Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Terima Kasih, Orang Baik (3)

21 Maret 2024   05:42 Diperbarui: 21 Maret 2024   05:43 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bungkusan makanan yang siap dibagikan(Foto: @roelly87)

Terima Kasih, Orang Baik (3)

Terima Kasih, Orang Baik (3)

Bungkusan makanan yang siap dibagikan
(Foto: @roelly87)

"SELAMAT sore, pak. Ini saya ojol XXX yang mau antar makanan.

Untuk pesanan, sudah sesuai ya?" Demikian sapaan saya melalui chat kepada customer di salah satu aplikasi ojek online, Jumat (15/3).

"Ya, pak. Sesuai," jawabnya. "Bentar lagi, saya telepon ya. Sudah di resto, kah?"

"Ya, pak. Siap."

Sambil bersiap menuju restoran di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, saya pun menepikan sepeda motor. Maklum, Jalan Satrio lumayan padat pada hari keempat Ramadan 1445 Hijriah tersebut.

Saya chat lebih dulu untuk konfirmasi pesanan yang lumayan banyak. 30 bungkus nasi dengan aneka lauk di suatu Resto Ayam dan Bebek Goreng.

Ada perasaan ragu untuk mengambil orderan tersebut. Sebab, jaraknya lumayan dekat dengan resto.

Kurang dari 10 meter!

Alias, merem pun sampai ke tempat customer.

Itu mengapa, saya khawatirnya customer salah pilih lokasi tujuan. Hal yang lumrah saya temui sepanjang lima tahun jadi ojol.

Pasalnya, pelanggan sering asal memasukkan alamat yang namanya sama tapi lokasi berbeda. Misal, Kebun Jeruk di Kecamatan Kebun Jeruk, dan Kebun Jeruk di Kecamatan Taman Sari.

Meski sama-sama ada di Jakarta Barat, lokasi keduanya terpaut 10 km lebih.

Kedua, terkait nunggu pesanan. Sore saat  Ramadan sudah pasti resto, rumah makan, warung, dan sebagainya dipenuhi pelanggan. Baik untuk beli dibungkus atau via ojol.

Kadang, satu atau dua bungkus aja antrenya bisa memakan waktu 15 menit. Nah, apalagi ini 30 bungkus.

Saya melirik arloji di tangan kiri, menunjukkan pukul 15.30 WIB. Saya berharap, pesanan ini tidak makan waktu lama agar bisa cari orderan lagi.

Mestakung. Semesta mendukung.

*       *       *

"HALLO, pak. Saya ZZZ yang order."

Terdengar dari seberang telepon suara wanita. Sepertinya masih muda.

Mungkin sekitar 20-an tahun atau 30 tipis-tipis. Awalnya, saya kira pria, secara namanya identik dengan kaum Adam.

Kendati, banyak juga wanita yang punya nama tersebut. Contoh, ini contoh saja: Rian.

Bisa pria, seperti Rian Hidayat atau Rian Ardianto. Atau wanita, kependekan dari Ariani.

"Pak, udah beli buat buka puasa?"

"Belum, kenapa ka?"

"Nanti, bapak ambil makananya terserah. Sekalian, buat keluarga di rumah. Sisanya, bapak bisa berikan kepada yang membutuhkan. Siapa aja ya, pak. Bebas."

Saya agak kaget pas customer tanya apakah sudah beli takjil buat buka puasa. Jawaban saya belum, karena saat itu masih sore.

Biasanya, saya beli mendekat Maghrib di pedagang yang sepi. Kecuali, jika keluar ngojol dari awal, sudah dibekali Ibu dengan gorengan dan kolak yang santannya dipisah agar tak basi.

"Nanti, makanannya ga usah diantar ke saya ya pak. Titik alamat hanya patokan aja," customer itu melanjutkan. "Kalau berkenan, saya minta tolong agar bapak bisa langsung bagiin kepada yang mau buka puasa. Mumpung masih sore. Oh ya, ga usah difoto buat bukti. Terima kasih, sebelumnya."

"Ini maksudnya, bagiin di jalan ka? Atau ke panti?"

"Iya pak. Kalo panti, udah ada tim lain. Ini khusus di jalanan. Maaf ya pak, merepotkan."

"Siap, ka. Terima kasih."

"Terima kasih, kembali."

Saya pun bergegas menuju resto. Sebagian besar orderan sudah dibuat, tinggal nunggu beberapa yang akan dibungkus lagi.

Menunya bervariasi. Ada ayam goreng sambal ijo, penyet, bebek bumbu hitam, ucus, ampela, ati, tahu, dan tempe.

Wow... Mencium aromanya yang sedap saat digoreng bikin ngiler!

...

Setelah jadi, saya segera membagikannya di kawasan tersebut. Baik ke sesama ojol, pemulung, pengemis, dan sebagainya.

Sisa satu, saya taroh jok motor untuk disantap jam 9an malam. Sebab, biasanya saat maghrib, saya hanya makan ringan seperti kolak atau gorengan agar tidak terlalu kenyang yang bikin ngantuk di jalan.

Selain itu, saya juga nggak bawa pulang karena di rumah juga masak. Apalagi, sebagai ojol, saya tidak tentu kapan baliknya.

Tergantung arah orderan. Biasanya menjelang Subuh.

Terlebih, jika ada orderan luar Jakarta, seperti yang rutin ke Tambun, Bekasi, Depok, Teluk Naga, dan sebagainya. Bisa mubazir jika bawa bungkusan banyak tapi malah ga dimakan.

*       *       *

USAI menyelesaikan orderan, aplikasi ojol saya bunyi. Tanda ada dana masuk.

Wow... Nominalnya sangat besar.

Terima kasih, orang baik!

Mungkin tip itu sebagai tanda terima kasih dari customer tersebut untuk saya yang mau mengambil orderan dan membagikannya.

Sebagai ojol, saya ga anti pemberian dari customer. Dikasih, ya terima.

Asal jangan minta. Pantangan. Berasa hina banget saya kalau seperti itu.

Sebab, tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah.

Pemberian tip itu juga bisa jadi karena customer puas atas layanan ojol. Sebab, ojol itu profesi di bidang jasa.

Bagi saya pribadi, tip dari customer ibarat subsidi silang. Yaitu, untuk menutupi pengeluaran yang berkaitan saat pengantaran baik makanan atau paket.

Misalnya, parkir resmi mal atau resto yang rata-rata Rp 2.000 per jam. Ada juga Rp 3.000 untuk beberapa Pasar Jaya yang dikelola BUMD (Sumber: https://www.instagram.com/p/ChHSPvVrimK/?igsh=Nm85bDlvaHZzYnZl).

Aneh, perusahaan milik daerah tapi tarif parkirnya lebih mahal dari mal sekelas PI, GI, PIM, dan elite lainnya.

Lebih ga masuk akal lagi di Markas Kepolisian Daerah Metro Jaya, yang per jam Rp 4.000! (Sumber https://www.instagram.com/p/CySufvYSaeD/?igsh=NWk2ajJsenZrd3c4)

Mau heran kepada Pasar Jaya dan Polda Metro Jaya, tapi langsung inget. Bahwa, negara ini punya mereka... Ha ha ha!

...

Lanjut... Jadi, pendapatan dari tip sebagai subsidi silang memang wajar. Setidaknya, menurut saya sejak ngojol 2019 silam.

Selain parkiran resmi, adakalanya parkiran ga jelas saat masuk komplek. Ya, pungutan liar (pungli) memang merajalela. Contoh, sepanjang ruko di kawasan Kapuk, Teluk Gong, Bandengan, Jembatan Dua dan Tiga, hingga Pangeran Jayakarta.

Setiap sepeda motor yang masuk, dikenakan parkir. Mending kalo resmi ada struknya.

Lah, ini cuma selembar kertas yang disablon doang (Sumber: https://www.instagram.com/p/CsLIgujStxi/?igsh=b3NkOXlpemEyZ2Q1).

Bahkan, ada yang hingga Rp 3.000! Bangsat!

Itu ulah akamsi pecundang dan ormas sampah. Para orang malas yang nyari duit ga mau capek kerja bersama kang parkir liar dan pak ogah.

Saya menyebutnya, Gerombolan Makhluk Hidup Nirguna (GMHN).  

Hasil duitnya mereka? Kalo ga dipake buat judi, main sloth, mabuk, nyabu, hingga ngewe alias Open BO!

Kasar? Itu fakta.

Apalagi, menjelang Idul Fitri ini. GMHN ini yang terdepan untuk minta Tunjangan Hari Raya (THR) ke berbagai toko, ruko, pasar, warung, resto, minimarket, dan sebagainya.

Aneh, kerja di sana juga nggak, tapi tiap tahun rutin minta THR. Anjing!

*       *       *

BEGITULAH kehidupan di Tanah Air, khususnya Jakarta, jelang Idul Fitri. Serba keras.

Banyak orang malas yang selalu ingin enaknya doang. Mudah dapat duit tanpa mau usaha.

Sampah!

Pada saat yang sama, saya sangat mengapresiasi jika ada individu atau instansi yang rela berbagi kepada sesama di jalan. Yaitu, takjil seperti kolak, gorengan, hingga makanan berat.

Banyak yang sudah saya saksikan aktivitas mulia mereka sepanjang Ramadan dalam lima tahun sebagai ojol. Beberapa di antaranya saya abadikan di media sosial, termasuk Instagram:

- https://www.instagram.com/p/CRYImbFrHNF/?igsh=aHJtZmpxZTJvbGJq

- https://www.instagram.com/p/Cc7oJjuLExX/?igsh=MXdxOGM5bnE2cmxp

- https://www.instagram.com/p/ComdwGKSHAV/?igsh=ZTJ1Yzd2ZGl2aDg=

Semua list itu saya ambil dari instagram pribadi, @roelly87. Bukan dari blog.

Sebab, baru mulai aktif lagi ngeblog setelah sebelumnya jarang-jarang. Apalagi, di Kompasiana yang hiatus sejak 2018 hingga baru kembali Oktober lalu.

Sebagai bloger, tentu saya tertarik mengabadikan berbagai peristiwa terkini. Termasuk, soal niat mulia orang yang berbagi di bulan penuh berkah ini.

Akhir kata, terima kasih, wahai para orang baik!

*       *       *

- Jakarta, 21 Maret 2024

*       *       *

Artikel Terkait:

- https://www.roelly87.com/2022/09/terima-kasih-orang-baik.html (1)

- https://www.roelly87.com/2023/02/terima-kasih-orang-baik.html (2)

- https://www.kompasiana.com/roelly87/55091051a33311f6432e3af3/ramadhan-ketika-sang-bos-konveksi-kepusingan-ditagih-thr-pemuda-kampung

- https://www.kompasiana.com/roelly87/54f71562a3331100258b4893/mengusir-pak-ogah-solusi-atau-benci

...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun