saya ke Jakarta. Tentu saja saya tidak menolaknya.
Senin siang, 19 Maret, saya bertolak ke Jakarta. Menjelang malam saya sudah tiba di rumahnya, setelah ia menjemput saya di bandara udara Soekarno Hatta. Dua malam tiga hari, saya berada di sekitar Banten, tempat sahabat saya itu tinggal.
Â
Monas