[caption caption="Samsung Galaxy S7 dan S7 Edge (Sumber foto: Facebook Samsung Indonesia)"][/caption]SAAT ini, telepon seluler (ponsel) tidak hanya sekadar alat komunikasi konvensional saja seperti untuk menelepon dan berkirim pesan singkat alias sms. Melainkan, sudah jadi kebutuhan sehari-hari setelah pangan-sandang-papan (primer)
Mungkin, kalau saya analogikan, ponsel bagi saya itu merupakan kebutuhan sekunder yang bersanding dengan sepeda motor dan komputer. Lantaran kedua perangkat itu memang setiap hari selalu saya gunakan untuk berbagai aktivitas, baik pekerjaan, keluarga, hingga ngeblog.
Apalagi saya merupakan orang lapangan yang tentu tidak bisa dipisahkan dengan yang namanya ponsel khususnya yang disebut ponsel pintar atau smartphone. Sudah pasti, smartphone bagi saya bukan untuk gagah-gagahan atau sekadar gaya. Melainkan, demi menunjang pekerjaan sehari-hari.
Misalnya, terkait pekerjaan untuk berkirim surat elektronik (email), melaporkan tulisan, dan foto dari suatu peristiwa seperti wawancara, rekapitulasi, dan hasil pertandingan ke kantor. Jadi, saya tidak perlu harus ke warung internet (warnet) seperti pada dekade 2000-an.
Biasanya, saya tinggal mengetiknya dari Galaxy J1 yang saya beli sejak 12 Mei 2015, melalui berbagai aplikasi, yang bisa mengirim catatan disertai foto atau video. Ponsel seri J kedua dari Samsung ini bisa disebut sebagai kawan setia yang menemani berbagai kegiatan saya.
Termasuk sebagai blogger saat mengikuti rangkaian acara yang berkaitan dengan Kompasiana. Mulai dari kunjungan ke berbagai pabrik di kawasan Sunter dan Pulogadung, mengunjungi makam pahlawan pada Oktober lalu, blusukan ke markas bea cukai, menjelajah museum dan acara seni, wisata kuliner, hingga teranyar pada nangkring 1 Maret lalu.
Oh ya, saya bukan orang yang fanatik dengan suatu merek. Sejak mengenal ponsel dari 2002, saya sudah pernah memilikinya dari berbagai produsen. Mulai dari kelas low-end, mid-end, hingga high-end. Namun harus diakui jika saat ini, Samsung merupakan produsen ponsel untuk sejuta umat. Produk dari perusahaan asal Korea Selatan ini mudah digunakan bagi orang awam sekalipun.
Salah satunya yang terpenting terkait kenyamanan yang jadi keunggulan dari Samsung. Itu mengapa di rumah saya, perusahaan yang jadi sponsor utama Olimpiade 2016 ini nyaris tak tergantikan pada perangkat televisi, lemari es, hingga AC.
* Â Â Â * Â Â Â *
"SAMSUNG Galaxy S7 sama S7 Edge udah rilis ya di Indonesia."
"Kapan?"
"Tanggal 1 (Maret) lalu."
"Oo... Berapa harganya?"
"Sembilan (juta) untuk S7 dan 10-an buat S7 Edge."
"Aih... Mahal bener. Hampir sama harganya kayak motor saya."
"Ya begitu. Produknya emang keren sih..."
Demikian percakapan saya dengan rekan Kompasianer -julukan untuk sesama blogger Kompasiana- di salah satu Services Center Samsung di kawasan Kuningan, Jakarta, Selatan, pada akhir Maret lalu. Kebetulan, sosok yang saya kenal sejak lima tahun lalu itu sedang memperbaiki Galaxy Tab-nya. Sambil menunggu gadget-nya selesai, saya pun berkeliling di Service Center tersebut. Khususnya, menyimak info Galaxy S7 dan S7 Edge.
"Apa kelebihan S7 dan S7 Edge ini hingga harganya selangit, mbak?" ujar saya kepada salah satu pegawai di Services Center itu.
"Fitur, kualitas, dan kemewahan mas."
"Kekurangannya mbak?"
"Mas bisa lihat sendiri spesifikasinya," tutur pegawai tersebut dengan manis sambil memperlihatkan berbagai fiturnya di dua perangkat itu yang awalnya saya kira hanya dummy alias pajangan.
Tentu, saya tertarik dengan kemewahan yang dimaksud. Maklum, harga keduanya dengan yang termurah Rp 9 juta itu sangat menarik perhatian. Lantaran yang termurah saja, nyaris enam kali lipat dari ponsel saya saat ini (J1). Apalagi, meski saya tidak bermaksud membeli karena hadir di Services Center itu hanya untuk menunggu perbaikan tab milik rekan Kompasianer, naluri saya sebagai blogger tetap bekerja.
Sebagaimana saya biasanya berusaha menulis artikel dengan dua sisi (cover both side), begitu juga dengan saat itu. Galaxy S7 dan S7 Edge sudah pasti memiliki banyak kelebihan. Bagaimana dengan kekurangannya? Ini yang menggugah rasa penasaran saya sambil menunggu antrean rekan.
Salah satuya pada fitur kamera yang resolusinya diturunkan dari 16 megapiksel (MP) pada generasi sebelumnya (S6 dan S6 Edge) jadi 12 MP. Bagi saya, pemangkasan resolusi ini cukup aneh. Meski saya tidak memiliki seri S, namun tetap intens mengamati perkembangan berbagai produk Samsung.
Terlebih, S7 dan S7 Edge dirilis pada 21 Februari lalu di kota Barcelona yang identik dengan sepak bola. Jadi, saat itu saya sempat membacanya bersamaan dengan kesuksesan Lionel Messi dan kawan-kawan usai mengalahkan Las Palmas 2-1 di La Liga, sehari sebelumnya (20/2).
Ternyata, alasan pemangkasan itu terkait desain kamera yang lebih tipis. Fakta itu saya dapat setelah membaca ulasannya di Kompas.com beberapa hari kemudian. "Tim kami sudah berupaya membuat smartphone terbaik secara desain dan teknologi. Untuk S7, desain lensa kamera yang lebih tipis ternyata punya konsekuensi lain, yaitu penurunan sensor kamera," kata Direktur Marketing Samsung Electronic Indonesia Vebbyna Kaunang seperti saya kutip dariKompas Tekno.
Selanjutnya, masih di laman yang sama, Vebbyna mengungkapkan, penurunan sensor itu sudah diantisipasi dengan meningkatkan teknologi "Dual Pixel" yang pertama kali dibenamkan pada suatu ponsel, "Dengan teknologi yang ditingkatkan sensor 12 megapiksel di Galaxy S7, sebenarnya setara dengan kemampuan 24 megapiksel."
* Â Â Â * Â Â Â *
"ADA rupa ada harga", demikian adagium lawas yang masih terpatri dalam ingatan saya sebelum membeli sesuatu. Alias, pepatah itu menegaskan, kita membayar mahal atas apa yang memang pantas kita dapatkan. Salah satunya terkait dengan banderol termurah pada S7 yang mencapai Rp 9 juta. Dengan harga itu, tentu kita ingin mendapatkan ponsel yang terbaik.
Jujur saja, yang membuat saya kesemsem dengan S7 -saya cenderung menyukai ini dibanding S7 Edge yang lebih lebar dan sulit dimasukkan di saku celana- karena multifungsi. Alias, dengan smartphone ini bisa membantu saya dalam berbagai hal yang tentu lebih baik dibanding J1 yang saya punya saat ini.
Terutama pada  kemampuan untuk bertahan di air, baik saat terkena percikkan hingga ketika berada di dalam air seperti yang saya lihat dalam youtube Samsung Mobile. Bahkan, menurut laman The Verge, Galaxy S7 dan S7 Edge sudah mengantongi sertifikat IP68. Itu berarti, kedua smartphone ini mampu bertahan di kedalaman air 1,5 meter hingga 30 menit.
Fakta ini yang membikin saya kagum. Lantaran sejak pertama kali memiliki ponsel lebih dari satu setengah dekade ini, "musuh" terbesar saya air dan kedua uang logam serta kunci sepeda motor di saku celana yang membuat baret layar. Pasalnya, saya sering bolak-balik memperbaiki ponsel yang kecebur gol atau selokan. Masih mending kalau direndam dengan beras bisa selesai. Namun, beberapa di antaranya harus dibawa ke Services Center karena hardware-nya kena.
Bahkan, 2014 lalu, Samsung Galaxy Mini saya mati total akibat nyemplung di selokan dekat rumah saat hendak berangkat kerja. Akibatnya, saya harus merelakan data-data dan seluruh kontak yang ada lenyap begitu saja.
Setelah kemampuan tahan air dan cover Gorilla Glass 5, keunggulan Galaxy S7 dan S7 Edge yang menyita perhatian saya ada pada tampilannya yang sedap dipandang. Ya, desainnya sangat elegan dengan sisi kiri dan kanan yang melengkung. Sebagai pria yang menyukai keindahan, desain tersebut sangat memesona.
Namun, ibarat wanita yang tidak hanya sekadar menyuguhkan kecantikan dan seksi pada body-nya, Galaxy S7 dan S7 Edge ini juga dibenamkan beberapa teknologi teranyar. Itu mengapa kedua gawai ini memang layak mewakili smartphone (ponsel pintar) era kekinian sesuai mottonya: More Than A Phone.
Di sisi lain, saya kurang begitu mengerti teknologi, khususnya "daleman" suatu ponsel. Tapi sedikitnya saya memahami perkembangannya. Keberadaan sistem operasi Android 6.0 Marshmallow yang merupakan versi terbaru (rilis Oktober 2015) bikin saya kian terpincut. Itu ditambah dengan peningkatan baterai 3.000 mAH untuk S7 dan 3.600 mAH (S7 Edge) yang bisa mematahkan stigma smartphone Android boros baterai.
* * *
- Jakarta, 4 April 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H