Â
OlehRofinus D Kaleka
SAMPAI dengan momentum peringatan Hari Pahlawan, 10 Nopember 2017 lalu, negara dan bangsa Indonesia telah melewati rentang masa kemerdekaan lebih dari 72 tahun. Predikatnya sebagai salah satu negara macan agraris di dunia, belum bergeser. Sektor pertanian, masih terus dipacu akselerasinya untuk dibangun sebagai kiat strategis dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat,.
Namun demikian sampai sekarang ini, negara dan bangsa kita, belum dapat berswasembada untuk memenuhi kebutuhan pangan dasar (primer) domestik. Pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura (buah-buahan dan sayur-sayuran) khususnya, negara dan bangsa kita masih terus melakukan impor produksi komoditi tanaman pangan (beras, jagung, kacang-kacangan) dan hortikultura (buah-buahan dan sayur-sayuran, minus bunga-bungaan).
Imbasnya jelas, pasar domestik kita belum bisa bersih dari produksi tanaman pangan dan hortikultura manca negara. Meskipun harganya relatif lebih mahal, mau tidak mau, untuk memenuhi kebutuhan pangannya, masyarakat terpaksa harus membelinya. Dari kalkulasi ekonomi sesungguhnya adalah inefisiensi atau terjadi pemborosan.
Menggemaskan dan Memalukan
Fakta di atas jelas merupakan ironi yang menggemaskan dan memalukan bagi kita. Sebagai salah satu raksasa agraris di dunia, sangat tidak elok jika negara dan bangsa kita masih menggantungkan pemenuhan kebutuhan pangan domestik dengan jalan melakukan impor produksi komoditi pangan dari manca negara.
Dilihat dari logika akal sehat, dengan kekuatan potensi sektor pertanian dan  demografi yang ada, serta kebijakan politik pembangunan yang sangat mendukung, seharusnya negara dan bangsa kita yang melakukan ekspor produksi komoditi pertanian ke manca negara. Sehingga mendatangkan devisa yang dapat mendongkrak peningkatan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi negara dan bangsa kita, yang pada gilirannya berkontributif positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat kita.
Faktor Penyebabnya    Â
Kita tahu betul bahwa dukungan kebijakan alokasi anggaran oleh pemerintah dan DPR serta juga NGO terhadap sektor pertanian dari waktu ke waktu sangat luar biasa untuk pengadaan fasilitas sarana dan prasarana pendukung seperti waduk, embung, saluran irigasi, alat mesin pertanian, dan balai perbenihan / pembibitan. Disamping itu, juga terus dilakukan peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia penggerak sektor pertanian. Demikian juga terus dilakukan penataan dan pemberdayaan kelembagaan pertanian. Semua yang dilakukan ini seolah-olah hanya sia-sia belaka. Ada apa sebetulnya dengan pembangunan pertanian kita?
Pekerjaan Berat  Â
Pembangunan pertanian sangat urgen dan vital, karena hanya dari sektor itulah sumber kebutuhan primer dapat terpenuhi untuk mempertahankan dan melanjutkan hidup dan kehidupan kita. Namun demikian perlu diakui, pembangunan pertanian, khususnya subsektor tanaman pangan dan hortikultura, bukanlah pekerjaan yang mudah.Â
Artinya, sungguh sangat berat sekaligus juga tidak populer. Karena disamping identik dengan pedesaan dan penuh debu atau lumpur, juga tidak sedikit faktor yang mempengaruhi sukses atau tidaknya pembangunan pertanian.
Pertama, lahan pertanian. Potensi lahan pertanian kita, baik lahan basah maupun kering, sebetulnya sangat memadai dan relatif subur. Potensi ini keberadaannya di wilayah pedesaan. Status kepemilikan lahan umumnya masih ulayat atau mengambang, sehingga tidak mudah untuk melakukan ekstensifikasi pengelolaan dan pengembangan usaha tani dengan orientasi skala ekonomi modern.Â
Kondisi tofografi pedesaan umumnya variatif, Â tidak semua daratan datar, ada juga perbukitan atau pegunungan, sehingga menjadi kendala tersendiri dalam pengolahan lahan.
Kedua, sebagai daerah tropis atau subtropis, iklim kita di Indonesia, sangat kondusif untuk pertanian, karena dapat menyediakan sumber air yang cukup. Namun mengingat kondisi topografi wilayah kita variatif, maka sumber air yang tersedia umumnya tidak dapat diatur pemanfaatannya secara maksimal untuk kebutuhan sektor pertanian.
Ketiga, sarana dan prasarana pertanian. Di daerah pedesaan sebagai wilayah pertanian, Â sarana dan prasarana yang dibutuhkan meliputi irigasi, traktor, pompa air, sumur bor, perontok, penggiling, benih / bibit unggul, pupuk, herbisida dan insektisida. Sarana dan prasarana ini belum tersedia secara memadai di pedesaan. Irigasi yang ada berkapasitas kecil dan seringkali mutu salurannya memprihatinkan.Â
Traktor, pompa air, sumur bor, perontok dan penggiling yang ada jumlahnya terbatas. Disamping itu, juga ketersediaan  benih / bibit unggul, pupuk, herbisida dan insektisida, seringkali terlambat atau tidak tepat waktu. Â
Keempat, sumber daya manusia pertanian pedesaan. Dilihat dari latar belakang pendidikan formal petani kita di pedesaan yang rata-rata jebolan SD/SMP, maka tidak berlebihan kalau dikatakan kualitas SDM petani kita masih rendah. Dengan kualitas yang demikian, maka tidak mudah untuk mengharapkan terjadinya adopsi sarana produksi pertanian secara baik dan adanya inovasi pengembangan usaha tani di pedesaan.Â
Belum lagi menyinggung kecenderungan orang-orang muda pedesaan sekarang ini, yang dari waktu ke waktu, jumlahnya makin meningkat yang meninggalkan sektor pertanian lantaran hijrah ke kota untuk bekerja pada sektor usaha jasa.
Kelima, pendampingan aparatur penyuluh pertanian. Mengingat SDM petani kita di pedesaan rata-rata hanya jebolan SD/SMP, maka diperlukan pendampingan aparatur penyuluh pertanian secara intens dan kontinyu. Pendampingan gaya konvensional dalam bentuk sosialisasi atau berteori saja sudah saatnya ditinggalkan. Artinya, perlu dilakukan inovasi yang lebih kreatif dengan mengutamakan kerja praktek langsung. Â Â
Dan keenam, harga komoditi pertanian. Pasar komoditi pertanian yang ramah terhadap petani memang diperlukan. Harga komoditi pertanian di pasaran bukan sekadar tidak stabil tapi memang kenyataannya masih rendah. Jika harga komoditi pertanian ini sedapat mungkin makin membaik di pasaran, maka tentu petani kita akan bergairah dalam melaksanakan usaha taninya.
Semangat Kepahlawanan
Dari keenam faktor yang disajikan di atas, yang mempengaruhi sukses atau tidaknya pembangunan pertanian, sedikit banyak telah memberikan isyarat kepada kita bahwa betapa kompleksnya permasalahan dan tantangan yang harus dikelola atau dicarikan alternatif solusi untuk dapat mewujudkan kesuksesan dalam pembangunan pertanian di Indonesia.Â
Tentu hal ini membutuhkan kerja keras, kerja pintar, kerja cerdas, kerja inovatif dan kerja tuntas dari semua stake-holder elemen bangsa dengan jiwa semangat juang militansi solidaritas dan pengorbanan yang tinggi. Ini berarti, perlu semangat kepahlawanan tersendiri dalam usaha pembangunan di sektor pertanian.
Semangat kepahlawanan di sektor pertanian ini, tidaklah cukup jika hanya datang dari pemerintah saja. Akan tetapi juga dibutuhkan partisipasi aktif dari dunia usaha swasta kuat, seperti perbankan, NGO dan lembaga konglomerasi nasional-internasional, untuk berinvestasi di sektor pertanian pedesaan. Disamping itu, juga diharapkan partisipasi yang sama datang dari lembaga perguruan tinggi, aktivis pemuda, dan TNI, teristimewa untuk menangani sisi pendampingan terhadap petani di pedesaan.
Dengan semangat kepahlawanan yang sama dari semua elemen pemangku kepentingan yang ada, tentu tidak ada yang mustahil untuk dapat mewujudkan kemajuan pembangunan pertanian di pedesaan Indonesia. Niscaya, produksi komoditi tanaman pangan dan hortikultura kita, baik kuantitas maupun kualitasnya, terus melambung peningkatannya dari waktu ke waktu.Â
Sehingga kita dapat berharap, ketahanan pangan kita mantap, komoditi tanaman pangan dan hortikultura kita menjadi raja-ratu di pasaran domestik, jika perlu menguasai pasaran dunia, serta juga berimbas pada peningkatan kesejahteraan petani kita di Indonesia. Â Â Â
Penulis, pemerhati sosial politik, tinggal di Sumba Barat Daya, NTT )
Â
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H