Mohon tunggu...
ro fal
ro fal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Skripsi: Fenomena Pernikahan Usia Muda di Masyarakat Madura

5 Juni 2023   17:12 Diperbarui: 5 Juni 2023   17:18 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tema : Pernikahan
Judul : FENOMENA PERNIKAHAN USIA MUDA DI MASYARAKAT MADURA (Studi Kasus di Desa Serabi Barat Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan)
Penulis : Titi Nur Indah Sari
Fakultas : Syariah dan Hukum
Universitas : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun : 2016 

A. Pendahuluan 

Pernikahan adalah salah satu perintah agama yang apabila seseorang telah mampu melaksanakannya maka dianjurkan baginya untuk segera melakukan pernikahan itu agar dapat mengurangi kemaksiatan dalam bentuk perzinaan dan penglihatan. 

Menikah di usia muda menurut sebagian masyarakat di Madura merupakan
perbuatan yang biasa, bahkan sudah menjadi budaya baru yang harus dijaga dan dilestarikan, karena kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan dari nenek moyang yang diwarisi secara turun temurun. Di desa Serabi Barat sendiri, mayoritas para kiyai dan tokoh masyarakat membolehkan seseorang menikah pada usia muda dengan catatan sudah mencapai usia baligh meskipun usianya masih di bawah umur. 

Perkawinan dapat dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan apabila telah mencapai umur tertentu, sesuai dengan aturan undang-undang nomor 16 tahun 2019 tentang batas minimal umur laki-laki dan perempuan yaitu 19 tahun. Namun fakta yang terjadi dalam masyarakat muslim Madura yaitu adanya pernikahan dibawah umur yang belum dewasa dan belum matang persiapannya karena latar belakang tertentu, antara lain apabila segera dinikahkan, orang tua dapat  lepas dari tanggungan. Terkadang orang tua memiliki pilihan sendiri dimana pilihan orang tua dinilai pantas dan layak untuk dinikahkan dengan anaknya. Meskipun tanpa sepengetahuan anaknya, para orang tua menetapkan calon untuk anaknya berdasarkan hubungan kekeluargaan, hubungan emosional, ataupun usaha bersama menjadi kelayakan dalam pernikahan, bukan batasan untuk melakukan pernikahan.

Dari beberapa faktor di atas maka terbentuklah mindset tentang pernikahan di bawah umur itu dipandang sebagai hal yang wajar di kalangan masyarakat muslim Madura. Berangkat dari hal tersebut, maka penulis skripsi ini tertarik untuk meneliti skripsi dengan judul "FENOMENA PERNIKAHAN USIA MUDA DI MASYARAKAT MADURA (Studi Kasus di Desa Serabi Barat Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan)".

B. Alasan Memilih Judul Skripsi Ini

Saya memilih skripsi ini karena merasa tertarik tentang pernikahan muda yang kerap kali terjadi dikalangan masyarakat muslim Madura khususnya di Desa Serabi Barat Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan, yang mungkin saja ini minim terjadi di daerah lain. Dan saya ingin mengetahui apa yang menjadikan alasan masyarakat di Desa Serabi Barat Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan, ini tidak menghapus kebiasaan yang bertentangan dengan undang-undang no.16 tahun 2019 ini. Dan saya juga ingin mengetahui bagaimana Dampak Pernikahan Usia Muda yang dirasakan Masyarakat Desa Serabi Barat, Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan ini.

C. Pembahasan Hasil Review

Penulis ini cukup kesulitan dalam mendapatkan data mengenai jumlah pernikahan muda yang telah terjadi, karena berdasarkan ungkapan dari pihak KUA  Kecamatan Modung, selama dia menjabat blom pernah ia mencatat terjadi pernikahan  muda dibawah usia 16 tahun. Namun berdasarkan wawancara yang telah di lakukan oleh penulis menunjukkan bahwa di lingkungan masyarakat banyak pasangan yang melakukan pernikahan usia muda khususnya di kampung Satrean dan Jentor, baik itu yang usia pernikahannya sudah lama ataupun dengan pasangan
yang usia pernikahannya masih baru. 

Terdapat dua cara yang ditemui oleh penulis saat di lapangan mengenai cara pernikahan, yaitu pertama, pernikahan yang dilakukan oleh calon pengantin
dihadapan kiyai, yang memenuhi rukun dan syarat pernikahan, dihadiri banyak
undangan, didaftarkan melalui modin desa, membayar sejumlah uang ke kantor
klebun, menyerahkan syarat-syarat pernikahan, namun mereka tidak pernah
menerima buku nikah karena tidak di daftarkan ke KUA. Pernikahan seperti ini
banyak terjadi dikalangan perawan (praben) dan perjaka (lanceng) ataupun duda dengan janda (randeh) yang menikah lagi. Kedua, pernikahan yang dilakukan dihadapan kiyai, yang mana memenuhi rukun dan syarat pernikahan, pernikahan
ini hanya dihadiri oleh keluarga terdekat saja, tidak di daftarkan ke modin desa. Biasanya pernikahan macam ini dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan finansial yang pas-pasan dan orang yang melakukan poligami tanpa
persetujuan dari isteri pertama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun