Agak bosan juga menulis politik. Apalagi, sebagai blogger sejak 2009 silam, kadang saya juga suka membuat artikel random yang jika dihitung hampir 1.000!
Baik tentang kucing (https://www.kompasiana.com/roelly87/65311eb4d5af030be40c23d2/terima-kasih-orang-baik), musik, fiksi, hingga industri gulat hiburan. Yaitu, Edge saat pindah dari WWE ke AEW (Baca: https://www.roelly87.com/2023/10/edge-gabung-aew-reuni-lagi-dengan.html).
Eh, kembali ke Glodok! Sekarang kalo ke kawasan Pecinan di Jakarta Barat ini, saya suka senyum sendiri.
Maklum, sebagai ojek online (ojol), tentu Glodok merupakan kawasan paling diburu. Pusatnya, orderan kirim barang bersama Mangga Dua, Jembatan Lima, serta Perniagaan, yang masih satu kawasan dan terletak hanya seperlemparan batu.
Jika yang melemparnya, Hulk.
Kalo dulu, saya dari rumah di perbatasan T ke Glodok itu penuh perjuangan. Harus naik bus. Bisa M80 jurusan Grogol-Kalideres, P12 (Kalideres-Senen), atau P93 (Kota-Lebak Bulus).
Copet, jambret, dan kriminalitas merupakan santapan sehari-hari. Ga heran kalo saya menyebutnya penuh perjuangan.
Apalagi, ketika saya masih berseragam putih biru dan putih abu-abu.
Naik kereta? Ada. Dari Stasiun Poris ke Duri, transit menuju Kota atau Jayakarta.
Namun, jarang dilakukan. Karena kereta selalu penuh. Bahkan, hingga merayap di atas gerbong.
Belum lagi berdempetan dengan pengamen, penjaja asongan, cangcimen, karung buah seperti pisang, mangga, dan durian, parade ternak misalnya ayam, bebek, hingga kambing.